TUTUP
Film

The Ides of March Film Intrik Politik yang Menegangkan

Admin
24 February 2012, 5:32 PM WAT
Last Updated 2012-02-24T10:32:40Z

JAKARTA - Walaupun judulnya 'The Ides of March' ini bukan film yang menceritakan tentang detik-detik terakhir kematian Julius Caesar yang terkenal. Film ini bercerita tentang dunia politik. Ya, saya tahu, sebagian besar dari kita mulai menguap hanya mendengar kata ‘politik’. Tapi, jangan khawatir, film keempat George Clooney ini membuat tema politik terlihat sama kerennya dengan Megan Fox mencuci mobil sport hanya dengan memakai bikini.

Stephen Meyers (Ryan Gosling, masuk nominasi Golden Globe atas perannya di sini) adalah seorang tim kampanye junior ambisius untuk Mike Morris (George Clooney) yang sedang melawan senator dari Arkansas, Pullman (Michael Mantell). Dua politikus ini sedang kampanye di Ohio dan berusaha mendapatkan endorsement dari Thompson (Jeffrey Wright).

Suatu saat, Stephen mendapatkan telepon dari Tom Duffy (Paul Giamatti), manajer kampanye Pullman. Stephen bimbang. Bosnya, Paul Zara (Phillip Seymour Hoffman) tidak bisa dihubungi. Stephen akhirnya memutuskan untuk bertemu dengan Duffy yang ternyata menawarinya jabatan untuk masuk ke dalam tim kampanye Pullman. Stephen menolak.

Kemudian muncullah Molly Stearns (Evan Rachel Wood), seorang perempuan muda yang magang untuk kampanye Morris. Stephen dan Molly pun mulai bermain-main dan saat itulah Stephen menemukan kenyataan pahit bahwa Molly pernah berhubungan semalam dengan Morris.

Tunggu dulu, masih ada reporter New York Times, Ida (Marisa Tomei) yang menemui Stephen dan mendapatkan bocoran tentang pertemuannya dengan Duffy. Saat itulah Stephen mulai sadar bahwa semuanya berjalan tidak terkontrol dan kini misinya adalah membersihkan semua kekacauan yang ada.

George Clooney memang seorang aktor yang hebat dan baru saja mendapatkan Golden Globe atas perannya di 'The Descendants'. Di film keempatnya, Clooney berhasil menorehkan namanya sebagai nominator sutradara terbaik Golden Globe tahun ini. Skrip superkeren ini ditulis Clooney bersama dengan Grant Heslov dan Beau Willimon (adaptasi dari drama Broadway Farragut North karya Willimon). Intrik-intrik politiknya sederhana, namun sangat realitis dan lumayan creepy. Gubahan musik dari Alexander Desplat menambah ketegangan itu. Setiap momennya terasa seperti selalu ada saja karakter yang akan menusuk atau ditusuk.

Walaupun Clooney bermain apik, dia bukanlah bintang yang paling bersinar dalam film ini. Aktor muda yang pada 2011 lalu sepertinya lagi panas-panasnya, Ryan Gosling, memberikan penampilan yang magnetik dengan talentanya yang luar biasa.

Transformasinya dari seorang tim kampanye yang optimis dan jujur menjadi seseorang yang berbahaya dengan tatapan mata penuh agenda, menjawab kenapa namanya masuk menjadi nominator aktor terbaik. Perhatikan cahaya di matanya ketika Stephen sedang sendirian di dalam mobilnya, mengevaluasi apa saja yang telah terjadi. Kalau itu bukan penampilan keren, saya tidak tahu lagi apa itu namanya.

Tapi 'The Ides of March' tidak hanya melenggang mulus dengan Gosling saja. Seluruh cast film ini bermain dengan super, sesuai dengan porsinya. Phillip Seymour Hoffman adalah contoh senior yang penuh kredibilitas. Wajah licik Paul Giamatti tidak hanya menghantui Stephen tapi juga penonton. Evan Rachel Wood mampu menjadi sosok yang rapuh sekaligus perempuan dengan daya tarik yang luar biasa.

Kesimpulan akhir setelah saya menonton film ini adalah film politik tidak selamanya semembosankan politik di dunia nyata. 'The Ides of March' berhasil membuat film politik terlihat se-cool kisah pernikahan 72 hari antara Kim Kardashian dengan Kris Humphries. Its rock n roll at best, dude.

Candra Aditya, penulis, pecinta film. Kini tengah menyelesaikan studinya di Jurusan Film, Binus International, Jakarta. (dtk)
close