TUTUP
TUTUP
EkonomiNasional

Buruh Tolak Kenaikan UMP, Tuntut Sebesar Angka Inflasi Plus Pertumbuhan Ekonomi

Admin
28 November 2022, 8:54 PM WAT
Last Updated 2022-12-04T02:09:34Z
Presiden Partai Buruh Said Iqbal (Foto: Istimewa)

JAKARTA - Partai Buruh dan organisasi serikat buruh menanggapi kenaikan upah minimum (UMP) di beberapa provinsi. 


Beberapa di antaranya seperti Banten sebesar 6,4 persen, Yogyakarta 7,65 persen, Jawa Timur 7,85 persen, hingga DKI Jakarta 5,6 persen.


Presiden Partai Buruh Said Iqbal mengatakan pihaknya menolak nilai prosentase kenaikan upah minimum provinsi (UMP) tersebut. 


Alasannya, karena masih di bawah nilai inflansi Januari-Desember 2022 yaitu sebesar 6,5 persen ditambah pertumbuhan ekonomi Januari-Desember yang diperkirakan 5 persen. 


"Kenaikan UMP dan UMK di seluruh Indonesia seharusnya sebesar inflasi dan pertumbuhan ekonomi di masing-masing provinsi atau kabupaten/ kota di tahun berjalan. Bukan menggunakan inflansi dan pertumbuhan ekonomi tahunan atau Year on Year," ujar dia lewat keterangan tertulis pada Senin, 28 November 2022.


Menurut Said Iqbal, jika menggunakan data September 2021 ke September 2022, hal itu tidak memotret dampak kenaikan bahan bakar minyak (BBM) yang mengakibatkan harga barang melambung tinggi. Kenaikan BBM terjadi pada Oktober 2022 lalu.


Selain itu, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) itu juga merespons kenaikan UMP DKI 2023 sebesar 5,6 persen. 


Menurut dia, buruh mengecam keras keputusan Pejabat Gubernur DKI yang tidak sensitif terhadap kehidupan buruh.


Said Iqbal menilai kenaikan 5,6 persen masih di bawah nilai inflansi. 


“Kami mendesak agar Pejabat Gubernur DKI merevisi kenaikan UMP DKI 2023 sebesar 10,55 persen sesuai dengan yang diusulkan Dewan Pengupahan Provinsi DKI unsur serikat buruh,” ucap dia, dilansir Tempo.


Menurutnya, kenaikan UMP DKI sebesar 5,6 persen tidak akan bisa memenuhi kebutuhan buruh dan rakyat kecil di ibu kota. 


Sebab, biaya sewa rumah sudah Rp 900 ribu, transportasi dari rumah ke pabrik (PP), serta pada hari libur bersosialisasi dengan saudara dibutuhkan anggaran Rp 900 ribu.


Belum lagi, kata Said Iqbal, makan di Warteg tiga kali sehari dengan anggaran Rp 40 ribu per hari atau menghabiskan Rp 1,2 juta sebulan. 


Kemudian  biaya listrik Rp 400 ribu, biaya komunikasi Rp 300 ribu, sehingga totalnya Rp 3,7 juta sebulan.


"Jika upah buruh DKI Rp 4,9 juta dikurangi Rp 3,7 juta hanya sisanya Rp 1,2 juta. Apakah cukup membeli pakaian, air minum, iuran warga, dan berbagai kebutuhan yang lain? Jadi dengan kenaikan 5,6 persen buruh DKI tetap miskin," kata Said Iqbal.


Dia mengingatkan UMP DKI yang naik 5,6 persen akan mengakibatkan UMK di seluruh Indonesia menjadi kecil. 


Untuk itu, dia mendesak agar UMP DKI direvisi menjadi sebesar 10,55 persen sebagai jalan kompromi dari serikat buruh yang sebelumnya mengusulkan 13 persen.


Partai Buruh dan organisasi serikat buruh, Said Iqbal berujar, mengapresiaai sikap pemerintah yang menggunakan Permenaker Nomor 18 Tahun 2022 dan tidak lagi menggunakan PP 36/2021. 


Buruh, kata dia, juga meminta bupati dan wali kota dalam merekomendasikan nilai UMK ke gubernur adalah sebesar antara 10-13 persen. 


“Jika tuntutan di atas tidak didengar, mulai minggu depan akan ada aksi besar di berbagai daerah di seluruh Indonesia. Untuk menyuarakan kenaikan upah sebesar 10-13 persen,” tutur Said Iqbal. (*)

close