TUTUP
Politik

Luhut soal 'Bukan Orang Jawa Jangan Mimpi Jadi Presiden', Ini Alasan Jubir

Admin
24 September 2022, 12:23 PM WAT
Last Updated 2022-09-24T14:18:29Z
 Luhut Binsar Pandjaitan (Foto: Istimewa)

JAKARTA - Menko Marinves Luhut Binsar Pandjaitan menyampaikan sejumlah hal terkait Pilpres 2024 saat berbincang santai dengan Rocky Gerung.


Dalam kesempatan itu, Luhut bahkan sempat mengatakan soal jangan memaksakan diri menjadi Presiden jika bukan orang Jawa.


Perbincangan Rocky dan Luhut itu ditayangkan dalam YouTube RGTV Channel. Beberapa hal dibahas keduanya, termasuk soal capres atau suksesor Jokowi di 2024.


Perbincangan soal capres awalnya dimulai dari pertanyaan Rocky Gerung kepada Luhut. Dia mempertanyakan terkait tidak adanya capres saat ini yang berani beradu gagasan atau ide untuk 2024.


"Kan kita ingin pastikan ada suksesi di 2024, suksesi itu lewat sistem elektoral, tapi ada kecemasan di publik sekarang melihat persaingan politik terlalu tajam, dan ketajaman itu bukan hanya adu konsep tetapi adu ide nggak terlihat gitu, kita nggak lihat ada calon presiden, bahkan dari dalam kabinet, yang datang misalnya mengatakan 'saya ada ide jadi presiden oleh karena itu saya mau minta diundang RGTV' ini misal untuk debat soal kebijakan," tanya Rocky di YouTube RGTV Channel, seperti dilihat pada Jumat (23/9/2022).


Rocky telah mengizinkan konten tersebut untuk dikutip.


"Kebanyakan orang pasang spanduk baliho tinggi-tinggi kita nggak tahu di belakang kepala yang besar di baliho ada isinya atau nggak itu, kan itu intinya? Rakyat merasa kok nggak ada percakapan intelektual ya di antara pemimpin itu, Pak Luhut rasain nggak itu keadaan itu? Agak jujur bikin evaluasi Pak Luhut," lanjut Rocky, dilansir detikcom.


Luhut pun menjawab Rocky Gerung dengan menyebut saat ini memang banyak orang yang terlalu berambisius menjadi seorang Presiden.


Padahal, kata dia, tidak harus menjadi Presiden untuk bisa mengabdi untuk negara.


"Anda itu terlalu pintar makanya kadang men-judge orang. Rock gini lah kita sebagai teman ya, saya bilang memang kadang-kadang semua berpikir pengen jadi presiden, saya berkali-kali bilang 'apa mesti jadi presiden ngabdi itu?' Presiden cuma 1 loh, dan itu menurut saya sudah takdir alam ini, Tuhan punya mau itu, God scenario, jadi kita boleh bersaing, dan boleh tadi juga melakukan itu, tapi kita harus mengenali diri kita dulu, kenali dirimu, kenali musuhmu, 100 kali kau perang 100 kali kau menang, tap kadang kita nggak mengenali itu kita nggak tanya diri kita," ucapnya.


Perbincangan keduanya pun berkembang ke arah Islamophobia hingga SARA yang kerap dibawa berbagai pihak untuk mengganggu Pemerintahan Jokowi.


Luhut lantas menyebut memang ada beberapa orang yang sengaja membawa isu itu agar terlihat hebat.


"Natural aja, saya sebenarnya ada beberapa, saya bilang oknum saja, yang pengin membuat supaya dirinya hebat, yah, saya nggak mau pribadi, semua yang di bawah langit ini ada waktunya, kita harus kenal itu, saya juga sadar itu ada waktu saya juga, it's about time juga buat saya, okay you are done, kita harus tahu itu, kalau kita pengin terus bahwa kita yang paling ngatur semua itu nanti post power syndrome, jadi saya nggak mau gitu," ujar Luhut.


Rocky lantas mempertanyakan soal power yang disampaikan Luhut.


Saat itu lah, Luhut lalu membahas soal banyaknya orang yang berambisi nyapres, namun terhalang lantaran bukan orang Jawa.


"Ya, Rocky ini aku bilang untuk anda, teman-teman pasti banyak yang nonton aneh-aneh lah, apa harus jadi Presiden saja kau bisa ngabdi? Kan nggak juga, harus tahu diri juga lah, kalau kau bukan orang Jawa jangan terus, ini anu ini antropologi, kalau anda bukan orang Jawa, pemilihan langsung hari ini, saya nggak tahu 25 tahun lagi, udah lupain deh, nggak usah kita memaksakan diri kita, sakit hati, yang bikin sakit hati kita kan kita sendiri," tutur Luhut.


Rocky lalu menanggapi statemen Luhut. Dia menegaskan apa yang disampaikan Luhut benar secara ilmu antropologi.


"Iya kalau mereka nggak baca, iya saya ingetin ada orang yang nggak baca, bahwa antropologi kita itu basisnya adalah etnis civil, dan faktualitas itu yang kadang kala membatalkan ambisi orang untuk jadi Presiden," ujar Rocky Gerung.


Luhut mengamini Rocky. Dia juga mengaku mengurungkan ambisinya untuk jadi Presiden lantaran menjadi minoritas di Indonesia.


"Yes, termasuk saya, betul saya, saya double minoritas, saya sudah Batak, Kristen lagi. Jadi saya bilang sudah cukup itu, kita harus tahu, ngapain saya menyakiti hati saya, istri saya juga bilang 'kamu ngapain sih pah?', ya memang nggak mau, 'syukurlah haleluya' dia bilang, yaudah," sebut Luhut.


Apa Maksud Pernyataan Luhut?


Jubir Luhut, Jodi Mahardi, menjelaskan apa yang dimaksud oleh Luhut dalam perbincangan santai dengan Rocky Gerung itu.


Dia menegaskan pernyataan itu bukan untuk menyindir pihak manapun.


"Jadi kalau dilihat percakapannya secara utuh, pada bagian itu Pak Menko sedang berbicara mengenai pentingnya mengukur diri, jadi itu merupakan refleksi Pak Menko terhadap dirinya sendiri, bukan untuk orang lain," kata Jodi saat dihubungi.


Jodi menegaskan tidak ada maksud lain di balik pernyataan Luhut. Menurutnya, tak ada pula tendensi politik terkait penjelasan Luhut tersebut.


"Tidak ada tendensi atau maksud politik macam-macam," ucapnya.


Lebih lanjut, Jodi mengatakan pernyataan itu sebagai gambaran refleksi Luhut selama menjabat selama puluhan. Luhut, lanjut dia, sedang mengukur dirinya sendiri.


"Tidak kemudian ambisius yang irasional karena nafsu politik belaka. Jadi mohon dilihat konteksnya secara utuh," imbuhnya.


Pengalaman Pribadi Luhut


Berbeda dengan Jodi, Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Desmond J Mahesa punya pandangan lain atas pernyataan Luhut.


Desmond menyebut pernyataan itu berangkat dari mimpi Luhut menjadi Presiden.


"Itu pengalaman pribadi beliau (Luhut), berarti beliau mimpi menjadi orang nomor 1 di republik ini, ya, karena suku bukan Jawa, agama bukan Muslim, agak berat ya. Saya pikir harus dihargai pengakuan jujur," kata Desmond saat dihubungi.


Desmond mengatakan ini juga masukan bagi orang-orang yang punya ambisi seperti Luhut.


Meski begitu, dia meyakini Indonesia tetap bisa berubah dari stigma orang Jawa yang jadi Presiden.


"Mungkin bagi Luhut-Luhut yang lain yang mimpi yang sama, ini persoalan. Mimpi-mimpi ini jadi persoalan kalau melihat dari jumlah penduduk, mimpi, tapi kita percaya bahwa republik ini bukan berdasarkan kesukuan. Kalau hari ini semuanya Jawa yang jadi Presiden, ke depan saya pikir negara semakin demokratis, nah menuju negara yang semakin demokratis ini yang tantangan kita untuk perbaiki nilai nilai kebangsaan kita hari ini," ucapnya.


Lebih lanjut, Wakil Ketua Komisi III DPR ini menilai Luhut tidak bermaksud melakukan politik identitas.


Akan tetapi, dia menegaskan persoalan politik identitas ini semakin parah sejak era Pemerintahan Jokowi.


"Ya sejak kita lahir semua orang punya identitas, persoalannya menguatnya identitas ini karena apa? Zaman saya kecil identitas itu saya lahir dan besar di lingkungan-lingkungan minoritas, pernah tinggal di Pecinan, nggak ada tuh politik identitas, cuma guyonan aja 'hei kamu anak China'. Tidak seperti sekarang berarti ini ada yang salah persoalan kebangsaan kita," ujar dia.


"Pertanyaan yang salah persoalan kebangsaan kita, dari sekian banyak periode kepemimpinan, zaman Pak Jokowi ini yang parah, berarti penyulut politik identitas ini keberpihakan penguasa atau penguasa bisa membentur-benturkan antar kepentingan identitas ini untuk mengambil keuntungan kan. Jadi kalau menurut saya jangan dibesar-besarkan, kita kembali lah ke nilai-nilai kebhinekaan kita, yang pasti dengan politik identitas secara politik kayak gini menurut saya kembalilah nilai-nilai dasar kebhinekaan kita tidak perlu disulut-sulut gitu, tidak perlu dipanas-panasin, biasa aja. Sebab politik identitas ini menguat ya 10 tahun terakhir 8 tahun terakhir kan," lanjutnya. (*)

close