![]() |
(foto: ist) |
BANDAR LAMPUNG -
Kasus dugaan korupsi di PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II Cabang
Panjang, Bandar Lampung tidak dimasukkan dalam catatan akhir tahun 2015
Polresta Bandar Lampung. Apa alasannya?
"Kasus
Pelindo masih tahap penyelidikan, makanya tidak masuk dalam catatan
akhir tahun,” kata Kepala Satuan Reserse Kriminal Polresta Bandar
Lampung, Komisaris Dery Agung Wijaya, Minggu (3/1/2016).
Belum
dinaikkannya kasus ini ke tahap penyidikan karena keterangan ahli
berbeda dengan penyidik yang meyakini ada unsur korupsi dalam pungutan
share handling yang dilakukan PT Pelindo II terhadap pengusaha bongkar
muat di Pelabuhan Panjang.
Namun, hasil pemeriksaan beberapa ahli yang diajukanPelindo II mengutarakan tidak ada unsur korupsi dalam kasus tersebut.
"Ahli itu menyatakan pungutan tersebut ada aturannya,” sambung Dery.
Alumnus
Akademi Kepolisian tahun 2001 ini berujar, penyidik sedang mencari
keterangan ahli lain untuk menguatkan dugaan korupsi pada pungutan share
handling di Pelabuhan Panjang.
Di
dalam peraturan tersebut, tidak diatur adanya pungutan share handling,
sementara Pelindo II sudah memungut biaya share handling ke perusahaan
bongkar muat sejak 1 Agustus 2012 hingga Maret 2015 sebesar Rp 2.300 per
ton.
Memang
ada kesepakatan antara Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat Indonesia
(APBMI) Lampung dengan PT Pelindo II mengenai pungutan share handling.
Kesepakatan
itu tentang teknis pelaksanaan penanganan bongkarmuat di terminal curah
kering dan nonterminal curah keringPelabuhan Panjang, seperti dilansir Tribunnews.
Kesepakatan
itu tertuang dalam surat kesepakatan Nomor 026/APBMI/LPG/VII/2012
tertanggal 13 Juli 2012. Pihak APBMI membatalkan kesepakatan itu melalui
surat DPW APBMI Lampung Nomor 013/APBMI/LPG/VI/2013 perihal pembatalan
kesepakatan bersama.
Ketua
APBMI Lampung, Jasril Tanjung, mengatakan pungutan share handling
dikenakan bagi kapal sandar di Dermaga D Pelabuhan Panjang.
Sementara
total uang yang telah dipungut oleh Pelindo II terhadap 24 perusahaan
bongkar muat, menurut Jasril, mencapai Rp 5,472 miliar. (*)