BANDARLAMPUNG - Rencana kenaikan tarif Bus Rapit Transit (BRT) bagi penumpang transit yang dikenakan Rp 2 ribu per Oktober nanti, diprotes oleh para penumpang. Seperti yang diungkapkan oleh ketiga pengguna jasa BRT yang berhasil diwawancarai.
Eka Febriyanti (28), karyawan swasta sekaligus mahasiswi di STKIP PGRI ini mengungkapkan bahwa, kenapa tarif harus dinaikkan jika fasilitas yang diberikan belum memuaskan.
"Liat aja fasilitasnya belum lengkap, seperti halte yang sampai sekarang belum juga selesai. Kalau panas kepanasan, kalau hujan ya kehujanan. Belum lagi bis yang datangnya terlambat. Dan seharusnya jalan untuk transit sudah siapkan sebelum bisnya berjalan. Kalau semua fasilitas sudah ada, tidak apa-apa tarif dinaikkan," ujar Eka mengungkapkan kekecewaannya.
Hal senada diungkapkan oleh Lia Alamsyah (28). "Kalau bisa sih tidak usah naik. Karena biaya transport jadi tambah bengkak dengan kenaikan ini. Karena saya setiap hari menggunakan jasa BRT untuk mengantarkan saya dari Kemiling ke Rajabasa menuju tempat mengajar saya di Kotabumi," terang salah satu guru di sekolah negeri ini.
Ia melanjutkan, kalaupun tarifnya dinaikkan, lebih baik Damri kembali dioperasikan di jalur kota. "Karena bus Damri kan lebih murah ongkosnya," katanya.
Begitu juga dengan Yulinda (27), warga Kedaton Bandar Lampung ini pun merasa sangat keberatan dengan kenaikan tarif transit tersebut.
"Tarifnya jadi mahal banget, sampe Rp 5500. Kalau memang benar jadi naik, lebih baik saya naik angkot saja daripada BRT. Karena naik angkot juga gak ribet dan tidak desak-desakan," imbuhnya.
Menanggapi protes kenaikan tarif transit BRT oleh penumpang, I Gede Jelantik, Dirut Operasional BRT, mengatakan agar penumpang dan memahaminya. Pasalnya kenaikan ini sudah dibicarakan oleh dewan lalu lintas dan demi kelancaran operasional BRT.
"Soal fasilitas seperti jalur BRT, sebenarnya sudah dibuatkan agar jalannya BRT menjadi lancar. Namun yang terjadi masih dipakai sebagai tempat parkir bagi kendaraan roda empat. Sehingga masih sering terlambat. Mengenai Halte, kami tidak bisa bicara banyak, sebab pembangunan halte ini di bawah pengawasan pemerintah daerah yaitu Dishub sebagai koordinatornya. Namun sudah ada halte yang sudah selesai dibangun," terang I Gede Jelantik, Selasa (4/9).
"Soal fasilitas seperti jalur BRT, sebenarnya sudah dibuatkan agar jalannya BRT menjadi lancar. Namun yang terjadi masih dipakai sebagai tempat parkir bagi kendaraan roda empat. Sehingga masih sering terlambat. Mengenai Halte, kami tidak bisa bicara banyak, sebab pembangunan halte ini di bawah pengawasan pemerintah daerah yaitu Dishub sebagai koordinatornya. Namun sudah ada halte yang sudah selesai dibangun," terang I Gede Jelantik, Selasa (4/9).


