LAMPUNG – Pertemuan antara Panitia Khusus (Pansus) DPRD Provinsi Lampung untuk pembebasan lahan di Kelurahan Waydadi Kecamatan Sukarame Bandarlampung, dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi dan Kota Bandarlampung, gagal digelar.
Pasalnya, masing-masing kepala BPN baik kota maupun provinsi, tidak hadir dalam jadwal hearing yang digelar di ruang rapat Komisi DPRD Provinsi Lampung, kemarin (13/8). Disebut-sebut, ketidakhadiran mereka karena menyangkut informasi banyak beredarnya sertifikat asli tapi palsu (aspal) yang beredar di warga Waydadi.
“Pertemuan dengan pihak BPN terpaksa kami gagalkan karena dari pihak BPN hanya mengirimkan perwakilannya saja. Kalau wakilnya kan nggak bisa mengambil keputusan, jadi yang kami butuhkan adalah kepala BPN-nya yang bisa mengambil keputusan,” tegas Ketua Pansus Pembebasan Lahan Waydadi Hartarto Lojaya.
Ia pun menduga, para kepala BPN itu enggan datang dikarenakan takut ditanyakan perihal banyaknya sertifikat aspal yang dimiliki oleh warga yang mendiami lahan milik pemerintah tersebut. “Sepertinya sih BPN takut ditanyakan, kenapa banyak sertifikat yang dimiliki warga, padahal lahan tersebut kan milik pemerintah,” duga Hartarto.
Dari penelusuran koran ini, memang banyak terjadi transaksi jual beli lahan di Waydadi. Dimana kisaran harga tanah mencapai Rp300 ribu hingga Rp500 ribu per meternya. Jual beli itu juga dilengkapi dengan sertifikat atau surat keterangan tanah yang diduga aspal.
Sementara, Wakil Ketua Pansus Waydadi Watoni Nurdin mengatakan, hari ini (14/8) pihaknya telah menjadwalkan kembali pertemuan dengan aparatur kecamatan dan kelurahan setempat termasuk juga dari perwakilan warga Waydadi.
“Besok (hari ini) kami akan membahas sejauhmana kesepakatan yang sudah dibicarakan antara kecamatan, lurah dan pokmas selaku masyarakat yang menempati lahan milik pemerintah tersebut,” terangnya.
Watoni menambahkan, pertemuan yang akan digelar ini nantinya akan membicarakan berapa besarnya ganti rugi yang akan diberikan oleh warga kepada pemerintah. Karena dalam pembebasan lahan ini, sambungnya, pansus tidak akan hanya melepaskan lahan pemerintah ini secara cuma-cuma, melainkan harus ada ganti rugi dari warga. Dan hal ini juga, tegas Watoni, telah diatur dalam undang-undang.
Mengenai konflik kepemilikan tanah ini, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung sendiri akan menerapkan aturan yang sesuai dengan undang-undang (UU), mengenai pelepasan aset pemerintah berupa tanah seluas 89 hektar yang saat ini ditunggu masyarakat milik Pemprov Lampung yang berlokasi di Waydadi Sukarame Bandarlampung. Hal ini dilakukan sebagai kompensasi pengganti tanah dimana jangan sampai lahan tersebut lepas begitu saja karena persoalan ini sudah terjadi sejak 1984.
Sementara Darmi Ujang selaku Sekretaris Pokmas Way Dadi mengaku, pihaknya tidak menerima undangan rapat dari Pansus Waydadi. “Setau saya yang diundang pansus adalah dari pihak kecamatan dan kelurahan, kalau dari pokmas tidak diundang," aku Darmi.
sumber