![]() |
Sumita |
BANDARLAMPUNG - Asosiasi Eksportir dan Industri Kopi Indonesia (AEKI) Lampung mengatakan, budi daya tanaman kopi sangat menguntungkan petani, mengingat biaya produksi yang tidak terlalu besar, sementara harganya cukup tinggi.
"Pola pikir masyarakat petani yang menganggap menanam kopi tidak menguntungkan harus diubah. Petani perlu diberikan pemahaman bahwa menanam kopi itu membanggakan dan sangat menguntungkan," kata Ketua AEKI Lampung, Sumita.
Ia mengatakan, perubahan persepi itu, dilakukan agar produksi kopi Lampung makin baik dan petani kopi semakin sejahtera.
Menurutnya, saat ini, produktivitas kopi Lampung rata-rata hanya 1 ton per hektar. Sedangkan di negara penghasil kopi lainnya seperti Vietnam produktivitas kopi mencapai 2,5 ton hingga 3 ton per hektar.
"Kalau persepsi petani tidak diubah, maka sulit bagi Lampung untuk terus memproduksi dan meningkatkan produksi kopi," kata dia.
Menurut Sumita, harga rata-rata kopi sekarang di atas Rp15 ribu per kilogram, dengan harga tersebut, sudah cukup menguntungkan bagi petani. Apalagi, bila produktivitas petani meningkat, setara dengan produktivitas kopi di negara penghasil kopi lainnya.
Ia mengatakan, berdasarkan informasi dari asosiasi kopi Vietnam biaya produksi kopi di sana masih sebesar 700 dolar hingga 1.000 dolar AS per hektare.
Sementara di Tanah Air diperkirakan masih di bawah biaya produksi dari negara Asean tersebut.
Ia mengatakan, mengubah persepsi tersebut, bergantung pada kemauan petani itu sendiri, karakteristik kesadaran petani di Lampung untuk meningkatkan produksi ini, terbilang masih rendah.
Sumita lebih lanjut mengatakan, peningkatan produksi dan produktivitas kopi petani masih berpeluang besar untuk ditingkatkan.
Upaya-upaya peningkatan pengetahuan petani sebenarnya sudah cukup memadai, apalagi ada sosialisasi tim perkopian Lampung dengan demplot-demplotnya. Demikian pula teknik-teknik bercocok tanam kopi sudah banyak kemajuan seperti saat habis panen, dimana diperlukan penanganan yang benar juga tergantung dari ketekunan petani.
Selain itu, hal yang perlu diperhatikan agar produksi meningkat adalah ketersediaan pupuk. Ketersediaan pupuk, masih menjadi permasalahan bagi petani.
"Saat petani memerlukan pupuk tidak ada, kalau pun ada harga pupuk mahal, pupuk subsidi tidak ada di pasaran yang menyebabkan kekacauan di tingkat petani," kata dia.
Selain itu, serangan hama dan penggunaan insektisida juga masih perlu diperhatikan, semua pihak khususnya dinas perkebunan untuk memberikan pemahaman agar petani menggunakan obat yang tepat. Jangan sampai, kopi justru mengandung residu yang dikomplain pembeli dari luar negeri.
Di luar persoalan teknis tersebut, masalah cuaca juga cukup mengganggu dan menurunkan produksi kopi. Walaupun ada yang berpendapat bahwa global warming adalah isu yang dibesar-besarkan, namun kenyataannya di lapangan cuaca yang buruk berpengaruh pada produksi kopi.
Demikian pula penanganan setelah panen, seperti petik merah, dan lantai jemur, saat ini sudah jauh lebih baik, dibanding sebelumnya, terutama tahun ini.
"Kultur petani harus diubah, tinggal bagaimana petaninya mau atau tidak sejahtera, dan menikmati harga yang cukup baik," kata Sumita.
Sementara itu, saat ini panen raya kopi di Lampung sudah mencapai 50 persen. Panen raya yang berlangsung sepanjang Juli 2012 ini dalam sehari tak kurang 200 truk dengan kapasitas 8 ton per truk atau sekitar 100-120 karung, mengangkut kopi dari gedung masuk ke gudang eksportir. Sedangkan harga kopi di terminal kopi London mencapai 2.000 dolar AS/ton dan di tingkat petani Lampung berkisar Rp16.000 per kilogram.