TUTUP
Lampung

Bentuk Tim, Kejati Kejar Satono

Admin
27 May 2012, 8:07 AM WAT
Last Updated 2012-05-27T01:07:28Z

BANDARLAMPUNG - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung akhirnya serius menyikapi informasi tentang keberadaan mantan Bupati Lampung Timur Satono di Makkah, Arab Saudi. Kejati membentuk tim untuk mencari keberadaan terpidana kasus korupsi APBD Lamtim yang saat ini dikabarkan tengah melaksanakan ibdah umrah tersebut.

Kepala Kejati Lampung Pohan Lasphy mengatakan telah memerintahkan para anggotanya untuk turun ke lapangan guna memastikan keberadaan Satono. ’’Anggota kami sudah ke lapangan mencari kebenarannya. Baik ke imigrasi, ke rumahnya di Bandarlampung, maupun ke Lampung Timur,” ungkapnya kemarin.

Pohan juga mengaku telah berkoordinasi dengan pihak Bandara Radin Inten guna memastikan apakah terpidana 15 tahun penjara itu melewati bandara tersebut atau tidak. ’’Kami sudah koordinasi dan mengecek ke bandara. Ternyata paspor atas nama Satono tidak pernah berangkat melalui Bandara Radin Inten. Jadi kemungkinan dia pergi ke sana (Makkah) itu melalui jalur ilegal atau menggunakan paspor palsu seperti Gayus,” katanya menduga.

Pohan menambahkan, jika benar Satono berada di Makkah, pihaknya juga akan mengecek biro perjalanan yang menjadi sponsor hingga Satono berada di tanah suci. ’’Kalau biro perjalanan yang mengantarkan Satono ke Makkah sudah ketemu, sangat mudah mencarinya,” tandas dia.

Terkait informasi tentang Satono yang berangkat ke Makkah ditemani dua perempuan, Pohan mengaku telah mengantisipasi persoalan ini. Dia menegaskan, pihaknya tidak sebatas memantau keberadaan Satono. Melainkan juga orang terdekat pria yang pandai mendalang itu.

’’Kalau orang terdekat sudah kami pantau sejak lama, karena kami punya keyakinan pasti Satono berkomunikasi dengan keluarganya,” tutur Pohan.

Saat disinggung kemungkinan kejati untuk menjemput langsung Satono di Makkah, Pohan menyatakan saat ini tengah berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung untuk merealisasikan kemungkinan tersebut.

Sementara itu, Kejagung masih harus berupaya meyakinkan informasi tentang keberadaan Satono di Makkah. Alasan korps Adhyaksa tersebut, paspor terpidana 15 tahun penjara itu sudah tidak berlaku lagi.

’’Tidak ada (Satono) ke luar negeri. Paspornya sudah mati. Kami sudah perintahkan Kajati Lampung berkoordinasi ke pihak imigrasi,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Adi Toegarisman di Jakarta kemarin.

Menurutnya, Kejati Lampung kini tengah melakukan pelacakan dan berkoordinasi dengan jajaran imigrasi di Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Hal itu dilakukan untuk memastikan apakah nama Satono terdaftar ke luar negeri melalui bandara tersebut atau tidak.

’’Satono belum terlacak. Hari ini (kemarin, Red), Kejati Lampung koordinasi dengan jajaran Imigrasi Soekarno-Hatta, apa Satono sudah lewat,” tegasnya.

Sebelumnya, Kepala Bagian Humas Ditjen Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM Maryoto Sumadi menerangkan, paspor dengan nama Satono diterbitkan oleh pihak Imigrasi Bandarlampung pada 25 Juli 2005. Menurutnya, masa berlaku paspor tersebut selama lima tahun, dan berakhir pada 25 Juli 2010.

Kemudian pada 12 Maret 2009, terpidana korupsi APBD Lamtim sebesar Rp119 miliar itu mengajukan permohonan perubahan nama dalam paspornya. Satono, sambung Maryoto, meminta ditambahkan nama orang tuanya di belakang namanya sehingga nama yang tertera dalam paspornya menjadi Satono Darmo Susiswo.

’’Biasanya penambahan nama orang tua untuk keperluan umrah. Tetapi, perubahan nama itu tidak memperpanjang masa berlakunya paspor. Paspornya tetap berlaku sampai 2010,” jelasnya.

Selanjutnya pada 29 Juli 2010, pria sepuh yang pandai mendalang itu menyerahkan paspor miliknya ke Ditjen Imigrasi Kemekumham. Hal itu, kata Maryoto, dilakukan atas kemauan Satono sendiri yang kooperatif menyerahkan paspornya, mengingat dia sudah ditetapkan dalam daftar pencegahan ke luar negeri.

Satono sendiri resmi dicekal sejak 30 April 2010, setelah dilakukan perpanjangan masa cegahnya. Sejak paspor itu ditarik, lanjut Maryoto, pihaknya tidak pernah menerbitkan paspor lagi atas nama Satono. Dapat dikatakan, Satono saat ini tak memiliki paspor resmi.

Diketahui, Satono sebelumnya masuk DPO setelah mangkir saat akan dieksekusi menyusul terbitnya putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) yang menghukumnya selama 15 tahun penjara. Selain hukuman badan, Satono diwajibkan membayar denda Rp500 juta subsider 6 bulan penjara dan membayar uang pengganti Rp10,5 miliar.

close