Satono (berkacamata) |
BANDARLAMPUNG - Pihak keluarga Satono memastikan bupati Lampung Timur nonaktif tersebut masih berada di rumahnya di Lampung dan tidak pergi ke luar negeri.
Pasca putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) yang memvonisnya hukuman 15 tahun penjara, Satono tetap melakukan kegiatan harian seperti biasa di kediaman pribadinya di Gang Langgar, Jalan Pangeran Antasari, Tanjungkarang Timur, Bandar Lampung.
Kepastian tersebut diungkapkan anak sulung Satono, Risano A Wiryawan dan besannya, Domiril Hakim Yohansyah, Rabu (21/3/2012).
Risano Wiryawan mengaku kecewa dengan pemberitaan salah satu media massa yang menulis Satono telah menghilang dan pergi ke Singapura untuk berobat. Pria yang akrab disapa Wawan ini dengan tegas membantah informasi yang ia nilai telah mencemarkan nama baik ayahnya.
"Demi Allah, kabar itu sama sekali tidak benar. Informasi itu telah mencemarkan nama baik bapak (Satono). Bapak bukan orang pengecut yang lari dari masalah. Bapak juga dalam kondisi sehat," kata Wawan melalui sambungan telepon.
Bantahan senada diungkapkan Domiril Hakim. Mertua Wawan ini mengaku sangat kecewa dengan pemberitaan yang ia sebut telah mengembuskan isu tidak benar itu. "Berita ngawur itu. Satono itu bupati nonaktif yang terzalimi, bukan penjahat perang. Dia tahu aturan dan taat hukum," ungkap pria yang biasa dipanggil Panglima.
Wawan dan Domiril bahkan siap menjaminkan diri dan nama baiknya untuk Satono. Keduanya pun meyakinkan kepada publik dan penegak hukum bahwa Satono tidak mungkin lari dari proses hukum yang tengah dijalaninya.
"Status saya masih PNS (pegawai negeri sipil). Saya jaminannya. Saya siap menjamin bahwa Bapak tidak mungkin (lari) ke mana-mana," imbuh Wawan.
Menurut Wawan, selama ini Satono masih rutin menjalani kesibukannya dengan berdoa dan melakukan kunjungan rohani ke pesantren-pesantren, dan masjid-masjid yang tak jauh dari rumahnya.
"Tapi sekarang lebih banyak di rumah, Mas. Walaupun dinyatakan bersalah, Bapak tidak pernah meninggalkan salat dan doa. Ia tetap tawakal," ujarnya.
Wawan mengakui, sejak keluar putusan MA yang menjatuhkan vonis bersalah terhadap ayahnya, pihak keluarga memutuskan untuk menyerahkan segala proses hukum kepada pengacara. Selain itu, terus Wawan, keluarganya juga membatasi tamu yang datang untuk menemui Satono, termasuk wartawan.
"Kami memang memutuskan agar Bapak tidak ditemui (wartawan) secara langsung. Karena proses hukum sudah diserahkan kepada pengacara," katanya.
Pasca putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) yang memvonisnya hukuman 15 tahun penjara, Satono tetap melakukan kegiatan harian seperti biasa di kediaman pribadinya di Gang Langgar, Jalan Pangeran Antasari, Tanjungkarang Timur, Bandar Lampung.
Kepastian tersebut diungkapkan anak sulung Satono, Risano A Wiryawan dan besannya, Domiril Hakim Yohansyah, Rabu (21/3/2012).
Risano Wiryawan mengaku kecewa dengan pemberitaan salah satu media massa yang menulis Satono telah menghilang dan pergi ke Singapura untuk berobat. Pria yang akrab disapa Wawan ini dengan tegas membantah informasi yang ia nilai telah mencemarkan nama baik ayahnya.
"Demi Allah, kabar itu sama sekali tidak benar. Informasi itu telah mencemarkan nama baik bapak (Satono). Bapak bukan orang pengecut yang lari dari masalah. Bapak juga dalam kondisi sehat," kata Wawan melalui sambungan telepon.
Bantahan senada diungkapkan Domiril Hakim. Mertua Wawan ini mengaku sangat kecewa dengan pemberitaan yang ia sebut telah mengembuskan isu tidak benar itu. "Berita ngawur itu. Satono itu bupati nonaktif yang terzalimi, bukan penjahat perang. Dia tahu aturan dan taat hukum," ungkap pria yang biasa dipanggil Panglima.
Wawan dan Domiril bahkan siap menjaminkan diri dan nama baiknya untuk Satono. Keduanya pun meyakinkan kepada publik dan penegak hukum bahwa Satono tidak mungkin lari dari proses hukum yang tengah dijalaninya.
"Status saya masih PNS (pegawai negeri sipil). Saya jaminannya. Saya siap menjamin bahwa Bapak tidak mungkin (lari) ke mana-mana," imbuh Wawan.
Menurut Wawan, selama ini Satono masih rutin menjalani kesibukannya dengan berdoa dan melakukan kunjungan rohani ke pesantren-pesantren, dan masjid-masjid yang tak jauh dari rumahnya.
"Tapi sekarang lebih banyak di rumah, Mas. Walaupun dinyatakan bersalah, Bapak tidak pernah meninggalkan salat dan doa. Ia tetap tawakal," ujarnya.
Wawan mengakui, sejak keluar putusan MA yang menjatuhkan vonis bersalah terhadap ayahnya, pihak keluarga memutuskan untuk menyerahkan segala proses hukum kepada pengacara. Selain itu, terus Wawan, keluarganya juga membatasi tamu yang datang untuk menemui Satono, termasuk wartawan.
"Kami memang memutuskan agar Bapak tidak ditemui (wartawan) secara langsung. Karena proses hukum sudah diserahkan kepada pengacara," katanya.
Tepis
Sebelumnya diberitakan, kuasa hukum Satono, bupati Lampung Timur nonaktif, Sofian Sitepu juga membantah klien-nya kabur keluar negeri. "Pak Satono tidak pergi jauh-jauh, apalagi sampai ke luar negeri. Apa pun yang terjadi, ia akan hadapi" kata Sitepu.
Saat ini, dia menjelaskan, mungkin bersankutan sedang menyepi, berdoa mendekatkan diri kepada Tuhan atau semacamnya. Yang jelas bukan lari, sambung Sitepu.
Satono bahkan berencana mengajukan peninjauan kembali (PK) terkait putusan Mahkamah Agung yang memvonis Satono 15 tahun penjara.
"Tetapi, kami masih menunggu salinan putusan MA. Kami kan harus membacanya jeli untuk menyusun memori PK. Namun, bagaimanapun, kami menghargai putusan MA itu," tutur Sopian Sitepu.
Hingga saat itu, Satono sulit ditemui. Rumah kediamannya di Jalan Antasari, Bandar Lampung, terlihat sepi. Hanya terlihat sejumlah karyawannya yang enggan berkomentar mengenai perkara yang menimpa Satono.
Satono, yang divonis 15 tahun penjara oleh Mahkamah Agung, diyakini tidak melarikan diri ke luar negeri. Ia telah dicekal oleh kejaksaan. Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Lampung M Serry S, Rabu (21/3/2012), lalu mengatakan, sejak Oktober 2011 lalu, Satono dicekal oleh kejaksaan. Pencekalan ini berlaku hingga April 2012 mendatang.
Kejati juga akan segera menahan Bupati Lampung Timur nonaktif, Satono. Harta bendanya pun akan disita apabila tidak mampu mengembalikan uang ganti rugi sebesar Rp 10,58 miliar kepada negara.
"Apabila uang (hasil penyitaan aset Satono) tidak cukup, maka hukumannya akan ditambah tiga tahun (penjara). Jadi, bisa 18 tahun di penjara. Sungguh hukuman yang berat," ujar Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Lampung M Serry S, Rabu (21/3/2012).
Sebelumnya, melalui putusan kasasi Senin lalu, Mahkamah Agung (MA) memvonis Satono dengan hukuman 15 tahun penjara dan denda Rp 50 juta subsider enam bulan penjara ditambah ganti rugi senilai Rp 10,58 miliar. Jika tidak mampu membayar ganti rugi ini, hukuman penjaranya ditambah 3 tahun.
Satono dianggap bersalah menempatkan dana APBD senilai Rp 119 miliar ke Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Tripanca Sediana yang tidak dijamin Lembaga Penjamin Simpanan untuk mendapatkan bunga belasan miliar rupiah. Dana Rp 119 miliar itu lalu tidak bisa dicairkan menyusul pailitnya BPR itu. Vonis MA terhadap Satono merupakan yang terberat sepanjang sejarah untuk jabatan kepala daerah di Indonesia.