TUTUP
Nasional

Di Balik Penggusuran Pasar Unit II Diduga Ada Adu Domba

Admin
11 March 2012, 7:54 PM WAT
Last Updated 2012-03-11T12:54:24Z
JAKARTA - Bentrokan dalam proses penggusuran Pasar Dwi Warga Tunggal Jaya, Lampung, Senin (20/2), diduga ulah oknum tertentu yang berusaha mengadudomba antara masyarakat pribumi dengan pendatang.

Sinyalemen itu diungkapkan Willi Dirgantara, salah seorang pedagang, dalam konferensi pers di Kantor Komnas HAM, Jumat (9/3). "Kami mencurigai ada skenario besar dari beberapa oknum untuk mengadu domba antara masyarakat pendatang dengan etnis Lampung," ujar Willi, seusai mengadukan kasus kekerasan yang dialami pedagang kepada Komnas HAM di Jakarta.

Peristiwa itu terjadi, Jumat (17/2), saat sekelompok orang melakukan unjuk rasa menuntut Bupati Tulang Bawang untuk membongkar pasar. Pengunjuk rasa merupakan warga pribumi yang tinggal di beberapa desa di sekitar pasar.

Menurut Eva Gultom, pedagang lainnya, sebenarnya pedagang di pasar tersebut merupakan campuran antara warga pribumi dan pendatang. “Pada waktu demonstrasi, Jumat (17/2), mereka (para pengunjuk rasa, Red.) menyatakan siap mengawal proses pengusuran pasar. Hal tersebut dapat memicu bentrokan antar-warga secara besar-besaran,” ujar Eva.

Sehat Damanik, kuasa hukum pedagang Pasar Dwi Warga Tunggal Jaya, mengungkapkan, bila sampai terjadi bentrokan antara warga pribumi dengan pedagang yang jumlahnya mencapai ribuan orang itu, bentrokan ini menjadi kerusuhan seperti kasus Mesuji.

Saat penggusuran, terjadi bentrokan antara pedagang yang didominasi kaum wanita dengan para eksekutor, dari Satpol PP, aparat Pemkab Tulang Bawang, dan kelompok preman, Senin (20/2). Bentrokan ini mengakibatkan 16 pedagang mengalami luka. Bentrokan ini dipicu oleh tindakan kekerasan yang dilakukan sejumlah preman dalam proses penggusuran.

Selain masalah penggusuran pasar, pada pedagang juga mengadukan masalah kepemilikan lahan yang dijadikan terminal angkut barang. Menurut Damanik, sebidang lahan seluas 5000 meter persegi, yang dibeli para pedagang pasar secara swadaya, diserahkan oleh Pemda Lampung kepada pihak kontraktor.

“Karena ada permasalahan administrasi, sertifikat itu diwakilkan kepada satu orang. Namun karena orang tersebut curang, sertifikat itu dihibahkan kepada Pemda, yang kemudian diserahkan kepada pihak swasta," ujar Damanik.

Padahal, para pedagang merasa tidak pernah mengalihkan kepemilikan tanah tersebut. Saat ini, pedagang mengupayakan untuk merebut kembali tanah mereka melalui gugatan di pengadilan negeri. (gtr)
close