BANDAR LAMPUNG - Pada pertengahan 2022 lalu, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyebutkan Indonesia terletak di wilayah gempa megathrust.
Gempa megathrust yakni gempa skala besar (magnitudo 8,9 ke atas) dan berpotensi tsunami setinggi 34 meter atau setara dengan tsunami Aceh pada 2004 lalu.
Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melalui Pusat Riset Teknologi Hidrodinamika (PRTH), Widjo Kongko pada akhir November 2022 mengatakan, ada tiga wilayah di Indonesia sangat berpotensi terkena gempa megathrust yakni Selat Sunda, Selat Jawa, dan Selat Bali.
Mereka memprediksi hal itu karena sudah lebih dari 400 tahun tidak ada aktivitas tektonik di tiga wilayah ini. Sehingga ketenangan tersebut bisa menyebabkan gempa yang cukup besar.
Widjo mengatakan, prediksi ini tentu bisa menjadi pengingat bagi masyarakat khususnya untuk pemerintah tiap daerah untuk mitigasi wilayah masing-masing. Lalu bagaimana persiapan mitigasi di Lampung saat ini?
Menghadapi isu tersebut, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Lampung, Rudy Sjawal Sugiarto mengaku kabar BMKG tersebut sempat membuat semua daerah di Indonesia ketar-ketir.
“Pernyataan itu memang sudah jadi bola liar kemana-mana waktu itu. Megathrust akan terjadi di wilayah antara Pulau Jawa dan Sumatera,” ungkapnya, Rabu (7/12/2022).
Ia menyebutkan, sebenarnya tidak hanya Indonesia punya potensi terkena gempa megathrust melainkan di hampir semua negara.
Oleh karenanya Pemerintah Provinsi Lampung selalu mempersiapkan mitigasi bencana khususnya untuk gempa dan tsunami.
“Karena kita gak pernah tahu bencana itu kapan terjadinya, maka kita selalu lakukan persiapan dini,” ujar Rudy, dilansir IDN Times.
Rudy melanjutkan tahap mitigasi di Provinsi Lampung sudah berada di tahap kesiap siagaan dan sudah bukan lagi kepada tahap darurat dan rehabilitasi rekonstruksi.
“Kami di BPBD provinsi sudah membentuk desa tanggap bencana di wilayah yang rentan terhadap tsunami. Khususnya di pesisir Lampung seperti di Kunjir Lampung Selatan,” kata Rudy.
Ia menjelaskan, masyarakat di sana sudah dilatih secara mandiri agar bisa melihat tanda bencana dan tanggap bencana.
Sehingga ketika bencana datang mereka sudah tidak terlalu panik dan tahu apa yang akan dilakukan.
“Mereka bisa mengakses informasi BMKG baik itu cuaca atau potensi bencana seperti tsunami dan gempa,” ujar Rudy.
Selain itu kesiap siagaan lainnya adalah berkoordinasi dengan BNPB, melakukan pembentukan forum relawan, membentuk forum pengurangan risiko bencana yang di dalamnya terdapat pemerintah, swasta, akademisi, masyarakat, dan media.
“Jalur evakuasi di wilayah rawan tsunami juga tentu sudah ada di daerah yang lebih tinggi. Kita juga sudah ada penampungan sementara juga di sana,” kata Rudy.
Selain itu, pihaknya selalu mengupayakan setiap kabupaten/kota untuk selalu menyediakan stok logistik dan rencana kontruksi bencana di daerahnya masing-masing.
“Logistik kita ada bahan makanan dan untuk kebersihan. Setiap kabupaten/kota selalu menyediakan stok bencana yang ada di kabupaten/kota. Ini bukan hanya untuk bencana gempa dan tsunami saja tapi juga lainnya,” katanya.
Meski tersedia, Rudy juga mengaku logistik untuk darurat bencana memang tidak bisa dibandingkan dengan jumlah masyarakat yang bisa mendapatkan bantuan tersebut.
Namun pihaknya selalu berhubungan baik dengan BNPB sehingga dapat meminta bantuan tambahan logistik.
Ia mengatakan selama 2022, bencana hidrometeorologi banyak mendominasi di wilayah Lampung sampai akhir 2022 seperti banjir, tanah longsor, dan puting beliung.
“Jadi logistik itu digunakan juga untuk itu. Tapi untuk bencana besar, masyarakat Lampung ini kan terkenal guyub seperti banjir waktu itu dari berbagai arah sandang pangan semua itu banyak yang datang. Yang penting logistik kita tersedia untuk keadaan darurat,” kata Rudi.
Selain itu, ia juga mengatakan, untuk kebutuhan anak dan wanita juga tersedia di dalam higienis kit. Meski tak banyak pempers dan pembalut selalu tersedia. (*)