TUTUP
TUTUP
HeadlineHukum

Kepala BPOM Penny Sewot Ditanya soal Gugatan PTUN Kasus Gagal Ginjal Akut

Admin
16 December 2022, 10:39 AM WAT
Last Updated 2022-12-18T11:19:52Z
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Penny Kusumastuti Lukito (Foto: Istimewa)

JAKARTA - Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Penny Kusumastuti Lukito tidak mau berkomentar soal kesiapan pihaknya menghadapi gugatan kasus gagal ginjal akut di PTUN.


Ia tampak cuek dan enggan memberi tanggapan saat ditanyai wartawan. 


"No comment, enggak sekarang ya kalau ditanya," ujar Penny, usai acara KemenkumHAM di Kampus Poltekip-Poltekim Tangerang pada Kamis, 15 Desember 2022. 


Penny juga tidak ingin memberi tahu bagaimana perkembangan gugatan PTUN terhadap BPOM.


Ia hanya memberikan senyuman dari dalam mobil dan tidak mau berbicara banyak terkait gugatan itu. 


"Nanti ya," kata Penny, dilansir Tempo


Sebelumnya, ketua Komunitas Konsumen Indonesia (KKI), David Tobing mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum penguasa yang dilakukan oleh BPOM ke PTUN pada 11 November 2022.


Ia mengaku telah menyampaikan petitum agar majelis hakim menyatakan BPOM RI melakukan perbuatan melawan hukum penguasa. 


Kemudian, meminta majelis hakim menghukum BPOM RI untuk melakukan pengujian seluruh obat sirup yang telah diberikan izin edar. 


Terakhir, meminta majelis hakim menghukum BPOM RI untuk meminta maaf kepada konsumen dan masyarakat Indonesia.


Gugatan diajukan karena BPOM dinilai telah melakukan pembohongan publik sehingga cukup beralasan digugat perbuatan melawan hukum penguasa.


“Pertama karena tidak menguji sirup obat secara menyeluruh. Pada 19 Oktober 2022, BPOM RI sempat mengumumkan 5 obat memiliki kandungan cemaran EG/DEG. Namun pada 21 Oktober BPOM RI merevisi dua obat dinyatakan tidak tercemar,” kata David melalui keterangan tertulis pada 14 November 2022.


Kedua, pada 22 Oktober lalu, BPOM mengumumkan 133 obat dinyatakan tidak tercemar. Kemudian pada 27 Oktober, BPOM RI menambah 65 obat sehingga total 198 obat tidak tercemar EG dan DEG oleh pengumuman BPOM. 


Namun pada 6 November BPOM menyatakan hanya 14 obat sirop dari 198 obat sirop yang tercemar EG/DEG.


“Konsumen dan masyakat Indonesia seperti dipermainkan. Tindakan tersebut jelas membahayakan karena BPOM tidak melakukan kewajiban hukumnya untuk mengawasi peredaran sirop obat dengan baik,” ujar David.


Alasan ketiga yakni tindakan BPOM untuk mengawasi obat sirop ini tergesa-gesa. 


Selain itu, tindakan BPOM yang melimpahkan pengujian obat sirop kepada industri farmasi merupakan pelanggaran asas umum pemeringahan yang baik, yakni asas profesionalitas.


“Badan publik seperti BPOM seharusnya melakukan tugas dan wewenang untuk menguji sendiri, bukan diserahkan ke industri farmasi,” tuturnya. (*)

close