TUTUP
TUTUP
Kesehatan

Menkes Minta Masyarakat Mampu Tidak Bebani Negara lewat Pembiayaan BPJS Kesehatan

Admin
23 November 2022, 6:46 PM WAT
Last Updated 2022-11-24T23:12:13Z
Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin (Foto: Istimewa)

JAKARTA - Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin berharap orang kaya atau masyarakat golongan ekonomi mampu tak membebani negara melalui pembiayaan kesehatan oleh BPJS Kesehatan. 


Oleh karena itu, Kementerian Kesehatan tengah merencanakan kombinasi biaya perawatan asuransi kesehatan antara pemerintah dan swasta. 


"Kita harapkan masyarakat mampu tidak membebani BPJS atau negara, tapi membayar sendiri melalui swasta," ujar Budi Gunadi dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR seperti dikutip dari tayangan YouTube DPR, dilansir Tempo, Rabu, 23 November 2022.


Kolaborasi BPJS Kesehatan dan asuransi swasta telah dibahas sejak awal tahun ini. 


Kementerian Kesehatan sudah berkoordinasi dengan penyedia asuransi tambahan atau asuransi swasta untuk mengakomodasi keinginan pasien dengan golongan tertentu yang hendak mendapatkan perawatan lebih premium. 


Koordinasi dilakukan agar tidak terjadi duplikasi pembayaran premi.


Kerja sama swasta dan BPJS Kesehatan


Budi Gunadi menjelaskan, saat ini, pembahasan peningkatan peran asuransi swasta bersama BPJS Kesehatan telah mencapai beberapa kemajuan. 


Salah satunya adalah Kemenkes yang telah mendorong integrasi pembayaran iuran jaminan kesehatan nasional (JKN) ke produk asuransi kesehatan tambahan (AKT) untuk meningkatkan cakupan peserta JKN. 


Selain itu, telah terjadi kesepakatan skema pembayaran klaim. Penjamin lain atau AKT dapat berperan sebagai pihak pertama pembayar asuransi selain BPJS Kesehatan. 


Selanjutnya, Kemenkes telah memastikan adanya perbaikan sistem informasi untuk memudahkan proses administrasi atau billing, memonitor dan mengevaluasi, serta mencegah moral hazard. 


Kemudian, integrasi ini juga telah dituangkan baik dalam Revisi Permenkes Nomor 52 tentang standar tarif maupun Perpres Jaminan Kesehatan.


Budi Gunadi menuturkan, semua kebijakan ini dilakukan agar BPJS Kesehatan tak terlampau menanggung beban.


"Bagaimana kita kerja sama dengan asuransi swasta mengkombinasikan pembayaran atau coverage yang dilakukan swasta agar tidak semua beban ditanggung BPJS, khususnya masyarakat berpenghasilan tinggi atau mampu sehingga BPJS Kesehatan bisa kita prioritaskan masyarakat yang memang tidak mampu," tuturnya. 


Seiring dengan rencana kolaborasi BPJS Kesehatan dan asuransi swasta, pemerintah tengah merembuk penyesuaian tarif BPJS Kesehatan.


Budi Gunadi mengutarakan penyesuaian perlu dilakukan lantaran tarif BPJS Kesehatan tak berubah sejak 2014.


"Kita harapkan, karena harga sudah berubah, jadi kita sesuaikan. Tarif dari sisi fairness dan equity antar-FKTP juga perlu ditingkatkan," katanya. 


Dalam hal ini, pemerintah akan meningkatkan peran rumah sakit kelas C dan D sehingga layanan pasien tidak menumpuk di RS kelas A. 


Kemudian, pemerintah berencana menerapkan kapitasi tidak sama rata atau tergantung risiko per daerahnya.


Daerah yang populasinya tua, kata Budi Gundi, tidak bisa disamakan dengan daerah mayoritas populasinya anak muda.


"Misalnya Yogya, banyak yang populasinya tua, sehingga beban puskesmasnya lebih tinggi dibandingkan Bali. Sehingga, kapitasi di-adjust sesuai risiko daerah," ucapnya. 


Konglomerat pakai BPJS Kesehatan


Selain meminta agar masyarakat kaya tak menjadi beban bagi BPJS Kesehatan, Budi Gunadi pun menyoroti konglomerat yang mendapatkan layanan kesehatan dari asuransi tersebut. 


Dia menyatakan akan melihat pengguna BPJS Kesehatan berdasarkan tagihan listriknya.


"Saya mau lihat, seribu orang yang expense-nya di BPJS, saya mau tarik datanya. Saya mau lihat tagihan PLN bayarnya berapa kVA. Kalau kVA nya udah di atas 6.600, ya pasti itu adalah orang yang salah,” ujar Budi Gunadi seperti dikutip dari Bisnis.


Imbasnya, Budi mengimbuhkan, kondisi itu mengakibatkan keuangan BPJS Kesehatan berpotensi negatif. Dia pun akan meminta Dewan Pengawas BPJS Kesehatan melakukan mitigasi risiko. 


"Itu siapa yang top one thousand paling banyak, kita lihat siapa spending-nya paling banyak habis. Itu paling gampang dilihat dari NIK dan listrik. Kalau enggak, sama limit kartu kredit itu bisa dilihat, karena itu bukan orang yang tepat kita bayarin,” tuturnya. (*)

close