TUTUP
TUTUP
HeadlineHukum

Jaksa Sumsel Jadi Tersangka di Lampung, Kajati: Pemeriksaan Harus Izin Jaksa Agung

Admin
22 November 2022, 10:37 AM WAT
Last Updated 2022-11-24T23:12:18Z
Kepala Kejati (Kajati) Sumsel, Sarjono Turin (Foto: Istimewa)

SUMSEL – Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Lampung telah menetapkan jaksa berinisial AM menjadi tersangka dalam kasus mafia tanah penyerobotan dan pemalsuan menggunakan sertifikat asli di Desa Malangsari, Kecamatan Tanjung Sari, Lampung Selatan seluas 10 Hektare.


Jaksa AM saat ini berdinas di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Selatan (Sumsel) dengan menjabat salah satu Kepala Seksi (Kasi) di Bidang Intelijen.


Menanggapi ada anak buahnya ditetapkan tersangka oleh Polda Lampung, Kepala Kejati (Kajati) Sumsel, Sarjono Turin, mengaku menghormati keputusan penyidik Polda Lampung yang menetapkan Jaksa AM sebagai tersangka atas kasus tanah.


“Ya saya menghormati itu (penetapan tersangka AM). Saya baru tahu kabar penetapan tersangka AM tadi pagi. Yang jelas dalam menetapkan seseorang menjadi tersangka itu pasti sudah cukup alat bukti,” ujarnya, Senin (21/11/2022).


Namun, untuk melakukan pemeriksaan terhadap anak buahnya itu harus ada ijin dari pimpinan jika institusi lain ingin memeriksa jaksa yang diduga sedang berperkara.


“Jadi tidak serta merta memanggil-manggil saja. Mereka (Polda Lampung) harus mengirimkan surat meminta ijin memeriksa kepada Jaksa Agung,” tegas Sarjono, dilansir Monevonline.


Sampai saat ini, lanjut Sarjono, Jaksa AM masih menjabat Kasi di Kejati Sumsel. 


“Masih menjabat Kasi di Bagian Intelijen. Belum dinonjobkan,” ujar Sarjono.


Dalam pedoman Kejaksaan Agung, pemberian izin Jaksa Agung atas pemanggilan, pemeriksaan, penangkapan, dan penahanan terhadap jaksa yang diduga melakukan tindak pidana.


Aturan itu tertuang dalam Pedoman Nomor 7 Tahun 2020 tertanggal 6 Agustus 2020 dan ditandatangani oleh Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin.


Pedoman ini bertujuan untuk memberikan pelindungan kepada Jaksa untuk dapat menjalankan profesinya tanpa mendapatkan intimidasi, gangguan, godaan, campur tangan yang tidak tepat atau pembeberan yang belum diuji kebenarannya baik terhadap pertanggungjawaban perdata, pidana, maupun pertanggungjawaban lainnya,” demikian kutipan di dalam pedoman tersebut.


Adapun untuk dasar hukum yang digunakan ada lima rujukan yakni: Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana; Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia; Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban; Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia; dan Peraturan Jaksa Agung Nomor: PER-006/A/JA/07/2017 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia.


Burhanuddin juga melampirkan tata cara perolehan izin. Untuk memperoleh izin, instansi pemohon harus mengajukan permohonan izin pemanggilan, pemeriksaan, penggeledahan, penangkapan, dan penahanan jaksa yang disangka.


Permohonan sebagaimana harus dilengkapi dengan dokumen persyaratan, paling sedikit: surat pemberitahuan dimulainya penyidikan; laporan atau pengaduan; resume penyidikan atau laporan perkembangan penyidikan”; dan berita acara pemeriksaan saksi.


Nantinya berkas tersebut akan diperiksa oleh Asisten Umum Jaksa Agung, Asisten Khusus Jaksa Agung atau pejabat lainnya yang sudah ditunjuk. 


Mereka juga akan meneliti apakah dugaan tindak pidana yang dituduhkan kepada jaksa tersebut memang benar suatu perbuatan pidana atau sebagai bentuk intimidasi Jaksa dalam menjalankan profesinya.


Setelah itu, mereka akan berkoordinasi dengan Jaksa Agung Muda untuk memperoleh informasi dan pendapat mengenai jaksa yang disangkakan. 


Kemudian, Kejaksaan Agung akan melakukan ekspose dengan melibatkan satuan kerja terkait. 


Dari ekspose, Kejaksaan Agung bakal memutuskan apakah permohonan izin dari instansi pemohon dapat diterima apa tidak.


Persetujuan atau penolakan permohonan izin Jaksa Agung disampaikan oleh Asisten Umum Jaksa Agung, Asisten Khusus Jaksa Agung, atau pejabat lainnya yang ditunjuk kepada pimpinan instansi penyidik paling lama 2 (dua) hari kerja sejak persetujuan izin Jaksa Agung diterbitkan,” demikian pernyataan dalam pedoman.


Seperti diketahui, melalui Kabid Humas Polda Lampung, Kombes Zahwani Pandra Arsyad, membenarkan bahwa Jaksa AM sudah ditetapkan menjadi tersangka.


Untuk detail penanganan kasus ini, kata Pandra, nanti akan disampaikan langsung oleh pihak Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Lampung.


“Detailnya akan disampaikan oleh Pak Direktur Kriminal Umum nanti, yang jelas untuk oknum jaksa itu telah ditetapkan menjadi tersangka,” tegasnya.


Dalam kasus mafia tanah penyerobotan dan pemalsuan menggunakan sertifikat asli di Desa Malangsari, Kecamatan Tanjung Sari, Lampung Selatan.


Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Lampung telah menetapkan 5 orang tersangka. Dua diantaranya merupakan oknum pegawai BPN Lampung Selatan dan Pensiun Polri.


AM yang kini bertugas di Kejati Sumatera Selatan dengan jabatan Kasi E di bidang Intelijen diduga merupakan otak dari penyerobotan tanah ini karena 6 sertifikat yang dibuat atas namanya. (*)

close