TUTUP
TUTUP
Nasional

ICW: 67 Pendukung Jokowi di Kabinet-BUMN, Konflik Kepentingan Pintu Masuk Korupsi

Admin
14 November 2022, 10:53 AM WAT
Last Updated 2022-11-24T23:12:30Z
Kabinet pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) dan Ma'ruf Amin (Foto: Istimewa)

JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat ada 67 pendukung politik pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) dan Ma'ruf Amin yang mengisi kabinet hingga komisaris BUMN atau anak perusahaannya.


Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana mengatakan, sejak 2019 sampai hari ini ICW mencatat setidaknya 21 orang menduduki kursi kabinet Jokowi-Ma’ruf. 


Sedangkan, 46 orang mengisi komisaris di BUMN atau anak perusahaannya. 


“Berdasarkan catatan ICW setidaknya ada 21 kursi kekuasaan kabinet yang diberikan kepada orang Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma’ruf maupun pendukung politiknya sejak dilantik 2019 hingga saat ini,” kata Kurnia.


Hal itu diungkapkannya dalam konferensi pers virtual 'Evaluasi Tiga Tahun Pemerintahan Presiden Jokowi dan Wapres Ma’ruf Amin' yang digelar ICW, Ahad, 13 November 2022.


Kurnia mengatakan, memburuknya tata kelola pemerintahan dalam hal konflik kepentingan juga terjadi di perusahaan pelat merah atau BUMN. 


Menurutnya, ICW mencatat banyak sekali jabatan pengawas perusahaan atau komisaris BUMN yang dibagi-bagikan kepada pendukung Jokowi sejak dilantik, yang kemungkinan dipilih Menteri BUMN atas persetujuan Presiden Jokowi.


“Jumlahnya kalau kami lihat sekurang-kurangnya ada 46 orang pendukung politik Pak Jokowi, baik dari TKN maupun organisasi tertentu, atau organisasi relawan tertentu, yang menjadi komisaris BUMN atau anak perusahaannya hingga hari ini,” tutur Kurnia, dilansir Tempo.


Dia tidak mengenyampingkan bahwa angka ini akan bertambah, mengingat banyaknya BUMN dan anak perusahaannya. 


“Setidaknya kami mendapatkan data dari 2019-2022 ada 46 pendukung Jokowi-Ma’ruf Amin yang mendapat ‘jatah’ sebagai komisaris,” kata Kurnia.


Menurutnya, bagi-bagi ‘jatah’ ini adalah konflik kepentingan yang masih merajalela dan dibiarkan selama tiga tahun pemerintahan Presiden Jokowi. 


Pasalnya, praktik penyubur konflik kepentingan akan memperburuk tata kelola pemerintahan, terutama dalam upaya pemberantasan korupsi. 


Ia mengatakan Presiden Jokowi membiarkan atau bersikap permisif terhadap isu konflik kepentingan selama kepemimpinannya. 


“Kita tahu konflik kepentingan adalah pintu masuk tindak pidana korupsi,” kata Kurnia. (*)

close