TUTUP
LampungSeni Budaya

'Warahan Selip: Malam Ini Aku Tak Ingin Sendiri', Kejutan Teater Satu Lampung di JILF 2022

Admin
25 October 2022, 8:08 PM WAT
Last Updated 2022-10-31T00:29:03Z
Warahan Selip Teater Satu Lampung jadi oase di tengah festival sastra Internasional yang banyak mengambil tema global tapi luput terhadap tradisi lokal (Foto: Humas Dewan Kesenian Jakarta).

JAKARTA - Teater Satu Lampung memberikan kejutan dalam gelaran Jakarta International Literary Festival (JILF) 2022 .


Menampilkan pertunjukan realisme ala Stanislavsky, mereka membawa penonton untuk berpikir akan sastra, tradisi, hingga filsafat.


Kelompok teater yang didirikan pada 1996 ini tampil membawakan lakon berjudul Warahan Selip: Malam Ini Aku Tak Ingin Sendiri.


Pertunjukan mereka diadakan di Wahyu Sihombing Teater Taman Ismail Marzuki pada Ahad, 23 Oktober 2022.


Penonton sudah dibawa terpaku saat kelima pemain mulai naik ke atas panggung. Mereka yang tampil seperti orang grogi membuat penonton berpikir pertunjukan seperti apa yang mereka mainkan. 


Bahkan penonton seperti dibuat bingung pertunjukan ini sudah mulai atau belum. 


Para pemain mengenakan pakaian formil seperti Aparatur Sipil Negara. Hal ini makin membuat penonton kebingungan. 


Dengan dialek khas Lampung mereka menampilkan pertunjukan yang satir akan kondisi kesenian tradisi yang terjadi pada saat ini.


Mereka pun duduk di atas tikar pada panggung yang di sana sudah tergelar gambus, gitar, jimbe, rebana, kacang rebus, kopi, dan rokok. 


Mereka pun lalu memainkan musik dan tradisi sastra tutur Lampung saat pertunjukan. Lalu diselingi perdebatan filsafat antar pemain dengan dialog yang kocak hingga membuat terpingkal-pingkal.


Sang sutradara Iswadi Pratama mengungkapkan bahwa pertunjukan kali ini memang ditampilkan khusus untuk gelaran JILF 2022. 


Mereka menampilkan narasi ini sebagai bentuk kritik dan respons akan pergolakan festival sastra yang ada di Indonesia saat ini.


Dalam pertunjukan ini Iswadi mengungkapkan harapannya akan pemberian ruang terhadap pelaku kesenian daerah pada acara-acara sastra. 


Meski begitu, ia juga mengkritisi pelaku tradisi untuk tidak kaku pada modernisasi yamg terjadi.


"Problemnya itu ada juga, gesekan itu emang sudah ada. Jadi kita bukan berpihak pada sastra modernnya atau tradisinya. Kita cuma mau menyampaikan kalau problem ini ada. Di lingkungan seni tradisi ini ada. Asyik juga kalau dijadikan agenda diskusi. Kita berbicara tentang sastra hari ini, tentang isu yang cukup luas, tapi ada isu-isu yang ada di dekat kita harus ada juga yang dibicarakan," kata Is saat ditemui setelah pertunjukan, dilansir Tempo.


Ia menilai saat ini banyak pelaku sastra yang berbicara mengenai isu luas, namun abai terhadap apa yang terjadi di sekitar mereka. 


Hingga para pemain tradisi pun terkesan tidak diberi ruang pada festival-festival besar.


Masalah ini diungkapkan Iswadi tidak hanya terjadi di sastra tutur Lampung. Para pelaku wayang dan ludruk di Jawa pun terkesan mendapat stigma seperti itu. 


Masalah inilah yang menjadi pemantik pertunjukan yang ditampilkan Teater Satu pada Ahad malam.


"Harapannya kita ingin festival-festival sastra kayak JILF ini memberi ruang juga bagi sastra -satra tutur, tradisi. Karena itu juga bagian yang hidup di tengah masyarakat kita, dan ikut membangun kultur bangsa ini. Jadi saya kira kita nggak bisa mengesampingkan itu," ujarnya.


Iswadi mengungkapkan bahwa saat ini, ada banyak pelaku seni tradisi atau sastra tutur yang nasibnya sudah makin nggak jelas. Hal itu dikarenakan kurangnya ruang kepada para pegiat tradisi ini. 


"Kalau memang mendapat ruang ya pasti event-event formal gitu ya, seperti agenda pemerintah," ucapnya. (*)

close