TUTUP
Pendidikan

Nah! Beasiswa 5.000 Doktor Kemenag-LPDP Macet, Mahasiswa S3 Terkatung-katung di Australia

Admin
29 October 2022, 10:36 AM WAT
Last Updated 2022-12-04T02:10:57Z

Pertemuan mahasiswa S3 penerima Beasiswa 5.000 Doktor dengan Konjen RI di Sydney pada Jumat, 28 Oktober 2022. (Foto: Istimewa)


JAKARTA - Sebanyak 85 mahasiswa S3 di Australia penerima beasiswa 5.000 Doktor dari Kementerian Agama- Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) belum menerima haknya.


Hal itu diungkapkan salah satu mahasiswa S3 di Australia Imam Malik Riduan. 


Dia mengatakan sudah sembilan bulan uang beasiswa belum cair.


"Kami di sini benar-benar dalam kondisi sulit dan terpaksa kuliah sambil bekerja paruh waktu," ujar Imam, dilansir Tempo pada Jumat, 28 Oktober 2022.


Imam mengatakan pemerintah Indonesia dalam hal ini Kementerian Agama sebagai pemberi beasiswa belum menstransfer komponen-komponen beasiswa, seperti tunjangan hidup bulanan, uang SPP (tuitition fee), biaya riset, biaya keikutsertaan konferensi, serta biaya tunjangan keluarga dan tunjangan pembelian buku. 


Mahasiswa penerima beasiswa 5000 Doktor ini sebelumnya telah berkomunikasi dengan Direktorat Pendidikan Tinggi Islam Kementerian Agama. 


Dari hasil komunikasi itu, Kementerian Agama mengatakan keterlambatan pembayaran SPP karena adanya perubahan manajemen pengelola beasiswa. 


Hal itu juga telah disampaikan Kementerian Agama kepada pihak universitas di Australia.


Imam mengatakan pada 2019, dia mendapatkan beasiswa 5.000 Doktor dari Kementerian Agama. 


Pada tahun pertama dan kedua, beasiswa lancar, namun memasuki tahun ketiga mulai bermasalah. 


Sebetulnya, tahun kedua ketika pandemi Covid-19, uang beasiswa juga bermasalah. Dana riset tidak diberikan sesuai kebutuhan. 


Masing-masing mahasiswa diberikan dengan angka yang berbeda termasuk tunjangan biaya hidup. 


Di awal Januari 2022, Imam mengatakan beasiswa dialihkan ke LPDP dengan program joint The Ministry of Religious Affairs (MORA)-LPDP. 


Ketika itu, beasiswa macet. Biaya hidup tak kunjung ditransfer. Meski begitu, Kemenag sudah membayar SPP beberapa mahasiswa.


"Saya dan beberapa orang sudah bayar SPP. Tapi, masih banyak yang belum. Ada kampus yang menagih sampai mengancam melapor ke imigrasi untuk mencabut visa. Tapi, untuk biaya hidup kami semua belum ditransfer," ujar Imam.


Karena keterlambatan itu, Imam dan kawan-kawannya yang lain terpaksa bekerja paruh waktu untuk bisa bertahan hidup dan menyelesaikan sekolah S3. 


Imam yang merupakan kandidat PhD di School of Social Sciences, Western Sydney University saat ini bekerja paruh waktu sebagai tenaga kebersihan di salah satu sekolah di Sydney Barat.


"Saya harus bekerja 6 jam per hari untuk bisa hidup sederhana. Saya menumpang pindah-pindah tempat tinggal agar bisa menekan biaya hidup" ujar Imam.


Dia bersama kawan-kawannya telah bertemu dengan perwakilan pemerintah RI di masing-masing wilayah untuk meminta kejelasan dan pencairan beasiswa. 


Kusuma Dewi, Penerima Beasiswa asal Yogyakarta yang saat ini belajar di Western Sydney University mengatakan Kemenag berjanji segera menstransfer tuition fee paling lambat pada 31 Oktober.


Hal itu, kata dia, berdasarkan sebuah dokumen yang ditandatangani secara elektronik oleh Direktur Jenderal Pendidikan Islam, Ali Ramdhani. 


Adapun besaran beasiswa untuk tunjangan hidup $2500 Dolar Australia atau sekitar Rp 24,9 juta.


Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama M. Ali Ramdhani belum merespons pertanyaan mengenai macetnya beasiswa tersebut. Begitu pula dengan Direktur Utama LPDP Andin Hadiyanto. (*)

close