TUTUP
Hukum

Kasus Korupsi DLH Bandar Lampung, Kejati Temukan Fakta Retribusi Sampah Tidak Disetorkan

Admin
21 September 2022, 2:00 PM WAT
Last Updated 2022-09-22T00:38:41Z
Eks Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Bandar Lampung, Sahriwansah (tengah). Foto: Istimewa

BANDAR LAMPUNG - Tim Penyidik Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung kembali memeriksa delapan saksi kasus korupsi retribusi sampah Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Bandar Lampung tahun anggaran 2019, 2020, dan 2021, Selasa (20/9/2022).


Kasi Penkum Kejati Lampung, I Made Agus Putra mengatakan, pihaknya memeriksa tujuh penagih retribusi dan UPT DLH Kota Bandar Lampung, serta seorang dari perwakilan perusahaan pencetak karcis yakni CV Tawakal.


"Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memberikan keterangan, guna kepentingan penyidikan tentang suatu perkara pidana yang mereka dengar, lihat, dan alami sendiri," ujarnya.


Delapan saksi tesebut yakni PTI, KRM, HWZ, PNO, SLN, IJ, dan ES selaku penagih dinas dan UPT DLH Kota Bandar Lampung, yang berkaitan dugaan korupsi pemungutan retribusi sampah kurun waktu tahun anggaran 2019, 2020, dan 2021.


Satu dari unsur pihak swasta selaku perwakilan perusahaan pencetak karcis retribusi sampah DLH Bandar Lampung, CV Tawakal berinisial YY.


"Ini upaya kami menemukan fakta hukum tentang tindak pidana korupsi, serta bertujuan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi berkas perkara yang dimaksud," terang Made, dilansir IDNTimes.


Tim Penyidik Kejati Lampung sebelumnya juga telah memeriksa delapan saksi yaitu pembantu bendahara DLH Kota Bandar Lampung inisial HY dan para petugas penagih pada dinas setempat yaitu, HCS, SHS, BNS, YS, JK, ISN, dan YRS.


Menurut I Made, pemeriksaan para saksi juga bertujuan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi berkas perkara tindak pidana korupsi dalam pemungutan retribusi sampah DLH Kota Bandar Lampung.


"Sebelumnya, dalam tahap penyelidikan seperti kita ketahui bersama terdapat beberapa fakta yang harus didalami pada kegiatan korupsi tersebut," ungkapnya.


Dalam tahap penyelidikan lalu, tim penyidik telah menemukan fakta perbedaan antara jumlah cetakan karcis retribusi, dengan jumlah karcis porporasi dan yang diserahkan ke petugas pemungut retribusi.


Berdasarkan temuan selisih tersebut, penyidik kemudian menemukan pembayaran retribusi sampah dari masyarakat tidak disetorkan sepenuhnya ke kas daerah, tapi digunakan untuk kepentingan lain dan pribadi orang tertentu.


Rinciannya, Rp5.070.275.600 di tahun anggaran 2019, Rp7.806.667.000 (2020), dan Rp21,8 miliar (2021).


"Total perkiraan selisih pungutan retribusi yang diduga tak disetorkan ke kas negara, sebesar Rp34.676.942.600," jelas Made. (*)

close