TUTUP
HeadlineHukum

Kabid Pajak BPPRD Bandar Lampung dan Lima Penagih Diperiksa Kasus Korupsi Sampah DLH

Admin
27 September 2022, 9:59 PM WAT
Last Updated 2022-09-30T01:58:26Z
Kasi Penkum Kejati Lampung, I Made Agus Putra (Foto: Istimewa)

BANDAR LAMPUNG - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung memeriksa Kepala Bidang Pajak pada Badan Pengelolaan Pajak dan Retribusi Daerah (BPPRD) dan lima penagih UPT Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Bandar Lampung, Senin (26/9/2022).


Kasi Penkum Kejati Lampung, I Made Agus Putra A mengatakan, pemanggilan tersebut terkait agenda pemeriksaan saksi, kasus dugaan korupsi retribusi sampah pada DLH Bandar Lampung tahun anggaran 2019-2021.


"Pemeriksaan saksi ini dilakukan untuk memberikan keterangan, guna kepentingan penyidikan suatu perkara pidana yang ia dengar, lihat, dan alami sendiri untuk menemukan fakta hukum tentang tindak pidana korupsi," ujarnya.


Made menjelaskan, para saksi dipanggil tersebut merupakan AS. Ia diperiksa sebagai saksi terkait tugasnya sebagai Kepala Bidang Pajak pada BPPRD Kota Bandar Lampung.


Kemudian 5 penagih UPT DLH Kota Bandar Lampung masing-masing RDS di Kecamatan Tanjungkarang Pusat, FY (Bumi Waras), DS (Way Halim), AN (Labuhan Ratu), SMS (Telukbetung Selatan) tahun anggaran 2019, 2020, hingga 2021.


"Pemeriksaan saksi bertujuan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi berkas perkara tindak pidana korupsi, dalam pemungutan retribusi sampah DLH Kota Bandar Lampung," ungkapnya.


Dalam penanganan penyelidikan perkara dugaan korupsi tersebut, kejaksaan setempat kurang lebih telah memanggil dan memeriksa saksi sebanyak 37 orang.


Di antaranya Pembantu Bendahara DLH inisial MRK dan Kabid Pajak BPPRD Kota Bandar Lampung, AS.


Selain itu, pemeriksaan sebagai besar masih berkutat pada pemanggilan para penagih retribusi sampah di DLH Kota Bandar Lampung, dalam kurun waktu tindak pidana korupsi berlangsung.


Selisih uang hampir Rp34 miliar


Merujuk temuan penyelidikan masih terus berjalan, Made melanjutkan, tim penyidik telah menemukan fakta perbedaan antara jumlah cetakan karcis retribusi, dengan jumlah karcis porporasi dan yang diserahkan ke petugas pemungut retribusi.


Berdasarkan temuan selisih tersebut, penyidik kemudian menemukan pembayaran retribusi sampah dari masyarakat tidak disetorkan sepenuhnya ke kas daerah, tapi digunakan untuk kepentingan lain dan pribadi orang tertentu.


Rinciannya, Rp5.070.275.600 di tahun anggaran 2019, Rp7.806.667.000 (2020), dan Rp21,8 miliar (2021). Total Rp34.676.942.600.


"Temuan faktanya, mekanisme pengelolaan retribusi sampah tidak sesuai dengan yang telah ditentukan, dimana objek retribusi di pungut namun tidak disetorkan ke kas negara," kata Made. (*)

close