TUTUP
HeadlineHukum

Ferdy Sambo Diduga Sakit Jiwa Superpower, Begini Penjelasannya

ADMIN
15 September 2022, 5:47 PM WAT
Last Updated 2022-09-15T17:14:56Z
Ferdy Sambo (Foto: Istimewa)

JAKARTA - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM menduga tersangka pembunuhan berencana terhadap Brigadir J, Ferdy Sambo mengalami masalah kejiwaan, yakni sifat superpower.


Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik menyebut Sambo memiliki sifat itu karena jabatannya sebagai Kadiv Propam Polri sekaligus Ketua Satgasus Merah Putih.


Lantaran merasa berkuasa, Sambo meyakini dirinya dapat mempengaruhi pihak-pihak yang akan membongkar kejahatannya.


“Bisa jadi psikopat, tapi ini bisa karena superpower itu,” kata Taufan saat diwawancara langsung di Gedung Komnas HAM, Jakarta Pusat, dilansir dai Tempo pada Kamis 15 September 2022.


Sifat Superpower


Superpower merupakan istilah dalam Bahasa Inggris, artinya adikuasa.


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia atau KBBI, adikuasa merupakan sesuatu yang memiliki kekuatan amat besar atau luar biasa. Istilah ini kerapnya dikaitkan dengan suatu negara atau bangsa. 


Tetapi dapat juga dikaitkan dengan sifat seseorang yang merasa berkuasa, sehingga membuatnya berlaku jemawa.


Contoh negara adikuasa adalah Amerika Serikat. Disebut adikuasa lantaran memiliki angkatan perang yang kuat, serta industri dan ekonomi yang maju, bahkan pasca Perang Dunia II. Karena adikuasa, negara itu bisa memberikan pengaruh kepada negara lainnya.


Demikian pula dengan orang yang memiliki sifat superpower. Dia beranggapan bahwa, karena berkuasa, dapat mempengaruhi orang lain. Sehingga dia berpikir bisa melakukan apa saja tanpa takut oleh apa pun.


Dalam kasus Sambo, sebagaimana menurut Taufan, secara psikologi Sambo merasa dirinya tak akan terjerat hukum meskipun melakukan pelanggaran.


“Karena dia superpower, bahkan superpower dari Kapolri,” kata Taufan.


Oleh sebab alasan ini, Sambo berani menghabisi nyawa Brigadir J. Bahkan, sifat superpower-nya itu membuat Sambo ingin membunuh langsung sang korban ketimbang menyuruh orang lain.


“Logikanya untuk membunuh kan pasti punya cara untuk menghilangkan jejak. Dia kan seharusnya bisa nyuruh orang untuk membunuh Yosua, tapi ini nggak, ini orang (Sambo) ingin melihat langsung pembunuhan itu,” kata dia.


Dengan jabatannya, Sambo tentu bisa mengutus anak buahnya membunuh Yosua tanpa mengotori tangannya.


Taufan mencontohkan, bisa saja Sambo menculik Brigadir J ke suatu tempat, dan membunuhnya dengan modus ditabrak kendaraan.


“Sambo ini semestinya bisa dengan mudah menculik Yosua lalu dibawa ke Depok terus dibunuh ditabrakin truk gitu kan bisa. Ngapain dia sampai susah-susah bunuh Yosua sendiri apalagi di rumah dinasnya sendiri lagi? Ini yang aneh menurut saya,” kata Taufan.


Dugaan Taufan kian kuat ditambah dengan kesaksiannya yang melihat Sambo cukup tenang menghadapi pembunuhan itu. Pembunuhan terjadi pada 8 Juli dan baru diumumkan pada tiga hari berselang atau 11 Juli.


Dengan kekuasaannya itu, dia bisa membunuh orang dengan semena-mena. Karena dia yakin tidak ada orang yang bisa atau berani membongkar kejahatannya itu. Itulah kemudian, Komnas HAM menyebut tragedi ini sebagai extra judicial killing, pembunuhan di luar proses hukum oleh anggota korporasi.


“Maka kita bilang extra judicial killing. Maka kita bilang dengan kekuasaannya dia itu dia bisa membunuh orang dengan semena-mena karena Ferdy Sambo yakin tidak ada orang yang bisa bongkar itu. Gak ada yang berani bongkar itu,” ujarnya. (*)

close