TUTUP
TUTUP
EkonomiHeadline

DPR Tanya Asal Usul Dana Subsidi BBM Rp 502 Triliun yang Sering Disebut Jokowi

ADMIN
01 September 2022, 7:43 PM WAT
Last Updated 2022-09-15T17:05:09Z
Rieke Diah Pitaloka (Foto: Istimewa)

JAKARTA - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI kembali mempertanyakan terkait dengan kompensasi bahan bakar minyak (BBM).


Anggota DPR RI dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Rieke Diah Pitaloka mempertanyakan nomenklatur kompensasi BBM yang tidak tercantum dalam Perpres 98/2022.


Perpres ini memuat revisi atas Perpres No.104/2021 tentang Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara TA 2022.


Dalam Perpres tersebut, tercantum perihal subsidi BBM senilai Rp14,57 triliun.


Namun, Rieke tidak menemukan kompensasi BBM yang selama dibayarkan kepada Pertamina untuk membayar kelebihan harga Pertalite.


Seperti diketahui, Pemerintah telah mengumumkan bahwa Perpres 98/2022 mengakomodir subsidi BBM yang naik tiga kali lipat menjadi Rp 502,4 triliun.


"Lalu darimana angka subsidi + kompensasi sebesar Rp 502,4 triliun yang disebut-sebut Menteri Keuangan? Padahal angka kompensasi BBM itu sendiri, tidak ada dalam Perpres No.98/2022," ungkap Rieke dalam postingan yang diunggah di Instagram-nya @riekediahp, dikutip Kamis (1/9/2022).


Dalam postingan ini, turut dimuat rincian dokumen rincian anggaran yang menjabarkan subsidi energi. Dari dokumen tersebut jelas tidak ada nomenklatur kompensasi.


Akibat ketidakjelasan nomenklatur ini, Rieke melihat alasan untuk menaikkan harga BBM tidak kuat dan tidak berdasarkan fakta.


"Pada akhirnya sebenarnya bukan soal BBM naik atau tidak naik (kl ngotot mau naikkan hanya berdasarkan asumsi bukan fakta).. pada akhirnya dimana pertanggungjawaban ratusan triliun uang rakyat (APBN uang rakyat)...kalau indikasi kuatnya diputuskan tanpa berbasis data yang akurat dan aktual," tulis Rieke, dilansir CNBCIndonesia.


Rieke pun menyebut Presiden Joko Widodo melalui akun Instagram-nya @jokowi, tidak peduli.


"Barangkali suara ini hanya dianggap angin lalu... @jokowi," tegasnya dalam postingan tersebut.


Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) berulang kali menyinggung soal anggaran subsidi BBM (Bahan Bakar Minyak) yang terus membengkak hingga Rp502 triliun.


Menurutnya, ini terjadi karena mahalnya harga energi dunia dan nilai tukar Rupiah yang melemah atau tidak seperti yang direncanakan pemerintah dalam APBN 2022.


"Perlu kita ingat, subsidi terhadap BBM sudah terlalu besar dari Rp 170 (triliun) sekarang sudah Rp 502 triliun. Negara mana pun tidak akan kuat menyangga subsidi sebesar itu. Tapi alhamdulilah, kita sampai saat ini masih kuat, ini yang perlu kita syukuri," kata Jokowi beberapa waktu lalu.


Ekonom Senior Faisal Basri menegaskan pemerintah seharusnya jelas pertanggungjawabannya terkait dengan anggaran subsidi energi, karena dia tidak menemukan dana kompensasi di dalam APBN saat ini.


Menurutnya, tambahan subsidi yang disampaikan oleh Presiden sebesar Rp 502,4 triliun tidak ada di dalam APBN 2022.


"Kok, mengelola BBM ini seperti toko kelontong, tidak ada catatannya. Adanya di tulisan tangan masing-masing orang," kata Faisal, dalam dialog Evening Up CNBC Indonesia, Kamis (26/8/22).


Dalam APBN, Faisal mengungkapkan hanya minyak tanah dan solar. Kemudian, ada nomenklatur baru, namanya dana kompensasi untuk Pertalite.


Dia menghimbau pemerintah agar transparan dalam hal subsidi ini.


Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo mengklaim penambahan subsidi energi hingga Rp 502,4 triliun dilakukan secara sah.


Yustinus memastikan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 98 Tahun 2022 terkait dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) merupakan instrumen sah untuk menetapkan perubahan harga subsidi bahan bakar minyak (BBM).


Hal ini disampaikan Yustinus setelah adanya pernyataan bahwa Perpres Nomor 98 Tahun 2022 tidak sah jika dipakai untuk mengubah besaran subsidi bahan bakar minyak (BBM).


Menurut Prastowo, langkah pemerintah menaikkan subsidi energi, termasuk bahan bakar minyak (BBM), sah sesuai dengan Pasal 23 Undang-undang Dasar 1945 dan aturan lainnya jika terjadi kondisi darurat.


"Ini sudah dilakukan dan disetujui, maka diatur dalam Perpres No.98 Tahun 2022. Subsidi bertambah, subsidi kompensasi dari Rp 152 triliun menjadi Rp 502 triliun. Jadi jelas di sini Perpres 98 Tahun 2022 itu sah dan legal," tegasnya.


Yustinus pun mengungkapkan bahwa tidak ada yang perlu disembunyikan pemerintah karena subsidi ini telah diputuskan bersama dengan DPR dan diaudit BPK serta akan dipertanggungjawabkan di UU P2 APBN. (*)

close