![]() |
| Foto: Ilustrasi/Istimewa |
BANDAR LAMPUNG - Sejak 10 hari lalu, harga telur ayam ras di Lampung meroket. Kenaikan harga telur ini merata di beberapa daerah.
Seperti di Bandar Lampung dan Lampung Selatan, kenaikannya sama yakni sebesar Rp2.000-Rp3.000 per kilogram (Kg).
Jika harga sebelumnya Rp26.000-Rp27.000, pekan ini tembus Rp29.000-Rp30.000 per kilogram.
Pedagang telur di Pasar Natar, Lampung Selatan, Jubri, mengatakan kenaikan telur ini sudah sejak sepekan hingga 10 hari lalu.
“Sudah sekitar tujuh sampai 10 harian (naik). Sekarang eceran per kilogramnya Rp 29 ribu sampai Rp 30 ribu. Sebelumnya sekitar Rp 26 ribu sampai Rp 27 ribu," ujarnya, Kamis (25/8/2022).
Harga ini juga hampir merata di beberapa pedagang kelontong di Pasar Natar lainnya.
Hal serupa juga dialami pedagang di Pasar Pasir Gintung Bandar Lampung. Harga telur juga berada di kisaran angka Rp29.000-Rp30.000 per kilogram.
Jubri mengatakan, kenaikan harga telur ini terjadi tiap harga pakan ternak ayam melambung.
Ia mencontohkan, saat Idul Fitri 2022 lalu, harga pakan ayam naik sehingga harga telur ikut naik hingga mencapai Rp32.000 per kilogram.
“Justru kalau mengikuti musim seperti tahun baru Muharram, Natalan, harga telur tidak naik. Ketika harga pakan naik, mempengaruhi harga juga,” kata Jubri, dilansir IDNTimes.
Menurutnya, harga telur naik karena jumlah peternak di Lampung tak sebanyak di daerah lain.
“Di Palembang biasanya lebih murah dari sini. Di sana banyak kandangnya. Selisih bisa Rp 2.000. Makanya kadang kala dari Palembang suka dikirim ke sini,” jelas Jubri.
Namun, pedagang di Pasar Pasir Gintung Kota Bandar Lampung, Kartina mengatakan kenaikan telur terjadi setiap adanya pembagian bantuan dari Program Keluarga Harapan (PKH).
“Kalau sudah PKH (mulai) itu, tidak cuma telur, kentang, buncis juga pada naik semua,” katanya.
Hal itu dikarenakan distributor atau gudang harus mempersiapkan stok barang lebih banyak saat PKH dibanding hari biasanya.
Namun meski demikian, Kartini mengaku tidak pernah dibatasi saat membeli barang. Hanya harganya saja yang naik.
Jubri maupun Kartini, keduanya sama-sama masih mengambil barang dari Lampung, karena masih mencukupi.
“Saya mengambil barangnya di Jepang atau Kaliasin (Kecamatan Natar), masih di Lampung. Tidak dari luar. Barangnya tersedia, tapi harganya naik,” kata Jubri.
Sedangkan Kartina mengambil lewat distributor masih di daerah Kota Bandar Lampung, karena lebih mudah dan harganya tidak jauh berbeda dengan lainnya.
Kuantitas menurun hingga 50 persen
Dampak dari kenaikan harga ini juga sangat dirasakan keduanya terhadap pendapatan mereka.
Jubri mengatakan meski pembeli tidak berkurang, tapi jumlah pembeliannya menurun.
“Biasanya beli satu kilogram, berkurang jadi setengah kilogram. Sekitar 50 persen berkurangnya. Biasanya habis dua krat, sekarang satu krat,” ungkapnya. (*)


