BANDARLAMPUNG - Para pengusaha sektor pariwisata di wilayah Sukaraja, Panjang, Bandarlampung, meminta pemerintah kota setempat menghentikan penimbunan batu bara yang dilakukan oleh PT SBR karena mengganggu sektor wisata di daerah itu.
"Perizinan perusahaan tersebut juga dinilai masih cacat hukum karena peraturan daerah (perda) yang mengatur peruntukannya ada dua versi," kata Pengelola Restaurant Golden Dragon, Jensen. Seharusnya, menurut dia, pemerintah dapat mempertimbangkan pemberian izin usaha tersebut karena tempatnya sangat berdekatan dengan pusat usaha pariwisata.
"Batu bara tidak mungkin bisa disatukan dengan sektor usaha seperti rumah makan dan hotel, jadi perizinannya harus ditinjau ulang kembali," kata dia. Jensen melanjutkan, debu yang dihasilkan dari pengelolaan penampungan batubaru di daerah itu tentunya akan mengganggu aktivitas rumah makan dan hotel sehingga dapat menimbulkan kerugian.
"Kerugian yang ditimbulkan pasti luar biasa, karena akan mempengaruhi kenyamanan pengunjung ke tempat penginapan dan rumah makan atau restauran," kata dia.
Malam Hari ?
Sementara, Walhi Lampung meminta pemerintah bersikap tegas terhadap perusahaan PT SBR yang dianggap melanggar Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
"PT SBR sebagai perusahaan stockpile batubara yang berada di sekitar Pelabuhan Panjang, dengan arogannya tetap melakukan penimbunan, padahal perusahaan itu belum mendapatkan izin usaha dari pemerintah," kata Direktur Walhi Hendrawan.
Menurut dia, pihak perusahaan secara diam-diam beraktivitas pada malam hari, hal itu ditunjukkan dengan ditemukannya gundukan kerikil batu bara yang tertimbun di belakang perusahaan tersebut.
"Kami sudah menyurati DPRD Kota Bandarlampung, untuk mengadakan pertemuan antara pemerintah, BPLH dan pihak perusahaan serta masyarakat, inti dari surat tersebut patut dipertanyakan perusahaan tersebut berdiri di sana sebagai stockpile atau terminal untuk kepentingan sendiri," katanya.
Hendrawan menambahkan, sejauh ini perusahaan tersebut belum mengantongi izin lingkungan.
"Apapun alasan PT SBR perusahaan itu telah menyalahi UU Nomor 32 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, tidak ada alasan pemerintah untuk membiarkan perusahaan itu tetap beroperasi," ujarnya.
sumber