![]() |
KPPI bekerjasama dengan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Lampung mengadakan sosialisasi tindakan pengamanan (safeguards) yang berlangsung di Hotel Sheraton. |
LAMPUNG - Pasar dunia saat ini semakin terbuka dan bebas hambatan, persaingan produk domestik yang sejenis dengan impor tak dipungkiri semakin ketat. Dampak dari banjirnya barang impor memang menimbulkan dua sisi berlawanan yaitu positif dan negatif.
Positif jika produk impor tersebut tak diproduksi produsen dalam negeri (PDN) atau bahkan dibutuhkan untuk diproses lebih lanjut. Tetapi, menjadi negatif jika produk impor langsung mengambil pangsa pasar dalam negeri, membuat rugi PDN yang tak mampu bersaing.
Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) mencatat, sejak 2004 sampai Juni 2012 ada 28 kasus dan 4 calon permohonan yang telah mereka tangani.
10 produk di antaranya sudah ditangani dengan mengenakan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP), satu produk yang diperpanjang pengenaan BMTP, enam produk yang kasusnya ditutup karena tak ada hubungan akibat lonjakan impor, delapan produk tak memenuhi syarat dilanjuti, tiga produk masih dalam proses penyelidikan, dan empat produk dalam tahap asistensi.
Lampung termasuk salah satu daerah yang produk domestiknya terindikasi oleh KPPI bisa terancam. Terdapat beberapa barang impor yang secara tren dari 2007-2011 jumlahnya meningkat cukup signifikan serta serius mengancam produk domestik sejenis.
Staf Inti Komite Pengamanan Perdagangan indonesia (KPPI) Aditya Prinadi menyebutkan antara lain: durian, residu yang berasal dari jagung, sirup glukosa mengandung <20 persen, fruktosa mengandung gula >50 persen, sirup fruktosa mengandung gula >50 persen, pelat dan lembaran, pipa untuk minyak atau gas dari besi atau baja, gliserol, dan minyak mentah.
Jika menilik data dari Badan Pusat Statistik produk impor gliserol dan minyak mentah mengalami peningkatan tren paling tinggi yaitu 2.793 persen, kemudian diikuti bongkahan semen padat berukuran kecil 1.855 persen, sirup fruktosa mengandung gula >50 persen 603 persen, residu yang berasal dari jagung 192 persen, Pelat dan lembaran 122 persen. Sedangkan sisanya masih di bawah 100 persen.
Namun, bukan berarti bisa disepelekan. Untuk memastikan produsen dalam negeri dilindungi KPPI bekerjasama dengan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Lampung mengadakan sosialisasi tindakan pengamanan (safeguards) yang berlangsung di Hotel Sheraton.
Ketua Apindo Lampung Yusuf Kohar menerangkan, safeguards merupakan instrumen yang dapat digunakan setiap anggota World Trade Organization (WTO) untuk mengamankan produsen dalam negeri masing-masing atas akibat ditimbulkan kenaikkan impor.
Safeguards bisa berupa pengenaan tarif tambahan, pembatasan impor (kuota), maupun keduanya.
WTO sendiri, diterangkan Aditya, memberikan kewenangan kepada negara anggotanya untuk mengambil tindakan pengamanan yang bertujuan memberi waktu kepada produsen dalam negeri yang bersangkutan untuk pulih dari kerugian yang dideritanya. Kewenangan ini dimuat dalam perjanjian WTO yang disebut "Agreement in Safeguards".
"Maksud dan tujuan kegiatan ini adalah untuk memberikan pemahaman lebih baik mengenai instrumen safeguards kepada produsen yang memproduksi barang sejenis dengan barang impor yang masuk ke Indonesia. Sekaligus pula menjadi media komunikasi antara KPPI dengan para pihak produsen menyamakan persepsi dan pandangan," terang Adit, Kamis (5/7/2012).
Hadir sebagai pembicara Wakil ketua KPPI Taufik Mappaenre, Staf Inti KPPI J Harimurti Priambodo dan Poetra Tegoeh. Sedangkan sebagai peserta terdapat 100-an pengusaha dan produsen yang diundang oleh Apindo.
Belum Ada yang Melapor
Meski telah terdata secara jelas ada beberapa produk yang terancam, menurut Staf Inti Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia Aditya Prinadi, sejauh ini produsen dari Lampung belum ada yang melaporkan. Padahal pelaporan sendiri tak dikenakan biaya bahkan dengan proses sederhana. "Cukup telepon kita saja, kirim email, atau fax, nanti kami yang jemput bola," terang Adit, Kamis (5/7/2012).
KPPI sendiri dibentuk Pemerintah Indonesia pada 2003 melalui Keputusan Presiden No 84 Tahun 2002. Tugas utama KPPI adalah untuk menanggapi keluhan produsen dalam negeri yang merasa dirugikan akibat volume barang impor sejenis.
Berdasarkan keluhan ini, KPPI melakukan penyelidikan apakah kerugian serius diderita produsen dalam negeri (PDN) akibat kenaikkan volume impor. Bilamana diperoleh bukti bahwa kenaikan volume impor terbukti menyebabkan kerugian, maka KPPI akan merekomendasikan ke pemerintah untuk mengambil tindakan pengamanan (safeguards) baik berupa tambahan bea masuk impor atau pembatasan jumlah impor.
"Setiap penyeledikan tidak dipungut biaya apapun, dalam rangka menghindari korupsi kolusi dan nepotisme (KKN), KPPI tidak menerima hadiah dalam bentuk apapun, bahkan sekdar dibayari makan saja, kami tolak," tegas Adit.
KPPI sendiri dibentuk Pemerintah Indonesia pada 2003 melalui Keputusan Presiden No 84 Tahun 2002. Tugas utama KPPI adalah untuk menanggapi keluhan produsen dalam negeri yang merasa dirugikan akibat volume barang impor sejenis.
Berdasarkan keluhan ini, KPPI melakukan penyelidikan apakah kerugian serius diderita produsen dalam negeri (PDN) akibat kenaikkan volume impor. Bilamana diperoleh bukti bahwa kenaikan volume impor terbukti menyebabkan kerugian, maka KPPI akan merekomendasikan ke pemerintah untuk mengambil tindakan pengamanan (safeguards) baik berupa tambahan bea masuk impor atau pembatasan jumlah impor.
"Setiap penyeledikan tidak dipungut biaya apapun, dalam rangka menghindari korupsi kolusi dan nepotisme (KKN), KPPI tidak menerima hadiah dalam bentuk apapun, bahkan sekdar dibayari makan saja, kami tolak," tegas Adit.