TUTUP
Lampung

Endus Ada Kepentingan Pilgub DPRD Provinsi Dukung Pemkot

Admin
13 June 2012, 6:29 PM WAT
Last Updated 2016-03-09T22:32:02Z

BANDARLAMPUNG – Walikota Bandarlampung, Herman HN masih kesal atas penzaliman yang dilakukan oleh tim penilai Adipura dari Kementrian Lingkungan Hidup (KLH) RI, dan pemerintah Provinsi Lampung yang terkesan sengaja membiarkan agar kota Bandarlampung mendapatkan predikat kota besar terkotor se-Indonesia.

Bahkan, dirinya meminta kepada bawahannya untuk tidak mengizinkan tim penilai kebersihan dari manapun untuk menilai kebersihan kota Bandarlampung. “Jangan izinkan tim penilai Adipura baik dari KLH maupun Provinsi untuk menilai kebersihan kota ini, tanpa dinilai saya sudah pasti membersihkan kota tapis berseri ini,” cetus Herman HN saat memberikan sambutan di bengkel kebersihan Dinas Kebersihan dan Pertamanan (Disbertam) Bandarlampung, kemarin (12/6).

"Saya amat menyayangkan statement Sekretaris Provinsi Lampung, Berlian Tihang, yang menyatakan Bandarlampung harus introspeksi diri atas penilaian kota terkotor yang disematkan KLH,” lanjut Herman HN.
Menurutnya, pernyataan tersebut tidak semestinya diucapkan oleh Sekprov Lampung. “Seharusnya provinsi malu, jika Bandarlampung dikatakan kota terkotor. Ini kesannya, seolah-olah Bandarlampung bukan bagian dari Provinsi Lampung," tandasnya.

Buruknya citra Bandarlampung, sambung Herman HN, dapat berarti buruk juga Provinsi Lampung. “Amat disayangkan, mereka (Provinsi) sepertinya tidak menyadari hal ini. Kota Bandarlampung menurut UU No 14 tahun 1964 adalah bagian dari pemerintah provinsi Lampung," papar orang nomor satu di kota Tapis Berseri ini.

Padahal, tambah Herman HN, kemajuan suatu Provinsi tergantung kemajuan dari Kabupaten maupun Kota. Namun, mengapa Provinsi Lampung malah terkesan menyalahkan dan tidak ada pembelaan bagi Kota Bandarlampung.

Sekadar mengingatkan, UU No. 14 tahun 1964 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti undang-undang nomor 3 tahun 1964 tentang pembentukan daerah tingkat I Lampung dengan mengubah undang-undang nomor 25 tahun 1959 tentang pembentukan daerah tingkat I Sumatera Selatan.

Herman HN menduga ada indikasi politis yang ingin menjatuhkan citranya di mata masyarakat, khususnya Bandarlampung. “Karena sebentar lagi pemilihan Gubernur, jadi saling jelek-jelekan. Ini politik kampungan, saya nyalon Walikota kemarin tidak pernah menjelek-jelekan orang, berpolitiklah yang fair!," tambah dia.

Menurutnya, penilaian Adipura itu sarat dengan kepentingan dan cenderung tidak adil. “Saya tegaskan kalau saya tidak pernah bermimpi untuk meraih Adipura. Soal kebersihan, selama saya menjabat Walikota, maka kebersihan kota ini menjadi target saya. Sangat jelas, kalau daerah kita bersih maka masyarakatnya akan hidup sehat. Itu tujuan saya, bukan Adipura," tegasnya.

Ditambahkan, dirinya juga meminta kepada setiap pihak yang telah bekerja keras menjaga kebersihan kota Bandarlampung, untuk tidak kecewa dan tetap bersemangat dalam menjalankan tugasnya. “Biarlah  penghinaan ini mendapat ganjaran dari Allah SWT, ingat Tuhan tidak tidur,” tuturnya.

Sementara itu, DPRD Provinsi Lampung menilai langkah demonstrasi  yang diambil oleh masyarakat  kota Bandarlampung untuk menolak ditetapkannya kota Bandarlampung sebagai kota terkotor adalah benar. DPRD Provinsi Lampung memaklumi kekecewaan yang dirasakan oleh masyarakat Bandarlampung. Demikian di ungkapkan Ketua DPRD Lampung Marwan Cik Asan, Selasa (12/6).

Menurutnya, predikat kota terkotor akan memberikan dampak luas, baik bagi citra kota Bandarlampung, maupun bagi sektor pariwisata yang ada di Provinsi Lampung. Jadi sangat dimaklumi jika masyarakat menolak atas predikat tersebut.

"Siapa yang tidak tersulut amarahnya manakala kotanya dicap sebagai kota terkotor. Jadi wajar saja jika ada penolakan, apalagi saat ini pemerintah kota Bandarlampung tengah gencar-gencarnya melakukan penataan dan pembangunan kota” terangnya.

Meskipun demikian, namun harus ada cara-cara kreatif dan efektif dalam menyampaikan maksud dan tujuan, agar cara yang ditempuh tidak menimbulkan citra negatif. Jika diamati secara seksama, memang kurang pantas melakukan aksi anarkis dengan merusak pagar. Terlebih dilakukan oleh aparatur pemerintahan.

“Aksi tersebut kan bertujuan untuk menolak predikat tersebut. Jadi, jika memungkinkan untuk melakukan aksi damai, sebaiknya tidak perlu berdemonstrasi. Kan itu adalah senjata pamungkas, jika tidak ada jalan lain barulah berdemonstrasi” jelas Marwan.

Menurut dia, dengan dicapnya Bandarlampung sebagai kota terkotor, hal tersebut akan berdampak pada sektor pariwisata. "Kota terjorok, dampaknya sangat luas, termasuk dampak pada sektor pariwisata. Siapa yang mau jalan-jalan ke kota terjorok, " tuntasnya.
close