JAKARTA - Reshuffle kabinet sudah dilakukan. Menteri-menteri baru sudah dilantik dan mulai bekerja. Namun, publik memplesetkan KIB II menjadi Kabinet Indonesia Boros. Pasalnya, selain merombak para menteri, Presiden Yudhoyono juga mengangkat belasan wakil menteri dalam pemerintahan barunya.
Bagi pengamat politik dari LIPI, Siti Zuchro, plesetan publik itu bisa dimafhumi. Sebabnya, publik lagi-lagi tidak melihat dan merasakan adanya konsistensi dari Presiden Yudhoyono.
"Yang dilihat publik dari pemimpinya adalah konsistensi. Dari awal publik berharap dibentuk zaken kabinet, kabinet ahli yang bisa bekerja secara profesional untuk menyelesaikan masalah-masalah bangsa, bukan kabinet yang diisi menteri-menteri dari parpol yang notabenenya selalu menghitung-hitung kepentingan parpolnya. Tapi ini kan tidak begitu. Jadi wajar kalau ada istilah-istilah seperti itu," kata Siti, (Jumat, 21/10).
Menurutnya, pelesetan bukan hal yang biasa. Hal tersebut merupakan bukti jika publik gundah terhadap kepemimpinan Presiden Yudhoyono. Ketidak-konsistenan SBY dalam menjalankan komitmen politiknya membuat kegundahan selalu muncul, ada, dan berkembang di publik.
Siti mengingatkan, saat ini kegundahan publik terhadap Presiden Yudhoyono berada di level yang cukup mengkhawatirkan. Buktinya, kegundahan-kegundahan tidak lagi disampaikan lewat protes atau pun demonstrasi, tetapi sudah pada keyakinan tidak lagi mempercayai pemerintahan.
"Ketidakpercayaan yang disampaikan para tokoh bangsa maupun para pemuka agama bukan hal yang biasa. Itu merupakan kegalauan," katanya.
Lebih lanjut, Siti Zuchro menyampaikan rasa pesimismenya terhadap kabinet hasil rombakan Presiden Yudhoyono karena tetap tak berani menempatkan menteri yang benar-benar profesional di dalam kabinetnya. Harusnya, Presiden berani mengangkat menteri-menteri seperti Dakhlan Iskan yang reputasi dan prestasinya mengurus PLN tak diragukan.
"Kalau masih seperti ini bisa diduga apa yang terjadi dengan Indonesia ke depan. Harusnya, sekarang ini, satu periode ini, kita habiskan dengan meletakkan batu yang kuat agar kementerian bisa melakukan percepatan kinerja, mengerjakan prioritas, tercipta akselerasi mencapai tujuan pemerintah. Kalau komitmennya masih terkalahkan dengan kepentingan-kepentingan partai (koalisi), maka yang ada adalah akselerasi ketidakpuasan dari partai-partai, bukan akselerasi kinerja," tandas Siti Zuchro. (rmo)
Bagi pengamat politik dari LIPI, Siti Zuchro, plesetan publik itu bisa dimafhumi. Sebabnya, publik lagi-lagi tidak melihat dan merasakan adanya konsistensi dari Presiden Yudhoyono.
"Yang dilihat publik dari pemimpinya adalah konsistensi. Dari awal publik berharap dibentuk zaken kabinet, kabinet ahli yang bisa bekerja secara profesional untuk menyelesaikan masalah-masalah bangsa, bukan kabinet yang diisi menteri-menteri dari parpol yang notabenenya selalu menghitung-hitung kepentingan parpolnya. Tapi ini kan tidak begitu. Jadi wajar kalau ada istilah-istilah seperti itu," kata Siti, (Jumat, 21/10).
Menurutnya, pelesetan bukan hal yang biasa. Hal tersebut merupakan bukti jika publik gundah terhadap kepemimpinan Presiden Yudhoyono. Ketidak-konsistenan SBY dalam menjalankan komitmen politiknya membuat kegundahan selalu muncul, ada, dan berkembang di publik.
Siti mengingatkan, saat ini kegundahan publik terhadap Presiden Yudhoyono berada di level yang cukup mengkhawatirkan. Buktinya, kegundahan-kegundahan tidak lagi disampaikan lewat protes atau pun demonstrasi, tetapi sudah pada keyakinan tidak lagi mempercayai pemerintahan.
"Ketidakpercayaan yang disampaikan para tokoh bangsa maupun para pemuka agama bukan hal yang biasa. Itu merupakan kegalauan," katanya.
Lebih lanjut, Siti Zuchro menyampaikan rasa pesimismenya terhadap kabinet hasil rombakan Presiden Yudhoyono karena tetap tak berani menempatkan menteri yang benar-benar profesional di dalam kabinetnya. Harusnya, Presiden berani mengangkat menteri-menteri seperti Dakhlan Iskan yang reputasi dan prestasinya mengurus PLN tak diragukan.
"Kalau masih seperti ini bisa diduga apa yang terjadi dengan Indonesia ke depan. Harusnya, sekarang ini, satu periode ini, kita habiskan dengan meletakkan batu yang kuat agar kementerian bisa melakukan percepatan kinerja, mengerjakan prioritas, tercipta akselerasi mencapai tujuan pemerintah. Kalau komitmennya masih terkalahkan dengan kepentingan-kepentingan partai (koalisi), maka yang ada adalah akselerasi ketidakpuasan dari partai-partai, bukan akselerasi kinerja," tandas Siti Zuchro. (rmo)