ORANG Indonesia tentu tidak asing dengan metode penyembuhan sendiri, dengan cara menggosok tubuh dengan alat atau kerokan. Metode tradisional ini telah menjadi andalan banyak orang untuk mengatasi masuk angin, mual, atau tidak enak badan.
Meskipun terkesan tradisional, menurut ahli kedokteran olahraga dr.Michael Triangto, Sp.KO, metode kerokan memang berkhasiat untuk menyembuhkan rasa tidak enak atau demam.
"Kerokan pada dasarnya adalah menipiskan kulit. Tindakan ini membuat panas tubuh mudah keluar sehingga suhu tubuh yang semula demam menjadi turun," katanya ketika ditemui dalam acara peluncuran produk koyo pereda nyeri otot di Jakarta, Selasa (13/9/2011).
Ia menambahkan, "hasil kerokan" sebaiknya tidak acak-acakan. "Baiknya jika (dilakukan) seperti motif tulang daun atau ikan karena bentuk serat otot memang demikian. Saat kerokan pun ada faktor penekanan sehingga seperti pemijatan. Hal ini akan memberi efek pemanjangan pada otot-otot yang memendek karena peradangan. Dengan begitu rasa pegal-pegal pun akan hilang," papar dokter yang berpraktik di klinik Slim and Health ini.
Kendati begitu, Triangto menekankan bahwa tidak semua orang cocok dengan metode penyembuhan alternatif yang satu ini. "Ada yang tidak suka karena kesakitan," imbuhnya.
Plus Minus
Banyak orang selalu minta kerok ketika badan merasa nyeri atau pegal karena masuk angin. Bermodalkan sekeping uang logam plus balsem, gejala masuk angin umumnya langsung ngacir. Semakin banyak gurat-gurat merah gelap memenuhi punggung, kian marem sang pasien.
Kerokan memang, cara paling tua mengatasi gejala masuk angin. Uniknya, cara sederhana ini tak hanya populer di Indonesia, melainkan juga di negara-negara Asia lainnya. Orang Vietnam menyebut kerokan sebagai cao giodi. Adapun warga Kamboja menjulukinya goh kyol. Di China yang terkenal dengan akupunturnya, metode kerokan juga cukup populer dengan sebutan gua sua. Bedanya, orang China memakai batu giok sebagai alat pengerok, bukan kepingan uang logam.
Konon, warna merah yang timbul pada kulit setelah kerokan adalah pertanda badan telah kemasukan angin secara berlebihan. Makin pekat warnanya, pertanda banyak pula angin yang berdiam di tubub. Benarkah?
Tentu tidak. Warna merah pertanda pembuluh darah halus (kapiler) di bawah permukaan kulit pecah sehingga terlihat sebagai jejak merah di tempat yang dikerok. Badan orang sehat pun akan memerah jika dikerok.
Karena itu, banyak kalangan tak meyakini kemujaraban pengobatan kerok. "Di negaranegara barat, kerokan sama sekali tak dikenal," ajar Saptawati Bardosono, dokter dari Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia.
Namun, secara medis, kerokan adalah salah satu metode memperlebar pembuluh darah tepi yang menutup (vasokontiksi) menjadi menjadi semakin melebar (vasaditilasi). "Ini tak berbahaya asal tak jadi kebutuhan primer," ujar Mulyadi, dokter dari Klinik Medizone. Jika terus-terusan kerokan, akibatnya banyak pembuluh darah kecil dan halus yang akan pecah.
Namun, dalam taraf normal, kerokan akan membuat penderita masuk angin merasa nyaman karena telah melepas hormon beta endofin. "Secara ilmiah, praktek sederhana ini terbukti mampu mengobati gejala masuk angin atau sindroma dingin yang memiliki gejala nyeri otot (mialga)," tandas Mulyadi.
Bukan hanya itu, prinsip kerokan tak beda jauh dengan akupuntur yang menancapkan jarum dalam tubuh. Maksud Mulyadi, prinsip kerokan adalah meningkatkan temperatur dan energi pada tubuh yang dikerok. Peningkatan energi ini dilakukan melalui perangsang kulit tubuh bagian luar.
Dengan cara ini, saraf penerima rangsang di otak akan menyampaikan rangsangan yang menimbulkan efek memperbaiki organ pada titik-titik meridian tubuh. Nah, pada gilirannya, arus darah di tubuh yang lancar akan menyebabkan pertahanan tubuh juga meningkat.
Meskipun terkesan tradisional, menurut ahli kedokteran olahraga dr.Michael Triangto, Sp.KO, metode kerokan memang berkhasiat untuk menyembuhkan rasa tidak enak atau demam.
"Kerokan pada dasarnya adalah menipiskan kulit. Tindakan ini membuat panas tubuh mudah keluar sehingga suhu tubuh yang semula demam menjadi turun," katanya ketika ditemui dalam acara peluncuran produk koyo pereda nyeri otot di Jakarta, Selasa (13/9/2011).
Ia menambahkan, "hasil kerokan" sebaiknya tidak acak-acakan. "Baiknya jika (dilakukan) seperti motif tulang daun atau ikan karena bentuk serat otot memang demikian. Saat kerokan pun ada faktor penekanan sehingga seperti pemijatan. Hal ini akan memberi efek pemanjangan pada otot-otot yang memendek karena peradangan. Dengan begitu rasa pegal-pegal pun akan hilang," papar dokter yang berpraktik di klinik Slim and Health ini.
Kendati begitu, Triangto menekankan bahwa tidak semua orang cocok dengan metode penyembuhan alternatif yang satu ini. "Ada yang tidak suka karena kesakitan," imbuhnya.
Plus Minus
Banyak orang selalu minta kerok ketika badan merasa nyeri atau pegal karena masuk angin. Bermodalkan sekeping uang logam plus balsem, gejala masuk angin umumnya langsung ngacir. Semakin banyak gurat-gurat merah gelap memenuhi punggung, kian marem sang pasien.
Kerokan memang, cara paling tua mengatasi gejala masuk angin. Uniknya, cara sederhana ini tak hanya populer di Indonesia, melainkan juga di negara-negara Asia lainnya. Orang Vietnam menyebut kerokan sebagai cao giodi. Adapun warga Kamboja menjulukinya goh kyol. Di China yang terkenal dengan akupunturnya, metode kerokan juga cukup populer dengan sebutan gua sua. Bedanya, orang China memakai batu giok sebagai alat pengerok, bukan kepingan uang logam.
Konon, warna merah yang timbul pada kulit setelah kerokan adalah pertanda badan telah kemasukan angin secara berlebihan. Makin pekat warnanya, pertanda banyak pula angin yang berdiam di tubub. Benarkah?
Tentu tidak. Warna merah pertanda pembuluh darah halus (kapiler) di bawah permukaan kulit pecah sehingga terlihat sebagai jejak merah di tempat yang dikerok. Badan orang sehat pun akan memerah jika dikerok.
Karena itu, banyak kalangan tak meyakini kemujaraban pengobatan kerok. "Di negaranegara barat, kerokan sama sekali tak dikenal," ajar Saptawati Bardosono, dokter dari Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia.
Namun, secara medis, kerokan adalah salah satu metode memperlebar pembuluh darah tepi yang menutup (vasokontiksi) menjadi menjadi semakin melebar (vasaditilasi). "Ini tak berbahaya asal tak jadi kebutuhan primer," ujar Mulyadi, dokter dari Klinik Medizone. Jika terus-terusan kerokan, akibatnya banyak pembuluh darah kecil dan halus yang akan pecah.
Namun, dalam taraf normal, kerokan akan membuat penderita masuk angin merasa nyaman karena telah melepas hormon beta endofin. "Secara ilmiah, praktek sederhana ini terbukti mampu mengobati gejala masuk angin atau sindroma dingin yang memiliki gejala nyeri otot (mialga)," tandas Mulyadi.
Bukan hanya itu, prinsip kerokan tak beda jauh dengan akupuntur yang menancapkan jarum dalam tubuh. Maksud Mulyadi, prinsip kerokan adalah meningkatkan temperatur dan energi pada tubuh yang dikerok. Peningkatan energi ini dilakukan melalui perangsang kulit tubuh bagian luar.
Dengan cara ini, saraf penerima rangsang di otak akan menyampaikan rangsangan yang menimbulkan efek memperbaiki organ pada titik-titik meridian tubuh. Nah, pada gilirannya, arus darah di tubuh yang lancar akan menyebabkan pertahanan tubuh juga meningkat.
Bikin Nyandu
Orangtua selalu menyarankan, jika kita masuk angin, maka kita harus kerokan agar angin di tubuh kita segera keluar. Lalu dengan bermodalkan sekeping uang logam plus balsem, punggung kita dikerok hingga menimbulkan gurat merah. Semakin merah guratan, artinya banyak angin-angin yang telah masuk dan diusir dengan kerokan tadi. Benarkah prinsip tersebut?
Kerokan tak hanya populer di Indonesia. Vietnam menyebut kerokan sebagai cao giodi, Kamboja menjulukinya gah kyol, sementara di China dikenal dengan sebutan gua sua. Bedanya, orang China memakai batu giok sebagai alat pengerok, bukan kepingan uang logam.
Faktanya, warna merah yang dihasilkan dari kerokan merupakan pertanda pembuluh darah halus (kapiler) di bawah permukaan kulit pecah sehingga terlihat jejak merah di tempat yang dikerok. Efeknya, pembuluh darah kulit, yang semula menguncup akibat terpapar dingin atau kurang gerak, menjadi melebar sehingga darah kembali mengalir deras.
Penambahan arus darah ke permukaan kulit ini meningkatkan mekanisme pertahanan tubuh terhadap serangan virus. Selain itu, kerokan akan membuat penderita masuk angin merasa nyaman karena saat kerokan tubuh telah melepas hormon endorfin yang mengurangi salah satu gejala masuk angin, yaitu nyeri otot.
Asalkan tidak menjadi kebutuhan primer, kerokan tidak berbahaya. Namun, jika terus-terusan kerokan, ini bisa mengakibatkan banyak pembuluh darah kecil dan halus pecah. Tak hanya itu, kerokan juga bisa menimbulkan kecanduan karena efek hormon endorfin yang dikeluarkan tadi.
sumber: kompas