TUTUP
TUTUP
Pendidikan

Asep Sukohar Mengaku Khilaf soal Kasus Suap Karomani saat Sosialisasi Bacarek Unila

Admin
07 December 2022, 9:46 PM WAT
Last Updated 2022-12-11T13:05:39Z
Asep Sukohar (Foto: Istimewa)

BANDAR LAMPUNG - Bakal calon Rektor Universitas Lampung (Unila) Asep Sukohar mengaku khilaf dan meminta maaf, saat sosialisasi visi misi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis.


Asep merupakan saksi dan pernah disebut Rektor Unila nonaktif Karomani sebagai tersangka kasus suap penerimaan mahasiswa baru.


“Saya akui saya khilaf, dalam artian saat itu kondisi saya sebagai bawahan. Bapak tidak tahu kondisi saya saat itu. Saya minta maaf jika saya berbuat salah apapun pada semuanya,” kata Asep saat menjawab pertanyaan salah satu dosen Unila terkait kasus suap tersebut, Rabu (7/12/2022).


Diketahui, kasus suap dan gratifikasi seleksi penerimaan mahasiswa baru Unila menjadi isu paling 'panas' pada Sosialisasi dan Pemaparan Visi Misi Bacarek Unila 2023-2027 ini.


Pasalnya, kasus suap tersebut menyeret nama rektor nonaktif Unila Karomani. 


Alhasil, civitas akademika kampus banyak menyinggung masalah tersebut, khususnya terhadap integritas calon rektor berikutnya.


Menilik kasus suap penerimaan mahasiswa baru Unila saat ini masih bergulir di persidangan. Bahkan sidang kasus suap baru dilakukan untuk satu tersangka yakni Andi Desfiandi.


Terkait hal itu, dosen Unila, Reinaldi mempertanyakan kesanggupan Asep Sukohar ketika nantinya menjabat dan masih harus berhubungan dengan kasus tersebut.


Asep Sukohar menanggapi dirinya selama ini menjadi saksi dalam sidang dan melalui pemeriksaan berkali-kali oleh KPK dalam kasus tersebut. 


Itu karena, memang kesaksiannya diperlukan untuk proses penyidikan KPK.


“Saya hanya menjalankan kewajiban saya sebagai warga negara untuk menjadi saksi (dalam sidang). Tapi saya yakin mampu, karena buktinya tupoksi saya jadi warek 1 masih berjalan. Remunerasi keluar, acara guru besar terselesaikan dengan baik,“ ujar Asep, dilansir IDN Times.


Selain itu Asep juga menyampaikan rencananya jika menjadi rektor, tentang jumlah mahasiswa Unila sangat banyak sedangkan bangunan kampus untuk menampung mahasiswa sangat minim.


Bahkan pengakuan dari salah satu dosen, saking tidak sesuainya kapasitas bangunan dengan jumlah mahasiswa, mahasiswa Unila sampai saat ini masih belajar secara hibrid.


“Kita belajar belum kuliah tatap muka seratus persen itu sebenarnya bukan COVID-19, tapi dikarenakan tidak tersedia ruangan untuk menampung mahasiswa yang terus bertambah,” katanya.


Menanggapi hal ini, Asep pernah melakukan studi banding di berbagai universitas lain dan sistem integrasi tiap fakultas. 


Dimana semua jam kuliah dan mata kuliah seluruh jurusan dapat diketahui oleh satu sistem sehingga utilisasi tiap ruangan lebih efektif.


“Kampus lain seperti IPB, Unpad, itu seperti itu. Jadi kalau sudah terintegrasi, bisa jadi nanti ke depan mahasiswa hukum bisa saja kuliah di fakultas kedokteran,” kata Asep.


Terkait masalah krusial lainnya seperti keuangan kampus, Asep juga percaya Unila juga bisa mengumpulkan penghasilan secara mandiri untuk bisa memenuhi kebutuhan riset dan pembangunan.


“Keuangan (Unila) diluar pendapatan UKT kita mencapai 45 miliar. Meningkat dari sebelumnya yang hanya 35 miliar. Menurut saya ini sesuatu hal yang mungkin,” katanya.


Ia juga menyatakan, saat ini Unila masih belum punya usaha dan dijadikan pendapatan kampus karena banyak masalah pada stakeholder lain.


“Contoh percetakan waktu itu pernah mau kita taruh ke universitas tapi ributnya luar biasa. Padahal itu bisa jadi income kita. Lalu saya pernah ke Universitas Negeri Padang, di sana pengelolaan makanan snack dikelola kampus, setahun 13 miliar masuk UNP. Tapi pertanyaanya apakah semua stakeholder mau kerja sama? Itu perlu seorang pemimpin yang tegas,” ujarnya.


Selain itu ia juga berencana nantinya akan membuat klinik cuci darah di RSPTN Unila untuk pendapatan kampus. 


Ia mengaku telah lama ingin melakukannya namun karena beberapa hal teknis maka belum bisa terlaksana. (*)

close