Penguatan integritas ekosistem perguruan tinggi bersama KPK, di Daerah Istimewa Yogyakarta, Selasa (15/11/2022). (Foto: Gatra.com) |
SLEMAN – Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) mengungkapkan ada oligarki yang turut berperan dalam pemilihan rektor sejumlah perguruan tinggi.
Melalui pendidikan antikorupsi bersama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), civitas akademika diharapkan berani bersuara adanya oligarki kampus yang berdampak buruk.
Kehadiran oligarki kampus ini disampaikan Direktur Dewan Eksekutif BAN-PT Ari Purbayanto usai deklarasi komitmen pimpinan Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dan Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri (PTKN) se-Indonesia, untuk penguatan integritas ekosistem perguruan tinggi bersama KPK, di Daerah Istimewa Yogyakarta, Selasa (15/11/2022).
“Di tiap-tiap perguruan tinggi ada praktik-praktik oligarki dalam pemilihan rektor yang diindikasikan adanya kelompok-kelompok yang berkeinginan mempertahankan kekuasaan dengan berbagai cara,” kata Ari, dilansir Gatra.com.
Menurutnya, kepemimpinan yang dilahirkan dari oligarki ini akan membangun perangkat pendukung dari kelompok atau orang-orang yang dekat dengannya. Mereka yang berseberangan akan disingkirkan.
“Inilah dampak buruknya oligarki. Sehingga setelah proses pemilihan rektor ada polemik, ada ketidakpuasan dan melapor. Dampaknya pemilihan sampai diulang untuk mencari yang terbaik,” kata Ari yang juga merupakan Ketua Asosiasi Profesor Indonesia (API).
Untuk menghasilkan pemimpin terbaik, Senat Mahasiswa menurut Ari harus memeriksa calon pemimpin bahkan dengan penelusuran riwayat oleh KPK dan BIN.
Tak hanya itu, civitas yang telah mendapatkan pendidikan antikorupsi dari KPK diharapkan berani bersuara dan mendobrak sistem ini.
Ari mengatakan jika akademisi kampus bisa menghadirkan calon pemimpin terbaik, memenuhi kriteria, dan prosesnya berlangsung dari bawah, suara Menteri Pendidikan dan Kebudayaan sebesar 35 persen di pemilihan Rektor PTN tidak akan berdampak banyak.
“Dari tiga calon rektor, jika semuanya baik, maka siapapun yang terpilih nanti maka dialah pemimpin terbaik sebuah universitas. Suara dari Kementerian Pendidikan hanya sebagai penjaga suasana agar tetap kondusif,” tutur Ari.
Deputi Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat KPK Wawan Wardiana menegaskan program penguatan integritas ekosistem perguruan tinggi sangatlah penting.
Sebab pendidikan korupsi yang selama ini diterima oleh mahasiswa ternyata tidak cukup.
“Pelajar hingga mahasiswa telah menerima pendidikan karakter, namun pengalaman yang mereka lihat sehari-hari di sekolah maupun kampus bertolak belakang. Pengelola lembaga pendidikan banyak melakukan korupsi, kepala sekolah ugal-ugalan dalam mengelola BOS,” katanya.
Menurutnya, penguatan pendidikan antikorupsi akan ditingkatkan hingga tingkat ekosistem dan telah didukung 92 PTN. Ekosistem itu mencakup dosen, dekan, hingga rektor yang menjalankan program antikorupsi dan menghasilkan lulusan yang berintegritas.
“Diskusi puncak yang berlangsung sejak kemarin menghasilkan 12 hal yang harus dilakukan di PTN untuk memperbaiki tata kelola supaya berintegritas,” jelasnya.
Wawan menyatakan 12 hal itu antara lain rektor menjadi contoh dan teladan dalam tindakan anti korupsi, menghindari konflik kepentingan dalam pengambilan kebijakan, transparansi tata kelola keuangan, aset, dan sumber daya, serta keterbukaan mekanisme pemilihan pejabat. (*)