Mantan Bupati Lampung Selatan Zainudin Hasan (pakai peci) Foto: Istimewa |
JAKARTA - KPK bersama Kantor Pelayanan Negara dan Lelang (KPKNL) Bandar Lampung bakal melelang aset milik mantan Bupati Lampung Selatan Zainudin Hasan.
Barang tersebut merupakan sebidang tanah yang jadi barang rampasan negara berdasarkan putusan Mahkamah Agung.
"KPK bersama dan melalui Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Bandar Lampung akan melaksanakan lelang eksekusi barang rampasan berdasarkan Putusan Mahkamah Agung dengan Terpidana Zainudin Hasan," kata Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Selasa (8/11/2022).
Dijelaskan, objek yang dilelang itu merupakan sebidang tanah di Desa Kedaton, Kalianda, Lampung Selatan.
Dia mengungkap tanah seluas 18.512 meter persegi ini bakal dilelang dengan nilai limit Rp 5.254.919.000.
"Satu bidang tanah di Desa Kedaton Kecamatan Kalianda, Kabupaten Lampung Selatan, sesuai dengan Buku Tanah nomor 127 Desa Kedaton, Kec. Kalianda, Kab. Lampung Selatan, dengan luas 18.515 m2. Dengan harga limit Rp 5.254.919.000,00 dan uang jaminan Rp 1.500.000.000," ucap Ali, dilansir detikcom.
Pelelangan itu bakal dilaksanakan dengan mekanisme closed bidding, yakni dengan mengakses laman www.lelang.go.id.
Lelang bakal dimulai pada Kamis 24 November 2022, pukul 09.30 WIB.
Para pembeli dapat melakukan pelunasan lelang setidaknya 5 hari kerja pascapelaksanaan lelang, serta pemenang lelang juga bakal diwajibkan membayar bea lelang senilai 2% dari harga lelang.
Perkara Korupsi Zainudin Hasan
Mantan Bupati Lampung Selatan Zainudin Hasan saat ini tengah menjalani masa tahanannya di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Bandar Lampung.
Dia divonis bui 12 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 5 bulan kurungan.
Zainudin terbukti menerima suap sebesar Rp 72 miliar. Selain itu, Hakim menyebut Zainudin terbukti menerima gratifikasi senilai Rp 7 miliar.
Jaksa menyebut gratifikasi yang diterima Zainudin bersumber dari PT Baramega Citra Mulia Persada dan PT Jhonlin.
Disebutkan Zainudin rutin menerima uang dari kedua perusahaan ini sebanyak Rp 100 juta setiap bulan sejak 29 Februari 2016 sampai ditangkap KPK pada Juli 2018.
Penerimaan uang disamarkan sebagai gaji seseorang yang ditempatkan menjadi petinggi perusahaan. (*)