TUTUP
TUTUP
HeadlineKesehatan

Obat Sirup Picu Gagal Ginjal Akut, YLKI: BPOM Lalai, Evaluasi dan Usut Tuntas!

Admin
23 October 2022, 8:36 PM WAT
Last Updated 2022-10-31T00:29:07Z

Foto: ilustrasi/istimewa


JAKARTA - Kasus Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA) pada anak saat ini menjadi kekhawatiran masyarakat. 


Diduga, kasus tersebut dipicu obat sirup yang mengandung Etilen Glikol (EG) dan Etilen Glikol (DEG) melebihi ambang batas normal.


Menanggapi hal itu, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mendesak pemerintah untuk melakukan pengusutan menyeluruh dari hulu ke hilir.


Menurut YLKI, kasus ini terjadi karena kurangnya pengawasan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) terhadap obat-obat bermasalah yang menyebabkan gagal ginjal anak.


“YLKI mendesak untuk mengusut tuntas kasus tersebut dari hulu hingga hilir, mulai dari pasokan bahan baku obat, proses produksi, hingga ke pemasarannya," ujar Ketua Pengurus Harian YLKI, Agus Suyatno, Ahad (23/10/2022).


Dia mengatakan langkah terbaik pemerintah adalah mengevaluasi kembali kemampuan pengawasan BPOM, terutama dalam proses produksinya. 


Menurutnya, proses pembuatan obat semestinya telah melewati aspek Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB).


"Namun kasus ini membuktikan BPOM telah lalai memenuhi aspek tersebut," tegas Agus, dilansir Kumparan.


Terjadinya cemaran itu juga membuktikan bahwa quality control di manajemen internal produsen obat tidak dilakukan. 


"Oleh karena itu, hal rasional yang dapat dilakukan Presiden Jokowi mengevaluasi kinerja BPOM dalam hal pengawasan dan kebijakannya,” kata Agus.


YLKI juga mendorong tim independen yang bertugas menginvestigasi kasus ini dari hulu ke hilir. 


Hal ini disarankan agar terungkap siapa pihak yang harus bertanggung jawab atas penyakit gagal ginjal usai mengkonsumsi obat sirup yang bermasalah.


"Kita mendesak adanya investigasi oleh tim independen, agar persoalan menjadi tuntas dan pihak mana yang harus bertanggung jawab, baik dari sisi perdata, pidana, dan administrasi. Pihak regulator, seperti Badan POM dan Kemenkes ikut bertanggung jawab,” ujar Agus. (*)

close