Sebagian penonton yang tewas (Foto: Istimewa) |
MALANG - Tragedi kerusuhan di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur pada Sabtu (1/10) malam menjadi sorotan.
Suasana mencekam terasa saat detik-detik kerusuhan terjadi.
Salah satunya digambarkan wartawan Transmedia, Abdul Malik.
Berdasarkan pemantauannya, hingga beberapa jam setelah gas air mata ditembakkan polisi, udara masih terasa begitu pekat dan banyak penonton mulai tumbang.
Menurutnya, awak media yang saat itu berada di tribun VIP turut menyelamatkan diri akibat tembakan gas air mata.
Jika di tribun VIP saja mata terasa pedih, Abdul tak membayangkan suasana yang terjadi di tribun ekonomi.
"Saat ada gas air mata, media juga menyelamatkan diri. Di dalam perih, padahal media ada di tribun VIP. Sulit membayangkan yang di tribun ekonomi," kata Abdul, dalam laporannya, dilansir CNNIndonesia, Ahad (2/10/2022).
Saat kericuhan reda, dia ikut membantu korban di tribun ekonomi. Ia menyaksikan saat itu banyak korban berjatuhan dan belum dievakuasi.
"Saat kericuhan mereda, (saya) kembali ke dalam mencoba menyelamatkan korban di tribun ekonomi. Masih banyak yang tergeletak, belum dievakuasi," kata Abdul.
Abdul menuturkan tembakan gas air mata dilepas sekitar 10 menit usai pertandingan yang berakhir sekitar pukul 22.00 WIB.
Ia mengaku kembali masuk sekitar pukul 1 dini hari. Pekat dan perihnya gas air mata masih terasa saat itu.
Abdul dan beberapa awak media mendapati banyak yang korban tergeletak di tribun ekonomi. Sebagian masih sadar, tetapi ada pula yang telah tak bernyawa.
Abdul juga sempat mengevakuasi dua korban tewas.
Terkait penggunaan gas air mata, awak media sempat menerima keterangan dari Kapolda Jatim Irjen Nico Afinta bahwa tembakan merupakan SOP dari pihak kepolisian.
"Menurut kapolda, itu (menembakkan gas air mata) sesuai SOP," ujarnya.
Menurut Abdul, pihak Polres Malang sudah melakukan pengamanan semaksimal mungkin. Namun harus diakui bahwa pertandingan Arema vs Persebaya merupakan derby terpanas.
"Pemain sudah dievakuasi ke tempat aman. (korban) Semakin lama semakin banyak, kalau tidak pakai gas air mata aparat kewalahan, akhirnya disemprotkan," kata Mahfud.
Arema diketahui tak pernah kalah melawan Persebaya di Stadion Kanjuruhan selama 23 tahun. Atmosfer panas begitu kentara terasa di seantero stadion.
"Inilah yang dikecewakan Aremania. Mereka mempertanyakan bagaimana strategi, gimana sampai kalah, ini yang sangat mengecewakan," kata Abdul.
Sementara Menkopolhukam MahfudMD menyebut gas air mata dilepaskan karena penonton mengejar para pemain.
Penonton kecewa karena Arema dikalahkan Persebaya.
Gas air mata dilepaskan menurut Mahfud demi alasan keamanan pemain.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, kerusuhan yang terjadi di Stadion Kanjuruhan, Malang, merenggut ratusan nyawa.
Hingga saat ini, sebanyak 130 korban dilaporkan tewas.
Kerusuhan dimulai saat polisi menembakkan gas air mata merespons suporter Arema yang merangsek masuk ke lapangan karena kecewa tim jagoannya kalah dalam pertandingan.
Tak cuma ke arah lapangan, gas air mata juga ditembakkan ke arah tribun penonton.
Tak ayal, hal tersebut pun memicu kepanikan. Massa penonton bubar, berlarian sambil berdesak-desakkan ke arah pintu keluar.
Akibatnya, sejumlah massa mengalami sesak napas dan terinjak-injak. Beberapa diantaranya hingga meninggal dunia.
Kronologi
Kerusuhan di Stadion Kanjuruhan usai laga Arema FC vs Persebaya menewaskan 127 orang, Sabtu (1/10).
Berikut kronologi tragedi di Kanjuruhan versi polisi.
Laga Arema vs Persebaya yang dimulai pukul 20:00 berlangsung sengit. Akan tetapi tuan rumah tidak beruntung karena kalah 2-3 dari Persebaya.
Kapolda Jawa Timur Irjen Pol Nico Afinta mengatakan semula pertandingan Arema vs Persebaya berlangsung lancar.
Namun setelah pertandingan berakhir sejumlah pendukung Arema merasa kecewa dan beberapa di antara mereka turun ke lapangan untuk mencari pemain dan ofisial.
Petugas pengamanan kemudian melakukan upaya pencegahan dengan melakukan pengalihan agar para suporter tersebut tidak turun ke lapangan dan mengejar pemain.
Semakin lama kekecewaan suporter makin kuat dan kemarahan tidak terkendali, karena disertai dengan lemparan benda-benda ke lapangan.
Guna meredakan kemarahan suporter polisi melepaskan tembakan gas air mata ke arah suporter.
Dari tembakan air mata itu suporter yang mencoba menghindar kian tidak terkendali, sehingga harus mengorbankan penonton lain dengan menginjak-injak guna menyelamatkan diri.
Banyak dari penonton yang mengalami sesak napas akibat asap gas air mata.
Cuitan netizen juga menyebutkan orangtua kehilangan balita lantaran situasi panik yang tidak terkendali akibat tembakan gas air mata polisi.
Kerusuhan yang terjadi di lapangan Kanjuruhan mengakibatkan dua kendaraan polisi dirusak, salah satunya dibakar. Penonton juga dilaporkan membakar fasilitas lain di stadion.
Tidak saja terjadi di dalam, kerusuhan juga berimbas ke luar stadion. Total delapan kendaraan polisi dirusak.
Para pemain Persebaya sempat tertahan hingga satu jam di kendaraan taktis milik polisi. Mobil rantis yang ditumpangi Persebaya juga dilempari suporter Arema.
Sekitar pukul 03:00, Minggu (2/10), Polda Jawa Timur menggelar konferensi pers terjadi tragedi di Kanjuruhan. Sebanyak 127 orang dilaporkan meninggal, dua di antaranya polisi.
Akibat kejadian itu PSSI mengancam Arema FC dengan hukuman dilarang menjadi tuan rumah hingga sisa kompetisi Liga 1 2022/2023. (*)