TUTUP
TUTUP
Ekonomi

Soal Pertalite Naik, Ekonom: Ringankan APBN Tapi Ciptakan Kemiskinan Baru

Admin
17 August 2022, 11:37 AM WAT
Last Updated 2022-09-04T06:59:36Z
Foto: Ilustrasi/Istimewa

JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) hingga para menteri mulai mengisyaratkan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi jenis pertalite.


Belum lama ini Jokowi membandingkan harga BBM di Indonesia dengan Singapura dan Jerman.


Kepala Negara itu mengatakan harga BBM di Indonesia masih lebih murah karena di Singapura dan Jerman masing-masing dijual Rp27 ribu per liter dan Rp31 ribu per liter.


"Kita ini pertalite Rp7.650 (per liter), pertamax Rp12.500 (per liter). Negara lain sudah jauh sekali. Kenapa harga kita masih seperti ini ? Karena kita tahan terus, tapi subsidi makin besar. Sampai kapan kita begini? Ini PR kita semua, menahan harga itu berat," kata Jokowi, dilansir CNNIndonesia, Rabu (17/8/2022).


Selain Jokowi, Menteri Keuangan Sri Mulyani juga menyentil masalah kenaikan volume BBM bersubsidi yang di luar kontrol.


Menurutnya, lonjakan penyaluran itu membuat alokasi subsidi dan kompensasi energi melebihi pagu anggaran APBN yang mencapai Rp502 triliun pada tahun ini.


"Meskipun APBN-nya bagus, surplus sampai Juli, tapi tagihannya nanti kalau volumenya tidak terkendali akan semakin besar di semester dua," ujar Ani.


Menanggapi sentilan-sentilan dari Jokowi hingga para menterinya, sebenarnya bagaimana dampak kenaikan harga pertalite pada APBN dan inflasi?


Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad mengatakan kenaikan harga subsidi bisa mengurangi beban APBN.


Ia mengatakan jika solar subsidi tidak dibatasi maka jumlah awalnya yang 14,9 juta kilo liter (KL) bisa membengkak hingga 17,3 juta KL. Artinya pemerintah perlu menambah kuota sekitar 2,4 juta KL.


Tauhid menjelaskan harga keekonomian solar berada di level Rp12.119 per liter, sedangkan harga di pasar berkisar Rp7.000 hingga Rp8.000 per liter.


"Karena selisih antara harga perekonomian dengan harga pasar, maka hitungan saya tambahan untuk solar subsidi sekitar Rp16,7 triliun," ujar Tauhid.


Sementara itu, kuota subsidi pertalite sebesar 23 juta KL diperkirakan bisa membengkak hingga 28 juta KL bila tidak terjadi pembatasan. Artinya pemerintah perlu menambah 5 juta KL pertalite.


Selisih antara harga keekonomian pertalite sebesar dengan harga di pasar membuat anggaran bisa berkurang sekitar Rp41,23 triliun jika harga pertalite naik.


Tauhid mengatakan ada cara lain yang bisa dilakukan pemerintah untuk mengurangi menambah anggaran subsidi BBM yaitu dengan mengalokasikan dana yang awalnya direncanakan untuk program-program yang bisa ditunda hingga tahun depan.


Ia pun mengatakan kenaikan pertalite pasti menyebabkan inflasi. Kenaikan pertalite juga bisa membuat pertumbuhan sektor lain turun.


"Kalau harga pertalite naik apalagi bersamaan dengan solar maka inflasi naik dan akan mengurangi potensi pertumbuhan ekonomi," ujarnya.


Hal serupa juga dikatakan oleh Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira yang menilai kenaikan harga pertalite bisa sedikit mengurangi beban APBN.


Meski begitu, pemerintah perlu meningkatkan dana belanja sosial kepada orang miskin dan rentan miskin sebagai kompensasi atas naiknya BBM subsidi.


Menurutnya, ketimbang menaikkan harga BBM subsidi, pemerintah perlu memperketat pengawasan solar subsidi untuk kendaraan angkutan di perusahaan pertambangan dan perkebunan skala besar.


"Selama ini tingkat kebocoran solar masih terjadi, dan lebih mudah mengawasi distribusi solar dibandingkan pengawasan BBM untuk kendaraan pribadi karena jumlah angkutan jauh lebih sedikit dibanding mobil pribadi," ujar Bhima, Selasa (16/8).


Bhima menilai rencana kenaikan harga pertalite akan berdampak langsung pada daya beli masyarakat serta meningkatkan jumlah orang miskin baru.


Menurutnya, ekonomi 40 persen kelompok rumah tangga terbawah dikhawatirkan akan semakin berat. Ditambah lagi adanya 64 juta UMKM yang bergantung pada BBM subsidi.


Ia mengatakan pemerintah juga harus memikirkan efek kenaikan harga terhadap UMKM karena BBM subsidi bukan hanya untuk kendaraan pribadi, tetapi juga dipakai untuk kendaraan operasional UMKM.


Selain itu, jika harga pertalite naik dari Rp7.650 per liter menjadi Rp10 ribu per liter, maka diperkirakan inflasi tahun ini tembus 6 persen hingga 6,5 persen secara tahunan (year on year/yoy).


"Dikhawatirkan menjadi inflasi yang tertinggi sejak September 2015," ujarnya.


Sebab itu, selain melakukan memperketat penjualan pertalite, langkah lain yang bisa dilakukan pemerintah adalah dengan mendorong pembangunan jaringan gas untuk menghentikan ketergantungan terhadap impor LPG 3 kg.


"Jaringan gas juga bermanfaat untuk mempersempit celah subsidi ke rumah tangga mampu," ujar Bhima.


Selain itu, Bhima juga mengusulkan pemerintah untuk menunda proyek infrastruktur dan mengalokasikan dananya untuk menambah alokasi subsidi energi.


Lalu, mengalihkan sebagian dana pemulihan ekonomi nasional (PEN) untuk subsidi energi. Selain itu, penghematan belanja pegawai, belanja barang dan jasa, termasuk transfer ke daerah juga bisa dilakukan.


"Pemerintah juga dibekali dengan uu darurat keuangan dimana pergeseran anggaran tanpa persetujuan DPR. Jadi lebih cepat dilakukan perombakan ulang APBN semakin baik," ujar Bhima. (*)

close