TUTUP
TUTUP
Hukum

KPK Sebut 86 Persen Koruptor Disumbang dari Perguruan Tinggi

Admin
29 August 2022, 9:17 PM WAT
Last Updated 2022-09-20T14:30:58Z
Nurul Ghufron (Foto: Istimewa)

JAKARTA -  Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Nurul Ghufron, mengungkapkan 86 persen koruptor di Indonesia disumbang dari perguruan tinggi.


Hal itu dikatakannya saat menyampaikan fenomena korupsi di Indonesia.


“Terjadinya krisis integritas di lingkungan pendidikan tinggi salah satu contohnya karena kuliah hanya dengan tujuan untuk mendapat pekerjaan,” ujar Ghufron, dikutip dari laman UIN Jakarta, saat Pengenalan Budaya Akademik dan Kemahasiswaan (PBAK) bagi mahasiswa baru, dilansir dari Kompas.com pada Senin (29/8/2022).


Ghufron mengatakan, berdasarkan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2006 tentang Pengesahan United Nation Convention Againts Corruption (UNCAN) atau Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti Korupsi, akibat yang ditimbulkan dari tindak pidana korupsi antara lain merusak pasar, harga, dan persaingan usaha yang ketat, meruntuhkan hukum.


Lalu penurunan kualitas hidup dalam pembangunan berkelanjutan, merusak proses demokrasi, pelanggaran hak asasi manusia, dan menyebabkan kejahatan lain berkembang.


“Dari berbagai akibat tersebut, perguruan tinggi ternyata ikut menyumbang 86 persen koruptor. Hal itu terjadi karena banyaknya para alumni perguruan tinggi yang berilmu tapi tidak berintegritas," ujar Ghufron. 


Menurut dia, integritas hilang dari pendidikan karena adanya perbuatan korupsi secara besar ataupun kecil.


Misalnya, dari mulai rekruitmen mahasiswa, proses pendidikan, tugas akhir, penelitian, akreditasi, hingga tata kelola pendidikan.


Oleh karena itu, korupsi dicegah dengan memperbaiki tata kelola dan komitmen integritas melalui pendidikan antikorupsi.


“Menyongsong Indonesia Emas 2045, mahasiswa harus memiliki kompetensi, kemampuan, dan karakter integritas yang kuat,” tambahnya.


Tiga cara mencegah korupsi


Dilansir dari laman Pusat Edukasi Antikorupsi KPK , pemberantasan korupsi membutuhkan kesamaan pemahaman mengenai tindak pidana korupsi itu sendiri.


Dengan adanya persepsi yang sama, pemberantasan korupsi bisa dilakukan secara tepat dan terarah. 


Agar pemberantasan berjalan lebih efektif, maka hendaknya ketiga strategi harus dilakukan secara bersamaan.


Berikut 3 cara mencegah korupsi oleh KPK: 


1. Represif 


Strategi Represif adalah upaya penindakan hukum untuk menyeret koruptor ke pengadilan.


Hampir sebagian besar kasus korupsi terungkap berkat adanya pengaduan masyarakat pengadaan masyarakat merupakan salah satu sumber informasi yang sangat penting untuk diteruskan oleh KPK 


Dalam strategi ini tahapan yang dilakukan adalah: Penanganan laporan Pengaduan masyarakat (KPK melakukan proses verifikasi dan penelaahan) Penyelidikan Penyidikan Penuntutan  Eksekusi 


2. Perbaikan sistem 


Banyak sistem yang diterapkan di Indonesia memberikan peluang tindak pidana korupsi 


Sistem yang baik bisa terjadinya tindak pidana korupsi maka itu diperlukan perbaikan sistem misalnya: 


Mendorong transparansi penyelenggaraan negara seperti yang dilakukan KPK


Menerima Laporan LHKPN atau Laporan Harta Kekayaan Penyelenggaraan Negaa dan juga gratifikasi. 


Memberikan rekomendasi kepada kementerian dan lembaga terkait untuk melakukan langkah-langkah perbaikan. 


Memodernisasi pelayanan publik dengan online dan sistem pengawasan yang terintegrasi agar lebih transparan dan efektif. 


3. Edukasi dan kampanye 


Edukasi dan kampanye adalah strategi pembelajaran pendidikan anti korupsi dengan tujuan membangkitkan kesadaran masyarakat mengenai dampak korupsi. 


Termasuk mengajak masyarakat untuk terlibat dalam gerakan pemberantasan korupsi serta membangun perilaku dan budaya anti korupsi.


Sasarannya, adalah siswa dan masyarakat umum namun juga anak usia dini taman kanak-kanak dan sekolah dasar. (*)

close