TUTUP
TUTUP
HeadlineHukum

Ferdy Sambo yang 'Sakti' di Balik 31 Polisi Diduga Rusak Barang Bukti

Admin
11 August 2022, 8:58 AM WAT
Last Updated 2022-08-11T05:42:54Z

Irjen Ferdy Sambo (Foto: Istimewa)

JAKARTA - Kasus dugaan pembunuhan terhadap Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Birgadir J makin terungkap terang.


Irjen Ferdy Sambo yang saat ini ditetapkan sebagai tersangka diduga sebagai otak pembunuhan.


Selain itu, sebanyak 31 polisi diduga merusak barang bukti.


Insiden tewasnya Brigadir J terjadi di di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo, Kompleks Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan (Jaksel), Jumat (8/7/2022) lalu.


Kasus ini awalnya disebut sebagai tembak menembak. Belakangan terungkap, tembak menembak itu diduga direkayasa oleh Sambo.


Dalam kasus ini, Polri telah menetapkan empat tersangka. Pertama adalah Eks Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo.


Sambo diduga menjadi otak pembunuhan terhadap Brigadir J pada Jumat (8/7).


Selain itu, dua ajudan dan seorang sopir turut menjadi tersangka dalam kasus ini. Mereka ialah Bharada Richard Eliezer (RE), Brigadir Ricky Rizal (RR), dan Kuat (KM).


Polisi menyebut Sambo diduga menjadi mastermind dalam kasus ini, dengan peran memerintah Bharada E menembak Brigadir J.


Sementara Bripka RR dan KM berperan ikut membantu dan menyaksikan penembakan Bharada E terhadap korban.


31 Polisi Diduga Diduga Rusak Barang Bukti


Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menjelaskan perihal perkembangan kasus ini pada Selasa (9/8) lalu.


Terungkap bahwa Ferdy Sambo diduga menembakkan senjata Brigadir J ke dinding, seolah-olah terjadi tembak menembak.


"Untuk membuat seolah-olah telah terjadi tembak-menembak, Saudara FS melakukan penembakan dengan senjata milik Saudara J ke dinding berkali-kali," kata Kapolri, saat jumpa pers di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (9/8/2022) malam, dilansir detikcom.


Diketahui, kasus tewasnya Brigadir J mencuat setelah tiga hari terjadi penembakan.


Publik lalu mencium kejanggalan-kejanggalan dalam kasus tewasnya Brigadir J.


Selain melalui jalur pidana, Polri turut mengusut pelanggaran kode etik dalam kasus ini melalui Inspektorat Khusus (Itsus).


Tim ini mengusut dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan polisi lain.


Divpropam dan Bareskrim Polri telah memeriksa 56 personel. Sebanyak 31 personel di antaranya diduga melakukan pelanggaran kode etik.


Jumlah ini bertambah dari 25 personel yang sebelumnya diduga melanggar kode etik.


Puluhan polisi tersebut diduga berupaya melindungi Ferdy Sambo dengan cara merusak barang bukti, menghilangkan barang bukti hingga mengaburkan fakta.


Sebanyak 15 orang dari mereka telah resmi dimutasi Kapolri.


"Timsus juga telah melakukan pemeriksaan terhadap pelanggaran kode etik profesi Polri ataupun tindakan untuk merusak, menghilangkan barang bukti, mengaburkan dan merekayasa dengan melakukan mutasi ke Yanma Polri dan saat ini semuanya dilakukan pemeriksaan. Kemarin ada 25 personel yang kita periksa dan saat ini bertambah menjadi 31 personel," ujar Sigit.


Para personel polisi itu diduga melanggar kode etik berupa tindakan tidak profesional pada saat penanganan dan olah TKP hingga saat penyerahan jenazah Brigadir J di Jambi.


Personel itu berasal dari Bareskrim Polri hingga Polda Metro Jaya. Mereka terdiri dari perwira tinggi (pati) hingga tamtama Polri.


Sementara itu, 11 orang di antaranya dibawa ke tempat khusus. Selain Sambo, ada 2 personel jenderal bintang satu, 2 perwira menengah berpangkat 2 komisaris besar (kombes), 3 ajun komisaris besar polisi (AKBP), dan 2 komisaris polisi (kompol).


Mahfud Sebut Bukan Kriminal Biasa


Menko Polhukam Mahfud Md menyebut kasus dugaan pembunuhan terhadap Brigadir J tak sama dengan kasus kriminal biasa.


Dia mengutarakan kasus ini memiliki dua aspek psikologis, sehingga penanganan kasusnya tidak semudah kasus kriminal biasa.


"Harus bersabar karena ada psycho-hierarchical, ada juga psycho-politics-nya. Kalau seperti itu, secara teknis penyelidikan, itu sebenarnya gampang. Apa namanya... bahkan para purnawirawan, 'Kalau kayak gitu gampang, Pak, tempatnya jelas ini'. Kita sudah tahulah, tapi saya katakan, 'oke, jangan berpendapat dulu, biar Polri memproses'," tutur Mahfud.


Itu disampaikan Mahfud setelah bertemu ayah Brigadir J, Samuel Hutabarat, Rabu (3/8). Dia mengapresiasi Kapolri Jenderal Listyo Sigit dalam menangani kasus ini.


"Bahwa itu memang gampang tingkat polsek saja bisa, tapi ini ada tadi psiko-hierarkis dan psiko-politis dan macam-macam," imbuh dia.


Pasal-pasal yang menghantui perusak TKP


Selain itu, Mahfud juga menjelaskan anggota Polri yang memberikan keterangan salah ke publik di awal kasus tewasnya Brigadir J bisa dijerat pelanggaran etik sekaligus pidana.


"Kalau penjelasannya salah, itu bisa pertama itu bisa dinilai tidak profesional. Nah, nanti itu sudah pasti tidak profesional. Nanti kalau ketemu bahwa itu tidak profesional dan itu sengaja menyembunyikan fakta, itu bisa menjadi pidana. Menjadi pelanggaran etik, antara disiplin dan pidananya, begitu," kata Mahfud Md di kantornya, Jakarta Pusat, Selasa (9/8).


Selain terkait pembunuhan, ada pula pasal soal menghalangi penyelidikan dan merusak barang bukti yang disebut Mahfud Md.


"Mungkin itu (pasal terkait pembunuhan) akan bersambung lagi ke 231, 221, 133, itu tentang menghalangi proses penegakan hukum," kata Mahfud.


Berikut adalah pasal-pasal yang dimaksud Mahfud Md:


KUHP


Pasal 133


Pasal ini ditiadakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946, pasal VIII, butir 23.


Pasal 221


(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah:
1. Barang siapa dengan sengaja menyembunyikan orang yang melakukan kejahatan atau yang dituntut karena kejahatan, atau barang siapa memberi pertolongan kepadanya untuk menghindari penyidikan atau penahanan oleh penjahat kehakiman atau kepolisian, atau oleh orang lain yang menurut ketentuan undang-undang terus-menerus atau untuk sementara waktu diserahi menjalankan jabatan kepolisian;
2. Barang siapa setelah dilakukan suatu kejahatan dan dengan maksud untuk menutupinya, atau untuk menghalang-halangi atau mempersukar penyidikan atau penuntutannya, menghancurkan, menghilangkan, menyembunyikan benda-benda terhadap mana atau dengan mana kejahatan dilakukan atau bekas-bekas kejahatan lainnya, atau menariknya dari pemeriksaan yang dilakukan oleh pejabat kehakiman atau kepolisian maupun oleh orang lain, yang menurut ketentuan undang-undang terusmenerus atau untuk sementara waktu diserahi menjalankan jabatan kepolisian.


(2) Aturan di atas tidak berlaku bagi orang yang melakukan perbuatan tersebut dengan maksud untuk menghindarkan atau menghalaukan bahaya penuntutan terhadap seorang keluarga sedarah atau semenda garis lurus atau dalam garis menyimpang
derajat kedua atau ketiga, atau terhadap suami/istrinya atau bekas suami/istrinya.


Pasal 231


(1) Barang siapa dengan sengaja menarik suatu barang yang disita berdasarkan ketentuan undang-undang atau yang dititipkan atas perintah hakim, atau dengan mengetahui bahwa barang ditarik dari situ, menyembunyikannya, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.


(2) Dengan pidana yang sama, diancam barang siapa dengan sengaja menghancurkan, merusak atau membikin tak dapat dipakai barang yang disita berdasarkan ketentuan undang-undang.


(3) Penyimpan barang yang dengan sengaja melakukan atau membiarkan dilakukan salah satu kejahatan itu, atau sebagai pembantu menolong perbuatan itu, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.


(4) Jika salah satu perbuatan dilakukan karena kealpaan penyimpan barang, diancam dengan pidana kurungan paling lama satu bulan atau pidana denda paling banyak seribu delapan ratus rupiah.

(*)

close