Foto: Ilustrasi/Istimewa |
JAKARTA - Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyebut Presiden Joko Widodo (Jokowi) bakal mengumumkan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak pekan depan.
Beban subsidi dianggap terlalu berat dan tidak bisa tertahan lagi.
Menanggapi kabar ini, Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah mengatakan kenaikan harga BBM akan memicu angka inflasi terkerek naik.
"Ini yang akan secara keseluruhan menaikkan ekspektasi inflasi naik. Mendorong harga barang-barang naik," ujarnya, Jumat (19/8/2022).
Menurut Piter, subsidi energi adalah salah satu kunci keberhasilan Indonesia dalam menahan angka inflasi. Kisarannya berada di angka 4,94%, lebih baik dibanding negara-negara lain.
Inflasi yang terkontrol juga tertolong oleh langkah produsen yang belum mentransmisikan kenaikan harga bahan baku ke harga konsumen.
Misalnya, meskipun harga gandum naik tetapi harga mi instan tidak melonjak naik. Namun hal ini bisa berubah jika BBM jadi naik.
"Yang paling saya khawatirkan adalah mendorong produsen benar-benar mentransmisikan kenaikan bahan baku tadi. Yang tadinya tidak menaikkan, mereka mengikuti kenaikan BBM," ungkap Piter, dilansir detikcom.
Meski subsidi energi mencapai Rp 502 triliun, dia menyarankan pemerintah tetap menahan harga Pertalite.
Selain menghindari letupan inflasi, Piter berpendapat APBN masih mampu memberi subsidi karena selalu dalam kondisi surplus.
Senada dengan Piter, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menyebut kenaikan Pertalite akan mendongkrak inflasi.
Terlebih, inflasi komoditas energi sudah mencapai 5,03% berdasarkan data Bank Indonesia (BI).
Selain kenaikan Pertalite, menurut Tauhid, inflasi dapat dipicu kenaikan komoditas lain seperti Solar, Pertamax, hingga gas LPG.
"Itu bukan hanya Pertalite, ada Pertamax, Solar, kenaikannya itu 5% terhadap inflasi, jadi besar. Artinya bahwa memang nanti kenaikan terhadap inflasi saya kira lumayan besar," ungkapnya.
Direktur CELIOS, Bhima Yudhistira menyebut masyarakat miskin harus bersiap menghadapi kenaikan BBM.
"Pertanyaannya, apa kondisi masyarakat miskin saat ini siap hadapi kenaikan harga BBM, setelah inflasi bahan pangan (volatile food) hampir sentuh 11% secara tahunan per Juli 2022?," tukasnya.
Menurut Bhima masyarakat kelas menengah rentan juga akan terdampak. Mungkin sebelumnya mereka kuat beli Pertamax, tapi sekarang mereka migrasi ke Pertalite.
Kalau harga Pertalite juga ikut naik, maka kelas menengah akan korbankan belanja lain.
Selain itu serapan tenaga kerja bisa terganggu dan target-target pemulihan ekonomi pemerintah bisa berantakan.
Indonesia akan masuk fase stagflasi yaitu kondisi ekonomi yang ditunjukkan dengan pertumbuhan ekonomi yang melemah dan angka pengangguran yang tinggi.
"Jika inflasi menembus angka yang terlalu tinggi dan serapan tenaga kerja terganggu, Indonesia bisa menyusul negara lain yang masuk fase stagflasi. Imbasnya bisa 3-5 tahun recovery terganggu akibat daya beli turun tajam," jelas Bhima. (*)