TUTUP
Lampung

Soal Flyover MBK, Ketua DPRD Bandar Lampung: Izin Bisa Sambil Jalan

ADMIN
17 June 2017, 8:39 AM WAT
Last Updated 2022-09-15T17:09:03Z
Wiyadi (ist)

BANDAR LAMPUNG –
Menyikapi rencana pembongkaran proyek pembangunan flyover ruas Teuku Umar-ZA Pagar Alam, depan Mal Boemi Kedaton (MBK) oleh Pemprov Lampung, Jum'at (16/6/2017), Ketua DPRD Bandar Lampung, Wiyadi angkat bicara.

Dia mengaku sangat menyayangkan jika benar Pemprov Lampung membongkar paksa proyek jembatan layang keenam di Kota Bandar Lampung itu.

Sebab, bukan tak mungkin jika permasalahan ini menjadi hal yang memalukan bagi warga Lampung.

"Lebih baik kalau memang ada masalah, sampaikanlah oleh provinsi ke pemerintah pusat bahwa proyek tersebut tetap berjalan, agar Pemkot Bandar Lampung dipanggil oleh pusat, kalau memang pusat benar-benar mau menghentikannya," ujar Wiyadi.

Menurutnya, di dalam surat yang dikirimkan Balai Besar Pelaksana Jalan Nasional (BBPJN) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen-PUPR) tidak menyebut bahwa proyek flyover Mal Boemi Kedaton harus dihentikan.

Namun, pemkot harus melengkapi sejumlah izin yang memang belum ada. Dijelaskan, hal itu sebenarnya hanya surat yang dikirim, dan isinya juga telah diketahui awak media, yang di dalamnya tidak ada kata 'dihentikan', tapi harus melengkapi persyaratan yang belum lengkap.

"Sekarang saya tanya, proyek di pusat, seperti tol segala macam, Amdalalin-nya apa sudah lengkap, sambil jalan toh? Coba lihat pembangunan rel kereta api bandara kan yang lain sambil jalan (izinnya). Makanya kalau memang ada yang kurang, duduk bareng, sebenarnya masalahnya apa dan dimana. Kalau kami di DPRD dari tahun 2016 sudah sepakat akan membangun flyover ini,” urai politisi PDIP itu.

Wiyadi juga mempertanyakan rencana Pemprov Lampung yang akan membongkar proyek flyover, apakah sudah mendapatkan izin dari pusat.

“Kami sangat-sangat menyayangkan terjadi pembongkaran seperti itu. Kami juga mempertanyakan apakah pemprov ini mendapatkan mandat dari pusat untuk melakukan pembongkaran," tukasnya, seperti dilansir Lampungnews.

Itu karena, lanjut Wiyadi, provinsi adalah kepanjangan tangan dari pusat. Tetapi tidak semua kebijakan itu bisa diambil alih oleh pemprov.

"Apabila semua kebijakan diambil pemprov, artinya tidak perlu ada Mendagri dan sebagainya. Termasuk kalau kita mau pinjam dana ke SMI, itu rekomendasi dari Mendagri boleh, bahkan angka Rp 260 miliar lebih, kita hanya pinjam Rp 230 miliar,” ujarnya. (*)
close