![]() |
(ilustrasi/ist) |
TULANG BAWANG - Kasus dugaan gratifikasi penerimaan dana dari para pegawai honorer K-2 yang akan menjadi PNS di Tulang Bawang (Tuba), Lampung, menyeret dua mantan pejabat di Badan Kepegawaian Daerah (BKD) setempat ke dalam penjara.
Kejaksaan Negeri (Kejari) Menggala, Tulang Bawang menahan Gatot Suparno, mantan Kepala BKD tahun 2011 dan Sigit Heri Prasetyo, mantan Kasubbid Pengadaan dan Mutasi Pegawai BKD.
"Keduanya diperiksa atas dugaan gratifikasi penerimaan dana dari para pegawai honorer K-2 yang akan menjadi PNS di Tuba. Pemeriksaan berlangsung pada Selasa (8/3/2016) pukul 10.00-15.33 WIB," jelas Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Menggala, Zuhandi, Rabu (9/3).
Pada pukul 16.00 WIB, keduanya dibawa ke rumah tahanan negara (Rutan) Bawang Latak, Menggala. Penahanan keduanya setelah penyidik melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi dan keterangan lainnya yang memang dibutuhkan dalam dugaan gratifikasi tersebut.
“Keduanya kami tahan untuk 20 hari ke depan. Kasusnya, dugaan gratifikasi atas penerimaan uang dari honorer K-2 di lingkungan Pemkab Tuba untuk menjadi CPNS,” jelas Zuhandi, seperti dilansir Radarlampung.
Dari penyidikan yang dilakukan Kejari Menggala, diperoleh keterangan bahwa Gatot Suparno (Kepala BKD Tuba tahun 2011) dan Sigit Heri Prasetyo (mantan Kasubbid Pengadaan dan Mutasi Pegawai BKD Tuba) telah menerima uang dari sejumlah calon PNS dari jalur K-2.
“Berdasarkan data yang masuk ke penyidik nilainya cukup banyak, sekitar Rp1,5 miliar. Namun untuk sementara hasil penyidikan baru sekitar Rp800 juta yang diterima keduanya,” terang Zuhandi.
Dia menuturkan, modus operandi kedua tersangka yakni melakukan perekrutan tenaga kerja honorer yang tidak memenuhi syarat untuk masuk database. Kemudian orang-orang tersebutlah yang memberikan uang kepada keduanya agar bisa masuk jadi CPNS melalui jalur K-2.
Nominal uang disetor oleh para honorer K-2 yang tidak memenuhi syarat tersebut sangat bervariasi. Mulai Rp15 juta, Rp20 juta, bahkan ada yang Rp30 juta. Sehingga total dana yang diterima berkisar Rp800 juta hingga Rp1,5 miliar.
Jumlah ini kemungkinan bisa lebih karena data tersebut baru sebatas laporan. Kemungkinan besar akan ada korban lain yang akan memberikan laporan.
“Kita akan dalami kasus ini hingga ke akar-akarnya. Bagaimana kedepannya silakan masyarakat melihat dan memantaunya,” kata Zuhandi.
Apakah hanya dua orang ini yang dijadikan tersangka? Zuhandi menyatakan kemungkinan akan ada tersangka lainnya yang memang mengetahui dan menikmati hasil dari gratifikasi itu.
“Kalau tersangka lainnya silakan lihat saja, kami tidak ingin menjelaskan. Intinya, silakan buka yang mempunyai informasi silakan berikan ke kami agar kasus ini terbuka seterang matahari,” pungkasnya. (*)
"Keduanya diperiksa atas dugaan gratifikasi penerimaan dana dari para pegawai honorer K-2 yang akan menjadi PNS di Tuba. Pemeriksaan berlangsung pada Selasa (8/3/2016) pukul 10.00-15.33 WIB," jelas Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Menggala, Zuhandi, Rabu (9/3).
Pada pukul 16.00 WIB, keduanya dibawa ke rumah tahanan negara (Rutan) Bawang Latak, Menggala. Penahanan keduanya setelah penyidik melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi dan keterangan lainnya yang memang dibutuhkan dalam dugaan gratifikasi tersebut.
“Keduanya kami tahan untuk 20 hari ke depan. Kasusnya, dugaan gratifikasi atas penerimaan uang dari honorer K-2 di lingkungan Pemkab Tuba untuk menjadi CPNS,” jelas Zuhandi, seperti dilansir Radarlampung.
Dari penyidikan yang dilakukan Kejari Menggala, diperoleh keterangan bahwa Gatot Suparno (Kepala BKD Tuba tahun 2011) dan Sigit Heri Prasetyo (mantan Kasubbid Pengadaan dan Mutasi Pegawai BKD Tuba) telah menerima uang dari sejumlah calon PNS dari jalur K-2.
“Berdasarkan data yang masuk ke penyidik nilainya cukup banyak, sekitar Rp1,5 miliar. Namun untuk sementara hasil penyidikan baru sekitar Rp800 juta yang diterima keduanya,” terang Zuhandi.
Dia menuturkan, modus operandi kedua tersangka yakni melakukan perekrutan tenaga kerja honorer yang tidak memenuhi syarat untuk masuk database. Kemudian orang-orang tersebutlah yang memberikan uang kepada keduanya agar bisa masuk jadi CPNS melalui jalur K-2.
Nominal uang disetor oleh para honorer K-2 yang tidak memenuhi syarat tersebut sangat bervariasi. Mulai Rp15 juta, Rp20 juta, bahkan ada yang Rp30 juta. Sehingga total dana yang diterima berkisar Rp800 juta hingga Rp1,5 miliar.
Jumlah ini kemungkinan bisa lebih karena data tersebut baru sebatas laporan. Kemungkinan besar akan ada korban lain yang akan memberikan laporan.
“Kita akan dalami kasus ini hingga ke akar-akarnya. Bagaimana kedepannya silakan masyarakat melihat dan memantaunya,” kata Zuhandi.
Apakah hanya dua orang ini yang dijadikan tersangka? Zuhandi menyatakan kemungkinan akan ada tersangka lainnya yang memang mengetahui dan menikmati hasil dari gratifikasi itu.
“Kalau tersangka lainnya silakan lihat saja, kami tidak ingin menjelaskan. Intinya, silakan buka yang mempunyai informasi silakan berikan ke kami agar kasus ini terbuka seterang matahari,” pungkasnya. (*)