LAMPUNG - Kemandirian sebuah desa tak mesti selalu bergantung pada potensi alam yang ada di desa tersebut, tetapi juga dapat diwujudkan dengan berbagai macam jenis usaha padat karya lainnya. Seperti yang dilakukan warga Kampung (Desa) Sidodadi Kecamatan Bangun Rejo, Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung.
Lampung Tengah sendiri merupakan kabupaten terluas kedua di Provinsi Lampung, yakni mencapai 16.233,21 km². Namun, setelah Undang-Undang Nomor 12 tahun 1999 disahkan, wilayah tersebut akhirnya dipecah menjadi beberapa daerah lain dan luasnya menjadi lebih kecil dengan pusat administrasi di daerah Gunung Sugih. Kabupaten Lampung Tengah, yang sebelumnya masuk wilayah administrasi Kabupaten Lampung Timur, dan Kota Metro.
Di kampung yang begitu jauh keramaian kota dan hiruk pikuk metropolitan itu justru menjadi sentra usaha dengan memberdayakan masyarakat desa setempat dengan mendirikan home industri roti.
“Kami
buka usaha bersama roti, kami beri nama Terbit Bakery Roti,” ungkap
Sadi, Ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Sidodadi, seperti dilansir
Kompas, Jumat (27/11/2015).
Sadi menuturkan, usaha yang digelutinya bersama dengan 47 warga di kampung tersebut, berhasil meraup keuntungan sekitar 15 juta rupiah per bulan.
Sadi menuturkan, usaha yang digelutinya bersama dengan 47 warga di kampung tersebut, berhasil meraup keuntungan sekitar 15 juta rupiah per bulan.
“Dalam sehari kami mampu memproduksi 15 ribu hingga 20 ribu bungkus roti dengan berbagai rasa,” paparnya.
Bahkan, diantara anggota kelompok usaha itu ada yang berasal dari luar desa setempat. Sistem kerja yang diterapkan pun cenderung humanis. Sadi hanya memberi waktu 6 jam kepada tiap pekerjanya dan dibagi dalam tiga shift.
Bahkan, diantara anggota kelompok usaha itu ada yang berasal dari luar desa setempat. Sistem kerja yang diterapkan pun cenderung humanis. Sadi hanya memberi waktu 6 jam kepada tiap pekerjanya dan dibagi dalam tiga shift.
"Kerjanya
setengah hari mas, dari jam 8 sampai setengah 1, gaji mereka Rp1 juta
per bulan, tapi makan kami tanggung. Selain kami, ada sembilan kelompok
usaha masyarakat lainnya di beberapa desa di kabupaten ini,” ujarnya.
Keberanian dan kreatifitas Sadi ini sejatinya telah dimulai sejak awal tahun 90-an. Dari pengakuannya, dirinya sempat membuka usaha yang sama di Jakarta pada tahun 1994. Namun kurang menguntungkan.
Keberanian dan kreatifitas Sadi ini sejatinya telah dimulai sejak awal tahun 90-an. Dari pengakuannya, dirinya sempat membuka usaha yang sama di Jakarta pada tahun 1994. Namun kurang menguntungkan.
"Alhamdulillah setelah pindah ke sini bagus," tegas Sadi bangga.
Untuk memaksimalkan usaha tersebut, Sadi juga telah menyalurkan hasil produknya ke sejumlah provinsi tetangga, seperti Palembang dan Bengkulu. Ke depan, dia berharap peran pemerintah untuk terus meningkatkan potensi usahanya berupa pelatihan dan juga modal usaha berbunga ringan.
"Di sini ada 400 hektar kebun coklat, jika kami bisa mengolahnya tentu kami tidak perlu beli bahan coklat untuk varian rasa roti kami di Jakarta, lalu modal usaha kami masih pinjam ke Bank, ada yang Rp 500 juta sampai Rp 1 miliar," urai Sadi. (*)
Untuk memaksimalkan usaha tersebut, Sadi juga telah menyalurkan hasil produknya ke sejumlah provinsi tetangga, seperti Palembang dan Bengkulu. Ke depan, dia berharap peran pemerintah untuk terus meningkatkan potensi usahanya berupa pelatihan dan juga modal usaha berbunga ringan.
"Di sini ada 400 hektar kebun coklat, jika kami bisa mengolahnya tentu kami tidak perlu beli bahan coklat untuk varian rasa roti kami di Jakarta, lalu modal usaha kami masih pinjam ke Bank, ada yang Rp 500 juta sampai Rp 1 miliar," urai Sadi. (*)