![]() |
| (foto: istimewa) |
LAMPUNG - Untuk menyelesaikan berbagai permasalahan lama yang masih menjadi beban bangsa ini agar dapat segera dituntaskan, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mendorong rekonsiliasi nasional seluruh elemen bangsa
Hal itu diungkapkan Komisioner Komnas HAM, Siti Noor Laila dalam Diskusi Publik Implementasi Kebijakan Penanganan Konflik Sosial Horizontal di Provinsi Lampung, Senin (12/10/2015), Komnas HAM mendorong semua pihak untuk melaksanakan rekonsiliasi sebagai bagian jalan ke Indonesiaan.
"Berbagai permasalahan bangsa ini di masa lalu masih menjadi beban berat bagi kita semua," ujar Laila.
Dia mencontohkan, kasus pelanggaran HAM berat di Lampung, yaitu Peristiwa Talang Sari tahun 1989 di Dusun Talang Sari III, Desa Rajabasa Lama, Way Jepara, Kabupaten Lampung Timur (saat kejadian masih masuk Kabupaten Lampung Tengah).
Laila menyebutkan, setelah sempat melihat situasi masyarakat Talang Sari itu, kondisinya memprihatinkan.
"Situasi di Talang Sari sampai sekarang memprihatinkan," kata komisioner asal Lampung itu.
Laila menyatakan, setelah peristiwa Talang Sari itu hingga kini, warga setempat termasuk anak dan cucu mereka yang tidak mengalami secara langsung peristiwa tersebut, mendapat stigma negatif sebagai pemberontak atau dicap sebagai kelompok ekstrem kanan.
"Stigma itu melekat sampai turun temurun ke anak cucu hingga sekarang," kata dia. Dampaknya, mereka pun mendapatkan perlakuan diskriminatif dan diisolasi sebagai warga Indonesia.
"Jalan saja tidak masuk ke wilayah tersebut," ujar Laila.
Menurutnya, seharusnya sekarang bukan lagi label sebagai gerakan pengacau keamanan (GPK) yang dilekatkan kepada mereka. Tapi warga Talang Sari merupakan bagian bangsa Indonesia yang harus dirangkul dan berhak mendapatkan perlakuan sama dengan warga lainnya.
Laila menegaskan, upaya rekonsiliasi ala Indonesia seharusnya didorong oleh semua pihak bisa dimulai dari Lampung. Komisioner Komnas HAM itu juga mencontohkan peristiwa tahun 1965, belum tentu korbannya adalah PKI, seperti dilansir Kompas dari Antara.
"Tapi mereka semua dilabeli (PKI). Jadi dosa atau stigma turunan. Begitupula saudara kita yang Ahmadiyah, dan lain-lainnya yang serupa," ujar dia.
Komnas HAM, menurut Laila, bukan soal dukungan ideologi tertentu, tapi mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan.
"Bagaimana mungkin ada yang belum lahir, tidak tahu apa-apa, dan lainnya tapi tetap distigma negatif. Inilah yang harus diatasi, dihilangkan paradigma lama. Jangan sampai ada beban persoalan masa lalu terus membebani bangsa dan masyarakat Indonesia," katanya.
Diskusi publik ini digelar Puslitbang Kebijakan Publik dan Pengembangan Wilayah (PKPPW) LPPM Universitas Lampung yang menghadirkan Dirintelkam Polda Lampung Kombes Mochamad Rodjak Sulaeli, sejumlah tokoh adat dan tokoh masyarakat serta tokoh agama, kalangan akademisi, birokrat dan profesional di Lampung. (*)
"Berbagai permasalahan bangsa ini di masa lalu masih menjadi beban berat bagi kita semua," ujar Laila.
Dia mencontohkan, kasus pelanggaran HAM berat di Lampung, yaitu Peristiwa Talang Sari tahun 1989 di Dusun Talang Sari III, Desa Rajabasa Lama, Way Jepara, Kabupaten Lampung Timur (saat kejadian masih masuk Kabupaten Lampung Tengah).
Laila menyebutkan, setelah sempat melihat situasi masyarakat Talang Sari itu, kondisinya memprihatinkan.
"Situasi di Talang Sari sampai sekarang memprihatinkan," kata komisioner asal Lampung itu.
Laila menyatakan, setelah peristiwa Talang Sari itu hingga kini, warga setempat termasuk anak dan cucu mereka yang tidak mengalami secara langsung peristiwa tersebut, mendapat stigma negatif sebagai pemberontak atau dicap sebagai kelompok ekstrem kanan.
"Stigma itu melekat sampai turun temurun ke anak cucu hingga sekarang," kata dia. Dampaknya, mereka pun mendapatkan perlakuan diskriminatif dan diisolasi sebagai warga Indonesia.
"Jalan saja tidak masuk ke wilayah tersebut," ujar Laila.
Menurutnya, seharusnya sekarang bukan lagi label sebagai gerakan pengacau keamanan (GPK) yang dilekatkan kepada mereka. Tapi warga Talang Sari merupakan bagian bangsa Indonesia yang harus dirangkul dan berhak mendapatkan perlakuan sama dengan warga lainnya.
Laila menegaskan, upaya rekonsiliasi ala Indonesia seharusnya didorong oleh semua pihak bisa dimulai dari Lampung. Komisioner Komnas HAM itu juga mencontohkan peristiwa tahun 1965, belum tentu korbannya adalah PKI, seperti dilansir Kompas dari Antara.
"Tapi mereka semua dilabeli (PKI). Jadi dosa atau stigma turunan. Begitupula saudara kita yang Ahmadiyah, dan lain-lainnya yang serupa," ujar dia.
Komnas HAM, menurut Laila, bukan soal dukungan ideologi tertentu, tapi mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan.
"Bagaimana mungkin ada yang belum lahir, tidak tahu apa-apa, dan lainnya tapi tetap distigma negatif. Inilah yang harus diatasi, dihilangkan paradigma lama. Jangan sampai ada beban persoalan masa lalu terus membebani bangsa dan masyarakat Indonesia," katanya.
Diskusi publik ini digelar Puslitbang Kebijakan Publik dan Pengembangan Wilayah (PKPPW) LPPM Universitas Lampung yang menghadirkan Dirintelkam Polda Lampung Kombes Mochamad Rodjak Sulaeli, sejumlah tokoh adat dan tokoh masyarakat serta tokoh agama, kalangan akademisi, birokrat dan profesional di Lampung. (*)


