Anshori (kiri). | ist |
SABURAI - Seorang pengemis yang tahun ini naik haji, Anshori (77) warga Dusun Lojok RT 2 RW 5, Kelurahan Kepel, Kecamatan Bugulkidul, Kota Pasuruan, Jawa Timur, ternyata sejak kecil hidup menggelandang. Ia mulai mengemis pada 1980.
"Sejak kecil saya sudah hidup sebatang kara. Bapak saya hilang entah ke mana pada waktu pendudukan Jepang, sementara ibu meninggal. Dan saya hidup sebatang kara lagi setelah ditinggal istri," kata Ansori saat ditemui di rumahnya, Rabu (26/8/2015).
Setelah kedua orangtuanya tiada, Ansori kecil hidup menggelandang. Ia sempat dua tahun hidup di sawah dengan makan buah seadanya. Sebelum memutuskan menggelandang, saat lapar, ia terpaksa makan pecahan batu batu karena tidak ada orang yang memberi nasi.
“Biasanya saya makan pecahan batu bata di depan pintu rumah. Kalau nggak gitu saya mengumpulkan rumput, kemudian rumput itu saya tawarkan ke orang untuk dibeli. Hasil dari menjual rumput kemudian saya buat makan, ” kenangnya.
Saat menggelandang di sawah, Ansori pernah mengalami sakit parah sehingga tidak bisa berjalan. Pernah dirinya dikepung luwak dan pernah juga harus mengesot untuk mengambil air minum di sungai.
"Badan saya saat itu tidak bisa bergerak. Kulit saya mengering," ceritanya.
Beranjak remaja, Ansori menggelandang di jalan, tidur di sembarang tempat, dan makan apa saja yang bisa dimakan.
"Saya baru berhenti menggelandang setelah menikah dengan almarhum istri saya, Arliyah," katanya.
Kapan menikah? Ansori tak ingat. Namun dia menyebut saat menikah di Kantor Urusan Agama ia membayar ongkos Rp 25 ribu. Setelah menikah, Ansori bekerja serabutan, termasuk menjadi buruh tani sebelum kemudian memutuskan mengemis.
Ansori mengaku baru memiliki niatan naik haji setelah ditinggal istrinya.
“Saya punya niatan naik haji sekitar tujuh tahun sebelum saya daftar haji tahun 2009,” katanya. Saat mendaftar, Ansori baru membayar Rp 20,5 juta. Adapun totalnya Rp 42,5 juta, seperti dilansir Tempo.
Untuk bisa membayar uang sebanyak itu ia mengaku menabung Rp 5 ribu per hari. Uang itu ia titipkan ke Kayum, kenalannya. Dari mengemis di sekitar Pasuruan, sehari Ansori rata-rata bisa mengumpulkan Rp 20 ribu. “Rp 15 ribu untuk makan dan sisanya di tabung.”
Ansori baru melunasi ongkor haji itu pada 2014. Ansori tergabung dalam kelompok terbang 44 yang akan berangkat tanggal 8 September 2015. Untuk mempersiapkan keberangkatannya, Ansori dibantu Siti Fatimah, tetangganya satu dusun. Kini Ansori berhenti mengemis.
“Sejak Lebaran saya berhenti,” katanya. (*)