![]() |
Joko Widodo |
SABURAI - Presiden Joko Widodo tak akan merevisi program pembangunan pembangkit listrik 35 ribu mega watt, karena proyek tersebut memang menjadi kebutuhan. Itu sebabnya, Jokowi terus mendorong agar pembangunan pembangunan pembangkit listrik 35 ribu mega watt harus bisa diselesaikan pengerjaaanya.
Menurut Jokowi, setiap kali melakukan kunjungan kerja ke daerah, komplain yang selalu dihadapinya adalah masalah kekurangan pasokan listrik.
"Tiap kali ke daerah, saya dapat komplain soal listrik. Byarpett, listrik mati," katanya seusai membuka acara The Indonesia International Geothermal Convention and Exibition di Jakarta Convention Center, Rabu (19/8/2015).
Jokowi mengatakan, dia dan Wakil Presiden Jusuf Kalla harus turun tangan mengatasi berbagai kendala guna mewujudkan program pembangunan pembangkit listrik 35 ribu mega watt. Di antaranya masalah pembebasan lahan untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap di Batang, Jawa Tengah.
Jokowi membicarakan program pembangunan pembangkit listrik 35 ribu mega watt setelah ditanya wartawan berkaitan dengan pernyataan Menteri Koordinator Kemaritiman, Rizal Ramli. Rizal menilai program itu tidak realistis.
Menurut Jokowi, banyak pihak yang mengatakan proyek listrik 35 ribu mega watt itu adalah target yang ambisius. Namun, dia tidak ingin menanggapinya. Jokowi justru meminta menteri terkait, termasuk Menko mencarikan solusi bila ada masalah yang dihadapi oleh investor.
"Itu tugasnya menteri, Menko untuk mencarikan solusi, mencari jalan keluar, setiap masalah yang dihadapi oleh investor," katanya, seperti dilansir Tempo.
Jokowi mencontohkan, jika sudah ditandatangani jual beli tenaga listrik atau Power Purchased Agreement (PPA), para pejabat terkait harus mengikut progresnya dengan mempunyai daftar ceklist, termasuk permasalah izin pembebasan lahan dan financial closing.
"Yang bisa dibantu, ya, bantu. Yang bisa dicarikan solusi, ya, carikan. Itu tugasnya menteri," tuturnya.
Jokowi mengatakan, jika mau gampang, buat saja terget 5.000 Mega Watt. Pasti kecapai. “Kalau saya, kan, enggak mau." (*)