![]() |
| Diler motor Honda di Jalan Ikan Bawal, Telukbetung ini adalah bekas rumah komandan Kempeitai Jepang bernama Hagasaki. |
BANDAR LAMPUNG - Jelang peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Republik Indonesia ke-70, yang merebut kemerdekaan dari penjajahan Belanda dan Jepang pada 17 Agusrtus 1945 silam, kini masih tersisa jejak-jejak sebagai bukti para penjajah itu pernah masuk ke Provinsi Lampung.
Pada masa jaman penjajahan di Kota Bandar Lampung, ibukota Provinsi Lampung, Jepang meninggalkan jejak beberapa bangunan yang dulunya pernah dipakai sebagai pusat basis pertahanan.
Di mana sajakah tempat-tempat itu? Sejarawan Lampung Cek Mat Zein mengungkapkan, ada dua lokasi bangunan yang dulunya dipakai oleh Jepang sebagai markas besarnya.
Yang pertama terletak di Jalan Hasanuddin (sekarang menjadi bangunan sekolah Xaverius) Telukbetung, dan yang kedua berada di Jalan Kartini (sekarang menjadi Hotel Ria), Tanjungkarang, Bandar Lampung.
"Kalau tidak salah, tahun 1943 pasukan Jepang masuk Lampung. Mereka menempati dua gedung peninggalan Belanda sebagai pusat basisnya yang terletak di Jalan Hasanuddin dan Jalan Kartini," kata Cek Mat, Rabu (12/8/2015).
Jepang sendiri sebenarnya tidak meninggalkan peninggalan berupa bangunan. Mereka hanya memakai tempat-tempat bekas penjajah Belanda. Peninggalan mereka itu adalah bunker-bunker pertahanan yang dulu jumlahnya banyak sekali, namun sekarang ini sudah banyak yang tertimbun tanah maupun sudah dihancurkan.
Bunker Jepang yang masih bisa kita lihat sekarang ini jumlahnya tidak lebih dari 10 buah, di antaranya ada di berada di Jalan Nusa Dua, belakang Gereja Lungsir Teluk Betung, Jalan Amir Hamzah (depan Dinas Pendidikan Kota Bandar Lampung) Kelurahan Gotong Royong, Tanjung Karang Pusat, lalu di Jalan Ikan Kiter, Kelurahan Kangkung Teluk Betung Selatan, dan di Jalan Teluk bone Kelurahan Kota Karang Teluk Betung Barat.
Cek Mat juga menceritakan, pada zaman penjajahan Jepang dulu, di Kota Bandar Lampung hidup seorang komandan Kempeitai yang bernama Hagasaki. Ia mengatakan, Hagasaki merupakan seorang yang paling ditakuti oleh masyarakat pribumi pada waktu itu.
![]() |
| SMP Xaverius di Jalan Hasanuddin, Telukbetung, yang pernah dijadikan markas besar tentara Jepang di Lampung. |
"Waktu itu kira-kira saya masih kelas empat sekolah dasar. Kalau Komandan Hagasaki sedang keliling patroli, tidak ada masyarakat pribumi yang berani mendekatinya, malah cenderung banyak yang langsung masuk rumah dan mengunci pintu. Ciri-cirinya, badannya tinggi, matanya sipit berpandangan tajam, langkah jalannya lebar gagah dengan menyandang pedang samurai. Dia kalau keliling memakai mobil dengan sopir pribadinya," Cek Mat berkisah.
Pernah suatu ketika, ada masyarakat pribumi yang tidak sengaja menggores mobilnya, Hagasaki marah lalu menampar orang tersebut. Dia memang ringan tangan, sering menampar warga pribumi maupun prajuritnya sendiri kalau sedang kesal.
"Rumah Hagasaki dulu terletak di Jalan Ikan Bawal, Telukbetung, sekarang sudah tidak berbekas dan sudah dijadikan sebuah diler Honda. Itulah beberapa cerita yang dapat saya himpun berdasarkan pengalaman yang saya lihat dengan mata saya sendiri," jelas Cek Mat. (*)


