![]() |
| Foto: Ilustrasi/Istimewa |
LAMPUNG - Alzheimer sudah bukan penyakit yang asing didengar lagi. Makin hari makin banyak saja orang yang didiagnosis menderita penyakit yang diindikasikan dengan penurunan ukuran otak itu. Sayangnya hingga kini masih banyak penderita Alzheimer yang tak tahu-menahu kapan penyakit ini mulai menyerang.
Sejumlah peneliti dari AS pun mengklaim gangguan tidur bisa jadi salah satu gejala awal penyakit Alzheimer.
Dengan menggunakan tikus sebagai obyek percobaan, peneliti menemukan bahwa ada segumpal protein yang disebut plak yang terbentuk di dalam otak dan diduga sebagai komponen kunci munculnya penyakit tersebut.
Studi yang dipublikasikan dalam jurnal Science Translational Medicine itu pun menunjukkan bahwa ketika plak ini pertama kali terbentuk, pola tidur tikus percobaan mulai terganggu.
Secara alami, jumlah plak yang terbuat dari protein beta amyloid ini seharusnya terus mengalami perubahan selama 24 jam, baik pada tikus maupun manusia. Tapi ternyata pada penderita Alzheimer, protein beta amyloid-nya menghasilkan plak permanen di dalam otak penderita.
Selain itu, percobaan yang dilakukan di Washington University ini menunjukkan ketika plak di dalam otak tikus mulai terbentuk, jam tidurnya berkurang hingga tinggal 30 menit saja. Padahal secara umum tikus menghabiskan waktu tidur selama 40 menit di siang hari.
"Jika kejanggalan pola tidur pada tikus ini juga terlihat lebih cepat pada manusia maka studi ini dapat memberikan pengetahuan tentang gejala Alzheimer agar lebih mudah dideteksi," terang salah satu peneliti, Profesor David Holtzman seperti dilansir dari BBC, Jumat (7/9/2012).
"Meski begitu kalaupun gangguan tidur semacam ini juga muncul pada manusia, kita tak tahu pasti bagaimana bentuknya, entah itu pengurangan jam tidur, sulit tidur atau bentuk gangguan tidur lainnya," lanjutnya.
Namun fakta yang didapatkan dari tikus ini dianggap tak dapat mewakili kondisi gangguan tidur pada manusia secara keseluruhan.
Studi tentang gejala penyebab Alzheimer ini dianggap krusial, terutama untuk memperoleh deteksi dini dan mencari pengobatan yang tepat bagi penderitanya.
Lagipula sejauh ini penderita tak pernah menunjukkan gangguan daya ingat hingga mencapai stadium akhir.
Padahal pada saat itu kemungkinan besar sebagian otaknya sudah rusak dan pengobatan apapun dianggap sangat sulit untuk dilakukan.
sumber


