TUTUP
Nasional

Pemerintah Diminta Ambil Alih Jembatan Selat Sunda

Admin
09 July 2012, 9:06 AM WAT
Last Updated 2016-03-09T22:31:36Z

JAKARTA -
Proyek prestisius pembangunan Jembatan Selat Sunda terus menjadi sumber keributan. Setelah dua menteri di kabinet Presiden Yudhoyono dikabarkan bertikai soal jaminan pemerintah, kali ini muncul suara agar pemerintah mengambil alih proses studi kelayakan proyek besar ini.

“Sebaiknya, studi kelayakan memang tidak dikerjakan pihak swasta,” kata Ketua Asosiasi Kontraktor Indonesika, Sudarto, Minggu 8 Juli 2012 ini. “Anggarannya sudah dari pemerintah, ya sekalian saja pemerintah yang melaksanakan,” katanya lagi.

Sudarto khawatir, jika studi kelayakan proyek raksasa ini dilakukan pihak swasta, maka akan ada rekayasa sejumlah aspek. Pasalnya, kata dia, orientasi pihak swasta tentu saja akan mengarah pada upaya mencari keuntungan sebesar-besarnya, ujar Sudarto menegaskan.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Agus Martowardojo dikabarkan bersikeras merevisi Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2011 tentang Pengembangan Kawasan Strategis dan Infrastruktur Selat Sunda. Dia mengusulkan agar pasal soal studi kelayakan pembangunan megaproyek tersebut diubah. 

Setuju
Sementara, Menteri Pekerjaan Umum, Djoko Kirmanto, sepakat merevisi Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2011 tentang Pengembangan Kawasan Strategis dan Infrastruktur Selat Sunda. Namun, kata  Djoko,  yang disepakati Kementerian PU  bukanlah revisi total melainkan penambahan klausul.

"Kami mengusulkan penambahan klausul mengenai proses pengadaan barang dan jasa," kata Djoko pada Senin, 9 Juli 2012 di kantornya. Djoko mengatakan akan menambahkan Pasal 62 Perpres Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah ke dalam Perpres Nomor 86 Tahun 2011.

Menteri Keuangan, Djoko berujar, mengusulkan dua macam alternatif revisi Perpres Nomor 86 Tahun 2011, yakni revisi total dan revisi sebagian. Ia  mengatakan pihaknya lebih memilih revisi sebagian karena proyek Jembatan Selat Sunda tetap menjadi program kementerian.

Saat ini, menurut Djoko, proses pembahasan revisi masih terus berjalan. Sehingga dia tidak mau berspekulasi apakah nantinya studi kelayakan proyek tersebut menggunakan anggaran pendapatan dan belanja negara atau dibiayai swasta.

Menteri Keuangan Agus Martowardojo berkeras merevisi Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2011 tentang Pengembangan Kawasan Strategis dan Infrastruktur Selat Sunda. Aturan yang direvisi menyangkut penyiapan studi kelayakan oleh pemrakarsa proyek.

Klausul ini dipandang  Agus akan berdampak buruk terhadap keuangan negara. Sebab, apabila studi  dibuat swasta tapi tak digunakan, pemerintah harus membayar ganti rugi.

Agus menyatakan apresiasinya kepada pemrakarsa proyek, PT Graha Banten Lampung Sejahtera, yang telah membuat pra studi kelayakan. Namun, dia mengingatkan, pembuatan studi kelayakan merupakan wewenang pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pekerjaan Umum.

Graha Banten Lampung Sejahtera adalah perusahaan konsorsium yang terdiri atas Grup Artha Graha milik Tommy Winata, Pemerintah Provinsi Banten, dan Pemerintah Provinsi Lampung. Perusahaan ini menjadi pemrakarsa proyek Kawasan Strategis dan Infrastruktur Selat Sunda senilai Rp 150 triliun.

Selama menunggu keputusan revisi Perpres, Kementerian melakukan peninjauan teknis di lokasi pembangunan jembatan. Peninjauan ini bertujuan mencari titik dipasangnya tiang penyangga jembatan.

Tolak
Terpisah, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa menegaskan pembuatan studi kelayakan pembangunan Jembatan Selat Sunda tidak akan menggunakan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Dia menyatakan, sejak perjanjian awal, pembangunan jembatan penghubung Jawa-Sumatera itu tidak dibiayai APBN.

"Kalau APBN, masih banyak biaya dibutuhkan untuk membangun infrastruktur desa, jembatan yang kecil, jembatan gantung. Desain awalnya non-APBN," kata Hatta di kantor Kementerian Bidang Perekonomian, Senin, 9 Juli 2012

Sebelumnya, Menteri Keuangan Agus Martowardojo mengusulkan agar Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2011 tentang Pengembangan Kawasan Strategis Selat Sunda direvisi. Revisi tersebut berkaitan dengan pembuatan FS yang diusulkan untuk didanai oleh APBN.

Hatta menyatakan usulan tersebut saat ini masih dibahas. Menurut dia, tidak ada yang perlu diperdebatkan terkait hal tersebut. Perpres 86, kata dia, merupakan modifikasi dari Perpres Nomor 67 yang menyebutkan bahwa inisiator proyek tersebut bisa melakukan studi kelayakan atas biaya sendiri dengan mendapatkan pengawasan dan supervisi ketat pemerintah.

Hatta juga menjelaskan jika dalam peraturan presiden tersebut diatur jika pemerintah membatalkan proyek tersebut secara sepihak, maka pemerintah harus mengganti biaya FS nya. "Jadi ada fair di sana," ujar dia.

sumber
close