JAKARTA - Amarah Sherlita Stephanie yang tumpah dalam akun twitternya @litastephanie lantaran dituding memiliki paket narkoba oleh polisi, merupakan wujud ketakpercayaan masyarakat terhadap para aparat penegak hukum.
Menurut Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW), Neta S Pane, saat ini, ada kecenderungan warga untuk lebih memilih mencurahkan pengalaman kejahatannya di dunia maya ketimbang kepada polisi.
Neta menjelaskan, sebelum kejadian yang menimpa Lita, IPW mencatat ada sekitar dua kasus serupa yang dialami seorang lelaki asal Jakarta Timur dan manajer sebuah perusahaan besar. Keduanya, ujar Neta, mengalami dugaan tindak penjebakan dan pemerasan oleh polisi.
Mereka, ucap Neta, dituduh atas kepemilikan narkoba yang ditemukan dalam kendaraannya. Padahal, menurut Neta, keduanya mengaku bukan seorang pemakai dan pecandu apalagi memiliki dan menyimpan obat terlarang.
"Yang pertama itu sempat diproses sampai pengadilan negeri Jakarta Timur namun diputuskan bebas, sedangkan yang kedua mengambil jalan pintas dan menyerahkan uang sebesar Rp 10 juta kepada polisi," ungkap Neta.
Terkait permasalahan yang membelit Lita, Neta menyatakan, ungkapan hati yang disampaikannya melalui jejaring sosial itu merupakan cerminan atas ketidakpercayaannya kepada polisi. Bisa jadi, masih kata Neta, Lita berbuat demikian karena dirinya merujuk pada pengalaman beberapa warga yang pernah terlibat masalah dengan polisi yang hasilnya tidak sesuai harapan.
"Banyak kasus yang melibatkan polisi tidak berujung pada proses hukum terhadap anggota Polri yang melanggar aturan," tutur Neta.
Fakta tersebut, ungkap Neta, menunjukkan atasan polisi telah bersikap protektif kepada anggotanya yang melanggar hukum. Padahal seharusnya, tutur dia, mereka bersikap netral dalam menangani kasus yang melibatkan anggota Polri.
"Bila demikian adanya, akhirnya masyarakat akan melakukan pelarian ke Facebook, Twitter dan Youtube daripada ke polisi," jelas Neta.
Neta menjelaskan, sebelum kejadian yang menimpa Lita, IPW mencatat ada sekitar dua kasus serupa yang dialami seorang lelaki asal Jakarta Timur dan manajer sebuah perusahaan besar. Keduanya, ujar Neta, mengalami dugaan tindak penjebakan dan pemerasan oleh polisi.
Mereka, ucap Neta, dituduh atas kepemilikan narkoba yang ditemukan dalam kendaraannya. Padahal, menurut Neta, keduanya mengaku bukan seorang pemakai dan pecandu apalagi memiliki dan menyimpan obat terlarang.
"Yang pertama itu sempat diproses sampai pengadilan negeri Jakarta Timur namun diputuskan bebas, sedangkan yang kedua mengambil jalan pintas dan menyerahkan uang sebesar Rp 10 juta kepada polisi," ungkap Neta.
Terkait permasalahan yang membelit Lita, Neta menyatakan, ungkapan hati yang disampaikannya melalui jejaring sosial itu merupakan cerminan atas ketidakpercayaannya kepada polisi. Bisa jadi, masih kata Neta, Lita berbuat demikian karena dirinya merujuk pada pengalaman beberapa warga yang pernah terlibat masalah dengan polisi yang hasilnya tidak sesuai harapan.
"Banyak kasus yang melibatkan polisi tidak berujung pada proses hukum terhadap anggota Polri yang melanggar aturan," tutur Neta.
Fakta tersebut, ungkap Neta, menunjukkan atasan polisi telah bersikap protektif kepada anggotanya yang melanggar hukum. Padahal seharusnya, tutur dia, mereka bersikap netral dalam menangani kasus yang melibatkan anggota Polri.
"Bila demikian adanya, akhirnya masyarakat akan melakukan pelarian ke Facebook, Twitter dan Youtube daripada ke polisi," jelas Neta.