LAMPUNG UTARA - Kembali, kekerasan terhadap pers terjadi di Lampung. Seorang wartawan harian, Darwis (51), dianiaya di depan Kantor Dinas Pendidikan Lampung Utara (Lampura), Rabu (23/5/2012) sekitar pukul 09.00 WIB. Pelaku adalah seorang Kepala Dinas Perikanan Lampura bernama Kadarsyah, yang kini sudah ditetapkan menjadi tersangka oleh pihak kepolisian.
Menurut Darwis, perkelahian diduga karena pemberitaan di harian. "Dia kesal dengan pemberitaan saya," bebernya. Sementara, Kadarsyah mengaku sedang labil saat melakukan aksi pembacokan. Dia menyangkal jika ia membacok Darwis karena pemberitaan yang dibuatnya. Kejadian tersebut, kata Kadarsyah, merupakan masalah pribadi.
Kadarsyah menegaskan, sebelum peristiwa tersebut, dirinya merasa diancam oleh Darwis. "Saya saat ketemu dia di Jalan Dahlia, dia masih mengeluarkan omongan yang tidak semestinya, saya merasa labil, dan terjadilah," katanya.
Menurut Adenan, salah satu saksi mata, saat itu warga Sindang Sari, Kotabumi Selatan itu, hendak keluar dari kantor Dinas Pendidikan Lampung Utara. Tapi tiba-tiba korban langsung dihadang satu unit mobil. "Mereka langsung berkelahi," katanya seraya mengatakan ia tidak mengetahui peristiwa pembacokan tersebut.
Dirinya melihat korban sudah tersungkur di pinggir jalan dengan bersimbah darah. "Saya langsung bawa ke rumah lalu ke RSU Ryacudu," bebernya. Darwis mengalami luka robek di bahu kiri atas, dengan panjang 5 cm dan kedalaman 2 cm. "Korban diduga mengalami luka bacok," kata seorang perawat RSU Ryacudu. Korban langsung mendapat perawatan intensif di ruang VIP A, RSU Ryacudu.
Kasatreskrim Polres Lampung Utara AKP Bunyamin mengaku telah mendapatkan laporan adanya pembacokan wartawan, tapi pihaknya belum mendapatkan laporan secara tertulis, baik dari saksi ataupun korban. "Setelah kejadian, kami langsung mencari pelaku di rumahnya, tetapi yang bersangkutan tidak ada," katanya, Rabu (23/5/2012). Mantan Kapolsek Sungkai Selatan itu menilai, perbuatan Kadis Perikanan Lampura Kadarsyah itu merupakan tindakan pidana murni. "Dia sudah melakukan tindakan pembacokan," ungkapnya.
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandar Lampung mengecam pembacokan terhadap Darwis, wartawan Harian Bongkar, yang diduga dilakukan Kadis Perikanan Lampung Utara Kadarsyah. AJI mendesak aparat kepolisian untuk mengusut tuntas kasus tersebut.
Kasatreskrim Polres Lampung Utara AKP Bunyamin mengaku telah mendapatkan laporan adanya pembacokan wartawan, tapi pihaknya belum mendapatkan laporan secara tertulis, baik dari saksi ataupun korban. "Setelah kejadian, kami langsung mencari pelaku di rumahnya, tetapi yang bersangkutan tidak ada," katanya, Rabu (23/5/2012). Mantan Kapolsek Sungkai Selatan itu menilai, perbuatan Kadis Perikanan Lampura Kadarsyah itu merupakan tindakan pidana murni. "Dia sudah melakukan tindakan pembacokan," ungkapnya.
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandar Lampung mengecam pembacokan terhadap Darwis, wartawan Harian Bongkar, yang diduga dilakukan Kadis Perikanan Lampung Utara Kadarsyah. AJI mendesak aparat kepolisian untuk mengusut tuntas kasus tersebut.
Ketua AJI Bandar Lampung Wakos Reza Gautama mengatakan, peristiwa pembacokan itu merupakan salah satu tindakan kekerasan terhadap jurnalis. "Kami mengecam keras. Polisi harus menangkap para pelaku," ujarnya.
Wakos mengutarakan, polisi jangan melakukan tindakan pembiaran terhadap para pelaku kekerasan terhadap jurnalis. "Jika para pelaku dibiarkan bebas maka ini akan mengancam kebebasan pers," imbuh dia.
Menurut Wakos, dengan tertangkapnya para pelaku, bisa diketahui motif pembacokan. "Kalau motifnya adalah karena pemberitaan, maka para pelaku adalah musuh dari kebebasan pers," tutur pria yang juga jurnalis harian di Lampung ini.
Wakos juga mengimbau kepada para pekerja pers untuk lebih hati-hati dalam menulis berita. Ia mengatakan, jurnalis dalam memberitakan harus berpedoman pada kode etik. Menurut Wakos terkadang ada pihak-pihak yang tidak puas atas pemberitaan.
Hal itu, terus dia, bisa saja dikarenakan berita itu bersifat menghakimi dan tanpa keberimbangan. "Kalau ada informasi yang tidak jelas sumber dan kebenarannya, jangan langsung dimuat. Harus ada konfirmasi dan verifikasi dulu," ungkap Wakos.
Wakos pun meminta kepada semua pihak untuk mematuhi Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Menurut dia, jika ada pihak yang tidak puas dengan pemberitaan bisa menempuh hak jawab.
Wakos mengutarakan, polisi jangan melakukan tindakan pembiaran terhadap para pelaku kekerasan terhadap jurnalis. "Jika para pelaku dibiarkan bebas maka ini akan mengancam kebebasan pers," imbuh dia.
Menurut Wakos, dengan tertangkapnya para pelaku, bisa diketahui motif pembacokan. "Kalau motifnya adalah karena pemberitaan, maka para pelaku adalah musuh dari kebebasan pers," tutur pria yang juga jurnalis harian di Lampung ini.
Wakos juga mengimbau kepada para pekerja pers untuk lebih hati-hati dalam menulis berita. Ia mengatakan, jurnalis dalam memberitakan harus berpedoman pada kode etik. Menurut Wakos terkadang ada pihak-pihak yang tidak puas atas pemberitaan.
Hal itu, terus dia, bisa saja dikarenakan berita itu bersifat menghakimi dan tanpa keberimbangan. "Kalau ada informasi yang tidak jelas sumber dan kebenarannya, jangan langsung dimuat. Harus ada konfirmasi dan verifikasi dulu," ungkap Wakos.
Wakos pun meminta kepada semua pihak untuk mematuhi Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Menurut dia, jika ada pihak yang tidak puas dengan pemberitaan bisa menempuh hak jawab.