SEGAN Petrus S., wartawan Radar Lampung, mereaksi bantahan penjabat (Pj.) Bupati Mesuji Albar Hasan Tanjung. Ia menegaskan tidak mungkin memberikan laporan bohong atas pernyataan tak terpuji Albar kepada dirinya.
’’Saya tidak mungkin membuat laporan polisi bohong. Saya siap disumpah apa pun. Sumpah pocong pun siap,” tegas Segan saat ditelepon dalam dialog Aspirasi 48, acara live Radar Lampung TV, tadi malam pukul 19.00 WIB.
Segan lalu menceritakan lagi kronologis kejadiannya. Pada Jumat pagi, tanggal 27 Januari 2012, Albar menelepon dirinya menanyakan kebenaran adanya aksi dari masyarakat Sritanjung yang mendesak pelantikan Khamamik (sebagai bupati Mesuji). ’’Saya katakan benar. Lalu, Albar memutuskan sambungan telepon seluler. Kemudian, Albar menelepon lagi, mengeluarkan pernyataan tidak terpuji itu, dan seketika memutuskan sambungan telepon lagi. Saya kaget. Saya lalu mengirimkan SMS (short message service) berisi ’Terima kasih telah mencaci maki saya’. Dan sampai saat ini tidak ada pernyataan maaf dia kepada saya,” cerita Segan.
Karenanya, Segan berpendapat bahwa Albar telah memberikan keterangan palsu di hadapan penyidik. Begitu pula dengan ajudan dan sopir Albar. ’’Jelas semuanya memberikan keterangan palsu. Saya minta polisi bergerak cepat mengungkap kasus pelecehan ini. Penyidik juga harus sesegera mungkin meminta transkip rekaman pembicaraan dari pihak Telkomsel, sehingga kasus ini tidak berlarut-larut,’’ tegasnya.
Pemimpin Redaksi Radar Lampung Nizwar yang hadir di studio Aspirasi 48 mengaku sangat terkejut pada bantahan Albar saat penyidik Polda Lampung memeriksanya Jumat lalu (10/2). ’’Sangat menggelikan jika Albar membantah. Kenapa bantahan tidak dia sampaikan saat Radar Lampung memberikan ruang untuk itu sebelum meneruskan kasus ini ke ranah hukum,” ujarnya.
Sebenarnya, lanjut Nizwar, Radar Lampung sangat mengerti bila Albar mau mengakui terus terang. Bisa jadi, Albar salah menerima laporan dari stafnya saat menanyakan ada atau tidaknya aksi masyarakat Sritanjung, sehingga langsung emosional. ’’Tetapi memang ruang toleransi yang kami berikan tidak dia manfaatkan. Tak ada iktikad baik darinya,” sambung Nizwar.
Senada dengan penuturan Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) cabang Lampung Supriyadi Alfian Arzad. ’’Persoalan ini tidak akan sampai ke ranah hukum apabila kedua belah pihak (Albar dan Radar Lampung) bisa duduk bersama untuk menuntaskannya. Radar Lampung sudah menunjukkan hal itu, tetapi Pak Albar tidak,’’ tuturnya.
Dalam penandatanganan perkara ini, Supriyadi juga berharap penyidik Polda Lampung bersikap profesional dan transparan. ’’Jangan menutup-nutupi pemeriksaan, seperti pada perkara ini. Tidak ada wartawan yang tahu, padahal ada pemeriksaan terhadap Pak Albar. Hal ini justru berdampak pada berkembanganya opini negatif terhadap penyidik,’’ tandasnya.
Rojali, kuasa hukum Segan dari Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum PWI Lampung, pun sempat memberikan keterangan pada acara live Aspirasi 48. ’’Sah saja Albar membantah, tetapi juga menjadi tugas penyidik menghadirkan bukti untuk membuktikan kebenarannya. Kita berharap perkara ini dapat segera tuntas,’’ tuturnya.
Pada bagian lain, pengamat hukum Heni Siswanto, S.H., M.H. menyikapi sikap Polda Lampung yang terkesan menutupi perkara Albar. Dosen hukum pidana ini menjelaskan, dalam suatu proses penyelidikan, sepanjang proses tersebut tidak menghambat penyelidikan aparat, polda harus dapat memberikan informasi itu ke publik, kecuali informasi tersebut menghambat proses penyelidikan.
’’Saya rasa dalam kasus yang Anda (Radar Lampung) alami, bahwa menanyakan perkara Albar dipanggil ke Polda Lampung pada hari Jumat, tidak menghambat proses penyelidikan. Info itu berhak diberitahukan,’’ ujarnya kemarin.
Sementara, Ketua Lampung Police Watch (LPW) M.D. Rizani mengatakan, dirinya sangat menyayangkan sikap Polda Lampung yang tidak proaktif dalam memberikan informasi dalam suatu perkara yang seharusnya menjadi ranah keterbukaan informasi.
’’Proses suatu penyelidikan yang dilakukan oleh polisi itu harus diketahui masyarakat. Jika polda tidak memberikan informasi secara lengkap kepada wartawan, berarti perlu dipertanyakan ada apa di balik semua ini,’’ ucap Rizani.
Dalam suatu perkara hukum, lanjut dia, tidak ada yang dibeda-bedakan. Di mata hukum semuanya sama. Sehingga Polda Lampung dalam proses penyelidikannya harus disamakan perlakuannya dengan yang lain, meski terlapor merupakan pejabat negara.
’’Proses suatu penyelidikan yang dilakukan oleh polisi itu harus diketahui masyarakat. Jika polda tidak memberikan informasi secara lengkap kepada wartawan, berarti perlu dipertanyakan ada apa di balik semua ini,’’ ucap Rizani.
Dalam suatu perkara hukum, lanjut dia, tidak ada yang dibeda-bedakan. Di mata hukum semuanya sama. Sehingga Polda Lampung dalam proses penyelidikannya harus disamakan perlakuannya dengan yang lain, meski terlapor merupakan pejabat negara.
"Pers ini kan perpanjangan tangan dari masyarakat agar masyarakat mengetahui bagaimana kondisi sebenarnya dalam proses penyelidikan suatu perkara. Jika pers saja tidak diberi tahu proses penyelidikan, bagaimana dengan masyarakat awam,’’ tukasnya.
Terkait ketidakterbukaan informasi publik yang dilakukan polda terhadap perkara Segan, sambung Rizani, dirinya sangat menyayangkan pembangunan Gedung PPID (Pusat Pelayanan Informasi dan Dokumentasi) Polda Lampung yang seharusnya berguna menyampaikan informasi publik suatu perkara, justru tidak dipergunakan keberlanjutan proses perkaranya. Bahkan tidak ada perkembangan suatu kasus perkara yang ada di PPID Polda Lampung.
’’Ini sama saja sia-sia. Gedung PPID itu katanya berguna melihat perkembangan suatu kasus perkara, buktinya mana? Saya pernah lihat informasi di PPID itu tidak up to date. Apakah memang sengaja untuk menyembunyikan beberapa kasus perkara? Saya minta tolonglah Polda Lampung itu harus ditingkatkan lagi keterbukaan informasi publiknya, biar masyarakat mengetahui semua prosesnya,’’ pintanya. (rdr)
Terkait ketidakterbukaan informasi publik yang dilakukan polda terhadap perkara Segan, sambung Rizani, dirinya sangat menyayangkan pembangunan Gedung PPID (Pusat Pelayanan Informasi dan Dokumentasi) Polda Lampung yang seharusnya berguna menyampaikan informasi publik suatu perkara, justru tidak dipergunakan keberlanjutan proses perkaranya. Bahkan tidak ada perkembangan suatu kasus perkara yang ada di PPID Polda Lampung.
’’Ini sama saja sia-sia. Gedung PPID itu katanya berguna melihat perkembangan suatu kasus perkara, buktinya mana? Saya pernah lihat informasi di PPID itu tidak up to date. Apakah memang sengaja untuk menyembunyikan beberapa kasus perkara? Saya minta tolonglah Polda Lampung itu harus ditingkatkan lagi keterbukaan informasi publiknya, biar masyarakat mengetahui semua prosesnya,’’ pintanya. (rdr)