Denny Indrayana.
MESUJI - Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) kasus Mesuji pada Sabtu (17/12/2011) sore, melaksanakan rapat perdana terkait perencanaan untuk memulai pengusutan kasus yang terjadi di Kabupaten Mesuji, Lampung dan Kecamatan Mesuji, Sumatera Selatan.
Menurut Ketua TGPF, Denny Indrayana, rencananya tim ini akan bekerja selama 30 hari ke depan untuk menuntaskan berbagai permasalahan terkait Mesuji yang masih simpang siur.
"Tiga puluh hari saya minta waktu untuk menelusuri kasus itu. Maksimal tiga puluh hari itu dengan tetap kemungkinan diperpanjang," ujar Wakil Menteri Hukum dan HAM tersebut, di kantornya, Sabtu sore.
Menurut Denny, tim bentukan Presiden SBY dan Menkopolhukam, Djoko Suyanto itu terdiri dari sembilan orang, yaitu : 1. Ketua TGPF, Denny Indrayana 2. Deputi V Kementerian Politik, Hukum dan HAM Endro Agung 3.Wakil dari Kementerian Kehutanan Agus Muliono dan 4. Tisnanta, dari Fakultas Hukum Universitas Lampung.
Kemudian, 5.Ichsan Malik, seorang Pegiat Resolusi Konflik di Ambon dan Aceh 6. Ketua Komnas HAM, Ifdhal Kasim 7. Irjen Sulistio Iskhak, seorang perwira bintang dua di Mabes Polri (Mantan Kapolda Lampung) 8.Mas Achmad Santosa, anggota Satgas Pemberantasan Mafia Hukum 9. Indri Saptaningrum, Direktur Elsam.
Hingga Sabtu sore, kata Denny, pihaknya telah mengumpulkan data dari Komnas HAM dan Badan Reserse Kriminal Polri terkait peristiwa di Mesuji. Data-data ini, kata dia, akan diverifikasi kembali kebenarannya.
"Kami saat ini membahas langkah-langkah kerja kami dan memutuskan untuk ke sana. Kami sudah punya data awal dari kepolisian dan Komnas HAM. Untuk awalnya juga sudah koordinasi dengan teman-teman di Lampung minta dilakukan pendataan yang perlu kami dengar keterangannya," kata Denny, seperti dilansir Kompas.
Indikasi Pidana
Tim Gabungan Pencari Fakta Kasus Mesuji menyatakan akan menelusuri indikasi pidana pada perusahaan perkebunan kelapa sawit yang sengaja menggunakan jasa aparat keamanan, termasuk kepolisian ataupun sekelompok orang yang dibayar untuk melakukan kekerasan terhadap warga sekitar perkebunan sawit tersebut.
Hal ini diungkapkan Ketua TGPF Denny Indrayana saat menghadiri rapat tim tersebut di Kementerian Hukum dan HAM, di Jakarta, Sabtu.
Sejauh ini, tiga perusahaan yang diketahui sempat terlibat bentrokan dengan warga Mesuji di Lampung dan Sumatera Selatan adalah PT Barat Selatan Makmur Investindo (BSMI), PT Silva Inhutani, dan PT Sumber Wangi Alam (PT SWA).
"TGPF akan bekerja berdasarkan temuan di lapangan. Siapa pun yang nanti ditemukan bersalah tentu akan dimintai pertanggungjawaban bisa pidana dan bisa administrasi. Jadi berdasarkan fakta saja. Kalau tidak salah, ya direhabilitasi," ujar Denny.
Menurutnya, saat ini TGPF tak bisa berandai-andai perusahaan mana yang diduga terindikasi pidana karena pihaknya baru akan bekerja menelusuri dan memverifikasi data terkait peristiwa kekerasan Mesuji itu selama 30 hari ke depan. "Nanti kita lihat temuan timnya bagaimana, kita tidak bisa berandai-andai," jelas Denny.
Ketua DPR: Tunggu Investigasi Selesai
Keluarga korban kekerasan dan perwakilan warga Kabupaten Mesuji, Lampung, Kamis (16/12/2011), mengadu ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Jakarta, didampingi ketua adat dan kuasa hukum mereka. Mereka mendesak Komnas HAM segera melakukan investigasi dan membuat rekomendasi kepada pemerintah atas kasus pembunuhan yang bermula dari sengeta lahan antara warga dengan perusahan sawit PT Silva Inhutani sejak 2003. |
Ketua DPR RI Marzuki Alie enggan buru-buru memberikan hasil terkait pantauan tim investigasi yang dibentuk oleh Komisi III DPR RI ke Mesuji, Lampung tempat insiden berdarah terjadi beberapa waktu lalu.
"Saya pikir sebaiknya kita tunggu saja hasil berupa data konkret supaya tidak menimbulkan opini dan isu," ujar Marzuki kepada wartawan usai menghadiri rapat kerja nasional Asosiasi DPRD Kabupaten Seluruh Indonesia (Adkasi) di Hotel Millenium, Jalan Fachrudin, Jakarta Pusat, Sabtu.
Marzuki juga enggan mengomentari mengenai insiden yang diawali dengan adanya pelanggaran Hak Guna Usaha perusahaan yang melakukan konservasi hutan menjadi perkebunan sawit dan pertambangan.
"Ya, kami tidak tahu siapa yang proses perizinan, makanya perlu tunggu hasil investigasi lebih lanjut," kata Marzuki. (*)