Keluarga korban kekerasan dan perwakilan warga Kabupaten Mesuji, Lampung, Kamis (16/12/2011), mengadu ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Jakarta, didampingi ketua adat dan kuasa hukum mereka. Mereka mendesak Komnas HAM segera melakukan investigasi dan membuat rekomendasi kepada pemerintah atas kasus pembunuhan yang bermula dari sengeta lahan antara warga dengan perusahan sawit PT Silva Inhutani sejak 2003.(ist) |
MEUJI - Ahmad Safari dari Humas PT Silva Inhutani Lampung mengatakan, pemberitaan soal tuduhan pembantaian di Mesuji, Lampung, yang dibuat di Jakarta banyak yang ngaco.
"Banyak yang tidak berdasar dan dicampur aduk faktanya," tukasnya, Jumat (16/12/2011).
"Banyak yang tidak berdasar dan dicampur aduk faktanya," tukasnya, Jumat (16/12/2011).
Ia mencontohkan, sebelumnya disebut-sebut di sejumlah media terjadi 30 korban tewas akibat pembantaian aparat. Tuduhan yang dilayangkan lembaga adat Megou Pak ini terutama mengarah kepada institusinya.
"Ini sangat tidak benar. Tidak sampai sebanyak itu. Tidak tahu jika ini digabungkan dengan kejadian lain di daerah lainnya," tukasnya.
"Ini sangat tidak benar. Tidak sampai sebanyak itu. Tidak tahu jika ini digabungkan dengan kejadian lain di daerah lainnya," tukasnya.
Ia menambahkan, konflik lahan di Register 45 yang dikuasai PT Silva Inhutani tercatat hanya mengakibatkan dua korban tewas.
"Itu pun karena terpaksa karena aparat mencoba melindungi diri dan mencegah warga (perambah) berbuat rusuh," tuturnya, seperti dilansir Kompas.
"Itu pun karena terpaksa karena aparat mencoba melindungi diri dan mencegah warga (perambah) berbuat rusuh," tuturnya, seperti dilansir Kompas.
Tidak seperti yang disebut sejumlah media sebelumnya, ia menegaskan, PT Silva Inhutani bukan milik pengusaha Malaysia serta tidak mengembangkan sawit. PT Silva merupakan anak perusahaan PT Bumi Waras. Jenis tanaman industri yang dikembangkan adalah akasia dan karet.
"Untuk itu, kami berharap media meluruskan ini," tukasnya. (*)
"Untuk itu, kami berharap media meluruskan ini," tukasnya. (*)